Tuti Rodiah

Belajar sepanjang hayat, Bekerja selagi kuat, berpirkir secara cermat. Mengajar di SMP 205 Jakarta lulusan IKIP Jakarta tahun 1996 jurusan Bahasa dan Sastra Ind...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ibuku Pintu Surgaku (3)

Baru saja kuletakkan tasku di meja kamarku, suamiku menghampiriku, "Tadi Amih jatoh lagi," katanya datar. Aku menghela napas panjang. Setiap pulang mengajar selalu mendapat laporan, dari anakku atau dari suamiku, yang memang lebih sering di rumah karena pekerjaannya sebagai penulis naskah.

" Sekarang dimana?" tanyaku sambil berjalan menuju kamar ibuku. Suamiku mengikutiku dari belakang.

" Sebaiknya amih dibelikan tongkat saja," lanjutnya sambil kembali ke meja kerjanya meneruskan pekerjaannya.

" Iya, nanti saya belikan," sahutku sambil membuka pintu kamar perlahan. Kulihat ibuku sedang tidur. Cepat-cepat kututup lagi pintu kamarnya.

" Bunda..nenek tadi mecahin piring lagi." tiba-tiba anakku datang sambil berteriak. Kuberi isyarat dengan menunjukkan jariku ke bibir.

" Jangan berisik, nenek lagi tidur, ya," lanjutku sambil menggamit tangan anakku ke meja makan di dapur.

" Algi sudah makan?" lanjutku sambil membuka tudung saji di atas meja. Hanya ada beberapa potong tempe dan sayur sop yang hampir habis.

" Udah bunda, tadi bareng nenek, Tapi nenek tadi mecahin piring sama gelasnya. Nenek mau naro piring sama gelas ke tempat cucian terus jatoh," katanya lagi sambil memasukkan sepotong tempe ke mulutnya.

" ya, sudah..sudah dibersihkan belom?" lanjutku sambil menuju ke tempat cuci piring.

Kulihat semua sudah bersih. Tidak ada pecahan beling sedikit pun, aku bersyukur ada suamiku di rumah yang bisa bergantian menjaga ibuku.

"Sebaiknya nenek makan pakai piring dan gelas plastik aja bunda," Aku menghampiri Algi yang masih duduk di kursi makan. lagi-lagi kuangkat jariku memberi isyarat

" Jangan begitu...jangan mengganti piring nenek dengan piring plastik. " sahutku. Aku teringat cerita. Ada anak yang tinggal dengan ibunya yang sudah renta lalu menggantikan piring makan ibunya dengan piring kayu, karena sering pecah bila habis makan. Aku tidak mau seperti itu. Ibuku tetap harus makan dengan piringnya walaupun harus pecah berkali-kali. Aku tidak mau karena sering pecah lalu perlakuan pada ibuku berubah.

" Jangan marah dulu, Maksud Algi benar." tiba-tiba suamiku sudah berdiri di sampingku.

" Piringnya diganti buat keselamatan Amih. Coba kayak tadi, jatoh lalu piringnya pecah. apa nggak bahaya," lanjutnya. Aku manggut-manggut sambil berpikir.

" Iya juga ya. Tapi akan saya carikan piring yang lebih bagus dan anti pecah, tapi bukan dari plastik," lanjutku sambil berlalu dari dapur.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post