Malam itu, Bu Asih dan Bu Tri, pengajar di TPQ Jabal Nur sudah sepakat untuk bertemu. Mereka akan silaturahim ke rumah salah satu murid ngaji di TPQ. Beberapa hari yang lalu, ibu dari murid tersebut telah wafat, di Surabaya, tepatnya di Tulung Agung. Rencana hendak berobat di rumah sakit terkenal di kota besar, Surabaya, malah berakhir tertunda. Tertunda karena pihak rumah sakit harus mengutamakan pelayanan pada pasien Covid.

Kepergian ke Surabaya merupakan rujukan dari rumah sakit daerah di Samarinda. Karena penyakit yang tergolong berat, pihak rumah sakit merasa tidak mampu melakukan tindakan yang lebih dalam. Jantung bocor. Itulah penyakit yang mengantarkan ibu wali murid tadi.

Sejak 5 bulan yang lalu telah di tanah orang. Jumpa dan sapa hanya melalui gawai. Berkeluh kesah dan berbagi canda lewat udara. Sang putri, yang merupakan murid ngaji, sangat menanti. Hanya doa yang ia lantunkan menutup tiap sholat nya.

"Bu, mohon ijin, ini ada titipan dari TPQ, hanya sekadar saja, untuk si Wawa", ucap sang guru sembari menyodorkan sebuah amplop berisi beberapa lembar uang ratusan ribu. Mereka baru satu hari tiba dari seberang lautan sana, lelah bercampur sedih jadi satu. Setelah menunggu tujuh hari paska meninggal, baru lah memutuskan kembali ke kampung halaman sini.