Uki Lestari

Perempuan kelahiran Sitiung II, 30 Juli 1987 ini adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Dibesarkan dari almarhumah ibu yang juga guru, membuat cita-citanya jug...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pesan di Sepertiga Malam
AQA

Pesan di Sepertiga Malam

Pesan di Sepertiga Malam

Oleh Uki Lestari

“Barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. Barangsiapa yang memohon (sesuatu) kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Dan barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya.”

(HR. Bukhari)

Entah mengapa, malam ini kejadian itu berulang kembali. Entah ke berapa kian kali saya alami, saya juga tak ingat. Yang saya tahu, kali ini, malam ini, mata saya kembali tak dapat dipejamkan.

Saya tak tahu penyebabnya. Entah karena terlalu bahagia menanti hari pertama sekolah, terlalu lelah, udara panas, atau memang mata saya yang mengalami insomnia alias susah tidur.

Memang tak sering saya mengalami ini. Tidak tiap hari ataupun tiap minggu. Namun, sesekali dalam 2-3 bulan tetiba kejadian ini muncul. Dan parahnya, ia datang di saat waktu-waktu yang tak diinginkan.

Awalnya, malam ini saya memutuskan untuk tidur lebih cepat dari biasanya. Jika hari biasa saya tidur paling cepat pukul 10 dan paling lambat hampir tengah malam. Namun, tadi malam, belum sampai jarum panjang jam di dinding ke angka 6, saya ingin bersegera ke pembaringan. Dengan tujuan agar lebih segar saat bangun tidur esok hari.

Mata pun terpejam. Lelap. Tapi, tidak dalam waktu lama. Tak tahu apa yang membuat saya terbangun, lebih kurang 15 menit setelah itu, saya terjaga. Saya coba menyugesti diri agar kembali tidur, namun sia-sia.

Biasanya, jika melihat layar ponsel, saya akan ngantuk. Saya coba buka HP. Memang, mata saya lelah, saya coba beranjak tidur kembali. Namun, pikiran saya menerawang. Banyak hal-hal yang tak semestinya saya pikirkan muncul. Tak perlu untuk waktu-waktu seperti ini ada dalam benak saya. Tapi saya kalah, ia terus berselancar dalam khayalan, dalam imajinasi.

Selalu dan selalu saya coba menenangkan diri. Memerintahkan otak untuk rileks dan beristirahat. Saya mau tidur, itu saja. Perasaan saya pun saya buat lebih santai. Mengingat yang indah-indah. Tak lupa, pancaindra pun saya perintahkan sesuai tugasnya masing-masing.

Mata dipejamkan. Telinga ditutup. Hidung bernapas mengalirkan udara seoptimal mungkin. Kulit diselimuti agar tak merasakan hawa dingin. Tidak lupa, mulut saya ajak berkomat-kamit membaca asma-Nya. Biasanya ini manjur.

Namun, lagi-lagi "rasa" ini masih tertinggal. Hati. Ada saja yang belum sinkron di antara mereka. Akibatnya, indra penglihat nomor satu yang menangkis sugesti dari dalam. Apalah arti bila kelopak mata terpejam, namun bola mata masih lasak ke kanan dan ke kiri. Haduh!

Lalu, dalam kondisi seperti ini, sekelumit hal datang. Hal-hal yang mesti saya renungkan. Banyak. Salah satunya tentang kematian.

Kematian itu tak bisa dimungkiri kehadirannya. Datangnya pun tak ada yang tahu, selain Yang Mahaagung. Jika saja memang ajal itu datang di saat seperti ini, sungguh saya ingin wafat dalam keadaan baik, husnul khatimah. Dan tentunya ingin meninggalkan yang baik-baik. Apalagi kalau bukan anak yang saleh dan salihah.

Iya, keinginan saya tak muluk-muluk. Mempunyai anak saleh dan salihah. Baik semasa hidup ataupun telah tinggal nama.

Tentu saja hal itu dibarengi dengan mempersiapkan mereka dengan ilmu agama yang kokoh. Sebagai orang tua, saya harus menjadi teladan mereka. Sungguh saya tak ingin, kelak anak-anak ini rusak akhlaknya, tak baik budi pekertinya.

Tak perlu kaya, tak perlu gaya, juga tak perlu sukses jika hanya duniawi saja. Saya lebih berharap mereka sukses akhiratnya. Ada "bekal" untuk mereka bawa pulang. Pulang ke kampung yang sebenarnya; akhirat.

Dan sebagai orang tua, inilah peran penting saya menciptakan dan menanamkan akhlakul karimah bagi mereka. Karena saya tahu, ibu adalah penentu generasinya. Baik ibunya, maka akan baik pula anak-anaknya. Buruk ibunya, maka akan lebih buruk anaknya.

Tidak salah, bila dalam Islam, orang yang pertama kali yang harus dihormati adalah ibu. "Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu." Sejatinya kesuksesan anak-anak dalam sebuah keluarga tak jauh dari peran ibunya, baru ayahnya.

Malam ini saya berpikir, sudahkah ada pengajaran dan sesuatu hal yang dapat mereka teladani dari saya sebagai ibu mereka. Sudahkah saya punya sesuatu yang akan mereka ingat sebagai fondasi akhlak baik, yang akan mereka ingat-ingat dan praktikkan. Karena kematian adalah keniscayaan. Tak seorang pun dapat melawannya, meski hanya sedetik.

Dan tak lebih dari satu jam lagi, subuh akan menjelang. Alangkah baiknya saya isi malam tanpa mimpi ini dengan sesuatu yang biasa disebut cinta. Ar-Rahman lebih pantas untuk didekati, Ar-Rahiim lebih agung untuk dimintai pertolongan di haribaan-Nya.

Meski malam ini tak ada mimpi, saya harap munajat saya pada Yang Maha Pemberi, mewakili mimpi saya untuk kemudian hari (akhirat). Anak-anak yang saya miliki saat ini menjadi pribadi yang berakhlak baik, kokoh agama, dan pembela agama Allah. Semesta bertasbih, subhanallah wabihamdihi subhanallahal adziim.

Kokok ayam pertanda sang fajar tak lama lagi akan datang. Yang membaca tulisan ini saya doakan membawa bekal amal yang banyak untuk pulang nanti. Tak lupa anak-anaknya menjadi anak saleh dan salihah. Aamiin.

Solok, 4 Januari 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sama...tak bisa lelap...hanya memejamkan mata

04 Jan
Balas

Hiks!

04 Jan

Alhamdulillah. Kadang--kadang ambo mengalami juga hal seperti itu. Terima kasih telah mengingatkan yo sanak

04 Jan
Balas

Samo-samo sanak

04 Jan

Good bunda

04 Jan
Balas

Makasih, Bu

04 Jan



search

New Post