Tuti Haryati

Saya Tuti Haryati, lahir di Jakarta, 16 April 1975. Pemerhati inklusi yang selalu melayani dengan hati, memiliki hobi membaca dan menulis. Pemerhati ini menyele...

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku Akan Menjadi Seorang Penulis Walau Harus Mati TantanganGurusiana Hari Ke 16

Menulis adalah tempat perlindunganku. Aku tidak bersembunyi di balik kata-katanya; aku menggunakan kata-kata itu untuk menggali dalam hatiku untuk menemukan kebenaran. Selain itu, menulis tampaknya merupakan satu-satunya cara agar aku bisa benar-benar mengendalikan sebuah situasi atau setidaknya mencoba memahaminya. Kurasa saya bisa mengatakan, sejujurnya, bahwa menulis juga menawariku semacam kesabaran yang tidak kumiliki dalam sehari-hariku. Menulis membuatku berhenti menulis, membuatku mencatat. Menulis memberiku semacam perlindungan yang tidak bisa kuperolah dalam kehidupanku yang tergesa-gesa dan penuh dengan kegiatan.

Saya selalu mempunyai keinginan untuk berprestasi karena bagi saya hidup sekali harus berarti. Ketika saya memutuskan menjadi guru pada dasarnya saya sadar bahwa apa yang akan saya lakukan berdampak pada kehidupan orang-orang di sekitar saya. Anak-anak, baik anak-anak di sekolah tempat saya mengajar maupun anak-anak biologis di rumah, pasangan hidup, teman-teman sekantor maupun orang-orang di sekitar tempat tinggal saya. Tindakan, tutur kata, maupun apa yang bersembunyi dalam hati saya semoga menjadi sesuatu yang terbaik di dalam mengarungi samudera hidup ini.

Motivasi saya mengikuti tantangan gurusiana ini adalah untuk berprestasi, karena saya ingin menjadi Transformasi Insirasi Diri, kepala sekolah yang memiliki keahlian sebagai penulis yang hebat adalah penulis yang mampu menginspirasi gurunya dan siswanya. Selain itu, saya juga ingin menginspirasi teman-teman saya bahwa menjadi kepala sekolah sekaligus penulis tidak boleh setengah-setengah. Sekalian saja, kita harus menjadi kepala sekolah dan guru penulis yang hebat. Tidak untuk gagah-gagahan, tidak untuk mencari pujian dan tepuk tangan tetapi itu menjadi sebuah kewajiban profesi. Sebuah totalitas.

Ada dua hal yang dibutuhkan untuk totalitas. Pertama, komitmen. Komitmen terhadap profesi. Artinya, benar-benar memahami makna menjadi kepala sekolah dan guru penulis. Bahwa kepala sekolah adalah leader pemimpin yang bijaksana, selalu berinovasi dan selalu memikirkan perkembangan sekolahnya untuk menjadi the first opinion dalam memilih sekolah. Sedangkan guru penulis adalah agen perubahan. Di tangannya masa depan bangsa dan negara dipertaruhkan. Mungkin kita masih ingat ketika Jepang luluh lantak apa yang dikatakan Kaisar pada saat itu? Berapa orang guru yang tersisa! Finlandia yang terkenal dengan pendidikan nomor wahidnya juga menawarkan profesi keguruan sebagai sebuah prestise bagi generasi muda karena mereka sadar berapa puluh tahun ke depan masa depan bangsanya terletak pada sejauh mana sang guru menyiapkan para pemimpin bangsa.

Kedua, kompetensi Kepala Sekolah dan Guru penulis yang hebat adalah guru dengan kompetensi yang bagus dan selalu menghidupkan ruh belajar untuk meningkatkan kompetensinya. Kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi akademik untuk menyebut beberapa. Belajar tidak melulu dari pendidikan formal melainkan belajar dari universitas kehidupan. Bagaimana menjadi guru penulis yang hebat kalau komitmen dan kompetensinya masih dipertanyakan?

Seorang kepala sekolah dan guru penulis harus memiliki visi misi yang jelas. Mampu memandang jauh ke depan. Bagi saya dengan menjadi kepala sekolah dan guru penulis saya bisa menyiapkan tongkat estafet perjuangan bangsa. Menjadi tua adalah keniscayaan, maka bagaimana seorang kepala sekolah dan guru menyiapkan pengganti yang lebih hebat dari golongan tua ini. Lebih hebat menjadi kata kunci karena banyak orang tua yang hebat tapi tidak mampu menjadikan anaknya lebih hebat, minimal sama hebat dengan orang tua. Dengan skala lebih luas, bagaimana para pemuda sekarang menjadi lebih hebat dari para pemimpin yang sudah ada sebelumnya. Bagaimana kepala sekolah dan guru penulis menyiapkan mereka melebihi Sukarno, Suharto, Habibie, Agus Salim, dan para pemimpin bangsa lainnya.

Dari statemen yang diuraikan diatas jelas dan sangat menjadi kekuatan bahwa contoh sebagai kepala sekolah dan guru penulis harus memiliki kekuatan untuk menyiapkan guru dan siswanya menjadi figur yang selalu dikembangkan untuk menjdi branding sekolah yang menjadi mutu pendidikan.

#Salamliterasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Bunda. Salam literasi.

30 Jan
Balas

Barokallah ... terimakasih bunda sudah berkenan mampir ... semoga bermanfaat

01 Feb



search

New Post