Triznie kurniawan

Hanya seorang ibu rumah tangga yang berusaha taat kepada kunci syurganya, serta berusaha menjadi abdi negara yang baik dengan melukis kanvas pendidikan di pesis...

Selengkapnya
Navigasi Web
CERPEN: Perjuangan Beras Jagung Jadi Kertas Segulung

CERPEN: Perjuangan Beras Jagung Jadi Kertas Segulung

Dalam hidup ini, sudah menjadi hal yang manusiawi ketika kita sebagai makhluk Tuhan yang tak berdaya mendapatkan cibiran dan pandangan sebelah mata hanya karena kita berbeda. Lebih – lebih jika perbedaan itu adalah kesenjangan ekonomi keluarga, hanya saja tinggal bagaimana kita sebagai hamba yang paham akan kebesaran Penciptanya menyikapi keadaan itu. Layaknya sebuah kayu yang selalu mengeluh mengapa dia selalu menjadi dasar dimana sebuah paku ditancapkan, kayu selalu protes mengapa badannya dilukai? Tetapi ketika sang paku bercerita kepada kayu bahwa paku juga sebenarnya tidak mau melukai kayu, andai saja kayu tau bagaimana berat dan sakitnya paku dipukul dan ditempa oleh palu ketika melukai kayu, mungkin kayu tidak akan lagi berontak meminta keadilan. Beginilah hidup, sudah ada takdir masing – masing, hanya saja kita yang harus bisa bersikap sebaik mungkin.

Seorang gadis kecil, mungil lincah, cerdas dan selalu ceria lahir di sebuah pedesaan yang masih agak kolot pemikirannya. Dalam hal perekonomian keluarga gadis kecil bernama Nia itu bisa dibilang masih jauh dari kata cukup. Hanya mengandalkan upah dengan menjadi buruh tani, orangtua Nia gigih bekerja agar kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi. Dibanding dengan kedua saudara kandungnya, Nia adalah sosok yang lumayan rajin meskipun dia sangat keras kepala.

Sejak sekolah TK Nia dan keluarganya memang sekolah dilingkungan pesantren yang menjadi dasar Agama mereka bertiga. Ayah Nia selalu berkata pada ketiga putrinya bahwa dasar ilmu agama adalah segalanya. Selanjutnya terserah kalian nantinya jika sudah sekolah lanjut mau melanjutkan ke sekolah umum atau perguruan tinggi juga tidak masalah. Pastinya bapak hanya bisa memberikan bekal pendidikan agama sebagai pondasi nantinya dalam meghadapi kerasnya kehidupan.

Kehidupan keluarga Nia secara ekonomi sangat memprihatinkan, tetapi kehidupan batin keluarga itu jauh lebih kaya daripada tetangga yang kaya raya akan harta. Di bidang akademik, Nia dan saudara-saudaranya tidak pernah menjadi nomor dua bahkan dalam riwayat akademiknya Nia dari kelas 1 SD sampai SMP tidak pernah menerima raport dengan peringkat lebih dari 2 teratas. Begitu pula saat memasuki SMA, Nia dterima di sebuah SMA favorit di kota itu, tidak mengherankan ketika para tetangga mulai membuat gaduh dan mencemooh kehidupan Nia yang menurut mereka apa gunanya sekolah tinggi jika harta benda tidak punya. Sungguh hal yang membuat hati teriris, tetapi hinaan cemoohan cibiran mereka justru dijadikan cambuk untuk lebih giat lagi dalam mencari ilmu. Bahkan diskriminasi mata pencaharian dalam keluarganya semakin membuat hati dan semangat mereka menggebu-nggebu ingin membuktikan bahwa keberhasilah itu tidak hanya dapat dilihat dari harta semata. Nia ingin membuktikan bahwa dengan berbekal ilmu dia akan mendapatkan apa yang mungkin orang lain tidak dapatkan.

Banyak hal dalam Nia yang menarik dan mengharu biru. Salah satu hal yang tak lepas dari ingatannya adalah ketika ibunya berusaha mendapatkan uang untuk membelikan Nia dan saudarinya sebuah buku tulis dan pensil. Meskipun mereka hidup serba kekurangan tetapi keluarga mereka sangat berpendidikan. Buktinya bapak dan ibu Nia sangat mendukung apapun yang dikerjakan putri-putrinya agar dapat mendapat fasilitas pendidikan yang layak.

Sore itu Nia mengadukan sebuah masalah kepada ibunya yang baru datang dari bekerja. Nia menceritakan sebuah peristiwa di sekolahnya tadi pagi. Nia bercerita bahwa tadi di sekolah Nia menulis di lembaran kertas hasil meminta lembar sobekan buku dari teman sebangkunya untuk mencatat pelajaran. Sebenarnya sudah seminggu ini Nia menghemat tulisannya agar buku tulisnya tidak cepat habis. Nia sangat paham jika bapak dan ibunya tidak mungkin dapat uang untuk membelikannya sebuah buku. Nia tahu untuk makan sehari-hari saja masih sangat kurang, Nia sama sekali tidak mau bapak dan ibunya sedih melihat anaknya kehabisan buku tulis.

Dengan sangat hati-hati gadis kecil itu bercerita kepada ibunya. Ketika itu Nia masih duduk di kelas 3, namun dengan usianya yang menginjak delapan tahun itu Nia sudah paham kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi orangtuanya. Ibunya bergegas ke dapur dengan diikuti Nia di belakangnya, ibu membuka sebuah panci berisi beras jagung ( jagung yang sudah digiling menjadi campuran beras putih ) kemudian ibu mengambil beberapa takar dan dimasukkan ke dalam plastik hitam.

Nia dan adiknya mengikuti langkah ibunya keluar rumah. Ternyata ibu menuju sebuah warung kelontong tempat biasanya orang-orang membeli kebutuhan sehari-hari. Sepertinya Nia sudah tahu maksud ibunya membawa seplastik beras jagung tersebut ke warung kecil itu. Biasanya ibu menjual atau menukar beras jagung dengan barter lauk atau beberapa sabun untuk kehidupan sehari-hari. Nia jelas mengerti jika sore itu seplastik beras jagung itu akan ditukar dengan sebuah buku tulis yang bisa dia bawa ke sekolah besok pagi. Setelah beberapa kali ibu memanggil si pemilik warung, tampaknya ibu sudah putus asa karena si empunya warung tak kunjung keluar. Nia menatap wajah ibunya yang sudah berkaca-kaca dan sangat kecewa karena nampaknya pemilik warung sudah tahu maksud kedatangan mereka.

Nia memanggil-manggil pemilik warung membantu ibunya disahuti adiknya yang masih digendong ibunya. Sangat jelas diingatannya kala itu, bahkan untuk mendapatkan sebuah buku tulis saja dia dan ibunya sampai seperti itu. Akhirnya ibu mengajak Nia pulang dan mencari beberapa toko atau warung yang bisa membantunya sore itu. Sampai hampir maghrib, mereka bertiga masih berjalan menyusuri kampung dengan menggenggam seplastik beras jagung yang belum menemukan tuannya.

Sampai di ujung kampung mereka bertemu dengan bapak Nia yang pulang dari bekerja di sawah milik juragan tanah di kampungnya. Bapak pun sudah tahu anak istrinya dalam keadaan membutuhkan uang karena melihat ada seplastik beras jagung di tangan ibunya. Bapakpun menghela napas panjang dan mengajak mereka pulang saja dulu karena waktu sholat maghrib sudah tiba.

Selepas sholat maghrib bapak menyalakan sebuah lampu minyak di depan rumah untuk menerangi ketiga putrinya agar belajar mengaji dengan nyaman. Secercah cahaya lampu itu dapat menghasilkan suasana yang teduh dan nyaman, diselingi dengan lantunan ayat- ayat suci dari mulut ketiga putrinya. Setelah mengaji selesai, Nia menatap ibunya yang dari tadi memandang bungkusan plastik hitam diatas meja kayu di pojok teras. Nia meyakinkan ibu agar tidak khawatir memikirkan buku tulis Nia, jika diijinkan oleh ibu besok Nia akan membawa beras jagung itu ke sekolah. Mungkin ada yang mau menukar sebuah buku tulis dengan beras jagung itu.

Pagi-pagi sekali Nia sudah siap berangkat menuju sekolah, tak lupa beras jagung itu dia masukkan dalam tas gendongnya yang penuh jahitan tangan itu. Ibu menatap penuh haru dan dengan doa yang tulus semoga Nia mendapatkan segulung kertas hari ini. Setelah mencium tangan bapak dan ibunya dan mengucap salam, Nia bergegas keluar rumah dan berjalan kaki menuju sekolahnya.

Di sepanjang jalan menuju sekolahnya, Nia menatap sekeliling dan menoleh ke kanan dan ke kiri mungkin saja ada orang yang dia kenal. Nia akan menukar beras jagung di dalam tasnya itu dengan sejumlah uang agar dia bisa membeli buku tulis. Sudah hampir sampai di sekolah tetapi Nia belum menemukan seorangpun yang mau menerima tawaran Nia untuk meminang beras jagungnya.

Akhirnya Nia sampai di sekolahnya, tetapi agaknya hari ini dia terlampau pagi datang ke sekolah karena gerbang sekolah belum dibuka. Nia menunggu gerbang sekolah di buka dengan duduk di serambi sebuah masjid di depan sekolahnya. Nia melepas sepatunya yang sudah usang itu, kelihatan jempol kakinya yang dibalut kaos kaki putihnya itu. Dia rapikan sepatu itu di ujung serambi di tempat alas kaki. Nia meletakkan tas kesayangannya itu di lantai dan menepuk – nepuknya sambil tersenyum. Dalam hati Nia berkata, andai saja beras jagung ini kemarin laku mungkin beras jagung ini tidak akan mengikutinya sampai di masjid ini. Nia melangkahkan kakinya ke tempat wudhu, dia membasuh wajah mungilnya itu dengan air wudhu dan mencuci kedua tangannya yang penuh guratan itu dengan seksama.

Nia tampak sangat menikmati aktivitasnya pagi itu, matahari sudah naik sepenggalah dan Nia memasuki masjid untuk sholat dhuha. Dengan tenang gadis kelas tiga itu bersujud dan bersyukur atas nikmat sehat yang masih dia dapatkan hari itu. Di ujung doanya, Nia meminta agar dia pulang nanti dapat membawa sebuah buku tulis agar ibunya tidak perlu lagi khawatir dan merasa bersalah kepadanya. Nia percaya bahwa Sang Pemberi Rejeki tidak mungkin membiarkan ibunya kecewa. Nia sangat yakin Sang Maha Kuasa sangat menyayanginya dan tidak akan membiarkan hambanya yang meminta pulang dengan tangan kosong dan kecewa.

Nia keluar dari dalam masjid dan duduk kembali di serambi kanan. Dia membaca buku bacaan yang kemarin sudah dia pinjam di perpustakaan sekolahnya. Tiba-tiba ada seseorang yang tampaknya dari tadi memperhatikannya, ternyata Bu Aminah menghampirinya dan berkata “ Nia, tumben kamu sepai ini sudah ada di sini nak?”.

Bu Aminah adalah salah seorang yang dikenal oleh baik oleh ibu dan bapak Nia. Karena bapak dan ibu Nia sering bantu-bantu di tempat bu Aminah sebelum bu Aminah pergi ke Jakarta untuk berbisnis. Namun setelah lama baru kali ini Nia bertemu lagi dengan beliau.

“ Iya bu, ada sesuatu yang harus saya kerjakan pagi ini” jawab Nia tawadhu’.

“ Oh ya? Kalo boleh tahu apa itu?” tanya Bu Aminah dengan penasaran.

“ Saya ingin menukarkan beras jagung ini dengan sebuah buku tulis bu, karena orangtua saya sama sekali tidak ada uang untuk membelikan saya buku, hanya ini yang kami punya” Nia menjelaskan dengan sedikit malu namun penuh harap pada Bu Aminah.

“ MasyaAllah nak, suatu saat kamu akan jadi orang hebat nak” Bu Aminah membalas penjelasan Nia.

Bu Aminah mengajak Nia mengikuti langkahnya, nampaknya beliau mengajak Nia ke suatu tempat yang Nia sendiri tidak membayangkan ada di sana. Di ruangan itu penuh dengan kertas – kertas gulung dan peralatan tulis yang sangat banyak. Setelah dijelaskan, ternyata Bu Aminah adalah juragan kertas yang baru datang dari kota. Beliau akan membuka sebuah fotokopi di desanya. Tanpa pikir panjang bu Aminah mengambil gulungan – gulungan kertas lebar dan beberapa buku tulis tebal kemudian dimasukkannya ke dalam sebuah plastik hitam besar.

“Nak, ini ambilah, bawa kertas – kertas gulung ini dan buku tulis ini. Pakailah untuk keperluan sekolahmu agar ibumu tidak kecewa karena dia tidak bisa memberimu buku” kata Bu Aminah. “ Tetapi bu, saya tidak punya uang untuk membeli ini semua? Saya hanya punya segenggam beras jagung ini” jawab Nia tampak terbata – bata karena tidak percaya.

Akhirnya Bu Aminah menukarkan segulung kertas dan buku tulis dengan segenggam beras jagung di dalam tas gadis kecil itu. Dengan penuh tanya Nia menerima pemberian Bu Aminahyang baik hati itu. Walaupun dalam hati kecilnya, terjadi pergolakan batin yang kuat. Karena bapaknya selalu mengajarinya agar tidak sembarangan menerima pemberian orang, selama dia masih bisa berusaha. Pantang meminta-minta kepada orang lain sebelum kita berusaha sekuat tenaga.

Dengan membawa segulung kertas dan buku tulis itu, Nia memasuki gerbang sekolah dengan senyum kelegaan dan kesuksesan. Dia yakin dan percaya bahwa setiap Usaha yang disertai doa yang tulus kepada Tuhannya pasti akan berakhir bahagia. Hari itu adalah hari tak terlupakan dalam hidupnya, karena seketika itu juga doa-doa dalam dhuhanya langsung dikabulkan hanya dalam jarak waktu yang tak seberapa. Sesungguhnya setiap usaha memang harus disertai doa.

Percakapan pagi dengan gadis kecil yang kini menua di seberang jalan pahlawan.....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post