Rasa keibuanku muncul ketika melihat dua anak perempuan berumur sekitar sepuluh tahun bermain di sekolah tempat saya mengajar di siang menjelang sore hari.

Dua bocah ini, dengan riangnya berlari kecil sambil meminum es teh berkemasan plastik hasil pembelian di warung depan sekolah.

Setelah puas dengan berlari keliling lapangan, mereka pun duduk di bangku panjang dekat mushola sekolah. Mereka duduk sambil tertawa kecil entah apa yang mereka bicarakan, dari jauh saya perhatikan, mereka berkaos rumahan dan bercelana pendek rumahan juga. Menjadi teringat ketika saya semasa kecil hampir setiap hari Minggu pagi berlari pagi bersama teman-teman juga bercelana pendek, tidak ada rasa bersalah sedikit pun, karena lingkungan pun seperti itu, bahkan kakak-kakak yang remaja pun bercelana pendek. Karena bercelana pendek dianggap masyarakat adalah hal yang biasa, maka tidak ada yang merasa jengah dengan terlihatnya paha di tempat umum.

Alhamdulillah, dengan lingkungan yang baik, di sekolahku sudah berlaku memasyarakatkan celana panjang untuk berolah raga baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.

Kembali pada dua bocah perempuan yang bermain di sekolah saya, dengan naluri keibuan saya mendekati mereka. Entah mengapa saya menikmati berkomunikasi dengan mereka. Dengan berbekal ilmu yang sedikit ,saya mengajak mereka ngobrol, hingga pada akhirnya saya menyarankan untuk memakai celana yang lebih panjang minimal di bawah lutut. Kita tidak tahu di sekolah atau di lingkungan luar rumahnya banyak pedagang atau tetangga yang mempunyai isi kepala bermacam-macam.

Insyaallah nyinyir baik ini sedikit menyelamatkan mereka dari pikiran-pikiran jahat orang-orang sekitar.

Duhai ibu-ibu muda , selamatkan anak-anak kita dari kejahatan sexual, dengan menutupi aurat mereka, jika belum bisa penuh, ajari mereka sejak kecil untuk melindungi tubuh mereka sendiri. Bukankah bersikap waspada itu lebih baik???

Wallahualam.