TUTIK HARYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Karunia...#bag. 6

#TantanganGurusiana hari ke-30

Kulihat dua anak di depanku, makan dengan lahap, meski terkesan malu-malu. Dan akupun, entah karena rasa lapar yang sudah memuncak, ataukah karena rasa gembira karena pencarian yang telah usai, tak tahu harus bicara apa. Namun yang pasti, aku bersyukur bahwa mereka baik-baik saja, dan yang paling penting tidak mengkonsumsi barang haram.

"Mau nambah", tanyaku memecah keterdiaman selama makan. Dan dengan tersipu mereka bilang tidak. Setelah mereka cuci tangan, aku coba untuk bicara santai dengan mereka. Ku awali obrolan dengan bertanya, berapa uang jajan yang mereka bawa tadi pagi. Dan obrolanpun mengalir santai, karena tak satu katapun kusinggung tentang kaburnya mereka dari sekolah. Sesekali kami selingi dengan canda tawa. Sungguh, ternyata mereka adalah anak-anak yang cukup menyenangkan. Kelakar antara merekapun begitu polosnya. Begitu tanpa beban, tanpa tendensi apapun.

"Kami pasti kena skors ya bu, tiba-tiba satu dari mereka bertanya. Kemana harus diskors? aku balik bertanya. Yang hampir bersamaan mereka jawab, karena kami cabut dari sekolah. Kami siap kok bu, kalau orang tua kami dipanggil. Kami ngaku salah, lanjut mereka.

Kutarik nafas dalam-dalam, dan dengan tegas kukatakan, tidak akan ada skorsing ataupun pemanggilan orang tua. Yang ibu minta hanya perubahan dari kalian. Percuma juga dipanggil orang tua, ataupun kasih sanksi. Kalau dari dalam dri kalian tak ada niat untuk berubah. Mereka diam dan tertunduk. Dan kuyakinkan mereka, bahwa masalah ini ya cukup sampai di sini. Besok pagi kita hadapi dan jalani kehidupan yang indah. Kita tunaikan tugas dan kewajiban tanpa beban, tanpa berat.

"Kami capek bu. Makanya hari itu saya mengajaknya untuk cabut." Salah seorang dari mereka mulai membuka akar masalah. Pagi kami udah belajar, banyak tugas yang harus dibuat. Siangnya pun masih harus ikut jam tambahan sampai sore, lanjut mereka. Pening saya bu. Tanpa kutanya, anak itupun menjelaskan alasan dia dan kawannya bolos sekolah.

Kutarik nafas dalam-dalam, saat mereka selesai bercerita. Sejenak kuterdiam. Sebenarnya persoalan inilah yang membuatku dulu kurang setuju. Karena kemampuan otak manusia ada batasannya. Terlebih kondisi anak-anak di sekolahku yang memliki kemampuan akademik yang masih di bawah kemampuan anak-anak sekolah lain. Yang notabene memliki fasilitas sekolah yang cukup memadai, sehingga proses belajar tidak melulu di kelas. Jadi anak-anak tidak akan cepat bosan.

Sementara di sekolahku, belum ada fasilitas yang menunjang kegiatan belajar anak. Ditambah dengan kurangnya pengembangan metode mengajar dari guru mata pelajaran. Akhirnya materi pembelajaranpun hanya mengandalkan sistem di kelas, dengan metode di kelas. Jangankan anak-anak, akupun merasa begitu monoton dan membosankan. Akupun tidak merasa paling baik dalam penyampaian materi pembelajaran, namun aku usahakan menggunakan berbagai metode sehingga anak tidak bosan.

"Ibu tahu kalian sangat capek, jawabku. Tapi bukan berarti bisa seenaknya kalian cabut dari sekolah. Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Terlebih sekarang waktu terus berjalan,

mendekati ujian, tegasku. Dari awal kalian duduk di kelas sembilan, ibu sudah sampaikan, bahwa kalian akan menghadapi kegiatan belajar yang lebih intensif. Ibu minta kalian mempersiapkan diri. Jaga kesehatan, kurangi buka media sosial, tambahku panjang lebar.

Mereka nampak mengangguk-angguk. Mudah-mudahan mereka memahami apa yang kumaksud. Kutegaskan kembali, supaya mereka bersabar lebih dulu, tahan segala keinginan untuk bermain-main. Kulihat raut penyesalan di wajah mereka. Namun kulihat juga rona semangat yang nampak di mata mereka, saat menyatakan penyesalannya. Ibu tak ingin kalian berjanji apapun, tapi buktikan dengan semangat kalian untuk berubah jadi lebih baik.

"InsyaAllah kami akan berubah bu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya". Akhirnya lepas sudah segala beban yang menyesak di dada. Kutegaskan sekali lagi, bahwa aku yakin mereka pasti bisa. Sambil kutepuk-tepuk pundak mereka saat mereka mencium tanganku. Kuiringi motor mereka dari belakang, terbersit do'aku, semoga Yang Maha Rahman dan Rahim meridhoi langkah mereka, menguatkan hati dan pikiran mereka dalam mencari ilmu.

Kuantar mereka sampai depan jalan menuju rumahnya, dan kuberikan kepercayaan bahwa mereka akan sampai di rumah masing-masing.

Terimakasih yaa Robb, untuk segala berkah-Mu hari ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post