ulik susanti

Nama saya Ulik Susanti, lahir di Magelang pada tanggal 04 Februari 1971. Riwayat Pendidikan: MI Ma'arif Bulurejo lulus th. 1983, MTs Negeri Kota Magelang lulus ...

Selengkapnya
Navigasi Web
PUTRI GENTA KUNING

PUTRI GENTA KUNING

Jelas dia cantik dan menjadi bunga sekolah. Kulitnya langsat, bersih dan glowing, juga karena semua yang dikenakannya adalah barang-barang bermerk. Kendaraan yang sering berganti-ganti, semakin menambah dan menguatkan aura kaum jetset. Apalagi sekolah kami berada disebuah kota kecil yang sepi, jauh dari gemerlapnya lampu-lampu kota yang berwarna warni. Otomatis kehidupan dan gaya hidup kami juga masih sangat primitif dibandingkan dia yang sudah bergaya anak metropolitan. Benar-benar bagai seorang putri, setiap orang seakan bangga bila berteman dengannya.

Pada masa orientasi siswa, sungguh dia menjadi bunganya sekolah. Ditambah pula dia anak dari tokoh pendiri dan penyandang dana di sekolah ini, semakin lengkaplah bagaimana dia bergaya. Namanya Gytha Chelcea Gayatri, sebuah nama yang sangat cantik secantik orangnya. Benar-benar kehidupannya membuat kami para cewek sangat-sangatlah iri. Bagaimana tidak? Saat kami para siswa masih berjibaku mengejar angkot dia sudah bermobil. Pada awal kehidupan kami di sekolah, Gytha tidak pernah sepi dari perhatian cowok di sekolah kami. Bahkan para cewek pun akan berusaha agar bisa berdekatan dengan Gytha.

Dalam irama kehidupan sekolah, siswa yang bisa berdekatan dengan Gytha seakan kedudukannya sama dengan Gytha, bisa tampil gaya dan berkelas. Namun hanya lelucon saja, mereka tak ubahnya seperti badut yang kempes. Bergaya dan tertawa, namun tidak ada modal.

Lama kelamaan bunga di sekolah layu setelah tahu sikap Gytha yang sebenarnya, sikapnya tidak secantik wajahnya. Dia arogan, menyombongkan keturunan dan kekayaannya. Mulutnya amat ringan menghina dan menghardik teman-temannya. Siapapun akan dia bentak dan dipermalukan bila tidak sesuai dengan keinginannya. Tidak tanggung-tanggung siswa kelas tiga pun dia babat begitu saja.

Pernah suatu ketika saat kami beramai-ramai duduk dimusala selepas salat dhuhur, Gytha berteriak dengan nada marah memanggil kakak tingkat yang saat itu sedang khusuk berdoa. “Gusti! Cepat berdoanya!” Kami semua kaget bukan kepalang. Sosok Gusti yang sangat disegani dikalangan siswa, dia perlakukan semaunya sendiri. Gusti tak bergeming dengan teriakannya, ia tetap khusuk berdoa.

“Gusti!! Budek kamu ya?” teriak Gytha dari depan pintu musala. Kami semua bubar karena ngeri mendengar suaranya, bagai suara petir yang dipadukan dengan suara Mak Lampir, nenek ompong di film Misteri Gunung Merapi.

Dari kejauhan terdengar suara orang menasehati Gytha, mungkin dia belum tahu bagaimana dengan karakter Gytha. ‘’Mbak, sopan dikit ini musala jangan teriak-teriak,” suara lelaki itu. Yang setelah beberapa hari kami ketahui dia adalah Pak Lan, tukang kebun SMK tetangga sekolah. Karena masih satu yayasan maka dalam satu lokasi terdiri dari beberapa sekolah.

Bukannya sadar akan kesalahannya, Gytha marah-marah bukan kepalang dengan Pak Lan tadi, dengan suara sangat tinggi. Kata-katanya kasar dan tidak pantas ia ucapkan kepada orang yang lebih tua. “Nggak usah ikut campur Pak! Sampeyan itu siapa? Gaji sampeyan buat beli bedakku aja kurang kok ngatur-ngatur saya.” Kami semua terpaku diam dengan pemandangan itu. Geram.

Sejak saat itu Gytha mendapat gelar baru “Putri Genta Kuning.” Genta adalah semacam lonceng yang akan mengeluarkan bunyi apabila mendapat benturan antara bandul dan badan lonceng. Sayangnya genta disini mengeluarkan bunyi yang tidak beraturan, sehingga membuat kuping ini begitu pekaknya.

Kami semua dibuat jengah dengan Gytha. Apalagi saat ini kesombongannya bertambah-tambah, setelah Gytha mendapatkan pacar seorang dokter. Setiap hari yang diceritakan kencannya yang mahal, selalu keluar kota setiap pekannya. Makanya kami yang hanya sebagai siswa biasa lebih memilih untuk menghindar. Bicara dengan Gytha hanya sekedar saja, itupun dengan hati menahan sakit. Karena nada hinaan pasti akan Gytha suguhkan di akhir percakapan.

Kami yang satu kelas dengan Gytha, sudah amat jengah dengan sikapnya yang sok pintar dan berkuasa. Tidak bisa menghargai orang lain, bahkan sahabatnya sendiri pun Gytha tidak bisa menghargainya. Padahal bila mereka tidak ada, Gytha tidak punya teman disekolah ini. Guru BK pun tak kuasa dengan sikap Gytha, mungkin takut akan pamor orang tua Gytha sebagai penyandang dana sekolah ini.

Hingga suatu siang di istirahat kedua, saat kami sedang duduk dikantin menyantap bakso. Alya datang tergopoh-gopoh dengan wajah yang hampir menangis. Dia duduk di samping Nita, kemudian pecahlah tangis Alya. “Ada apa Ya?” kata Nita yang kebingungan seperti kami. “Kamu ini kenapa?” Nita masih mengejar Alya dengan mencecar pertanyaan.

“Sudah diamkan dulu saja, biar dia tenang,” kata Badrul setelah melihat Alya yang masih tergugu itu. “Istighfar Ya. Tidak cuma nangis saja, tapi tangis yang ada nilainya,” kata Badrul yang sok kyai itu. Nita bangkit dari bangku untuk mengambilkan minuman. Ia sodorkan segelas teh hangat ke Alya. “Ni minum dulu biar tenang.”

Setelah beberapa saat tangis Alya reda. Aku, Badrul, dan Nita sudah tak sabar ingin mendengar cerita dari Alya. Kami pandangi Alya yang masih sesenggukan itu. “Ada apa sih Ya? Jangan bikin kita-kita kepo begini?” Nita sepertinya tak sabar menunggu hingga Alya benar-benar tenang.

“Aku tadi habis salat dhuhur, terus mau ketemu Priyo anak IPA 1 dibelakang musala. Ada titipan dari ibu Priyo. Aku nunggu di parkiran. Karena lama aku capek, bungkusan dari Ibu Priyo dan mukena aku taruh di atas mobil. Aku nggak tahu mobil siapa itu. Tahunya itu mobil si “Genta.” Saat aku bersandar dimobilnya, dia datang. Bayangkan apa yang “Genta” lakukan?” Kami semua terdiam dan tegang membayangkan petaka yang bakal terjadi atas Alya. “Bisa kalian bayangkan bagaimana genta itu berbunyi?”

Aku, Nita, dan Badrun hanya menggeleng penuh kengerian. “Apa yang terjadi Ya?” Nita nyosor ingin tahu. “Dia kesetanan! Marah-marah padaku. Katanya sepionnya saja buat beli HP ku dapat dua. Beraninya kau nyentuh mobilku? Banyak orang berdatangan dan geleng-geleng kepala melihat kepongahan Gytha. Untung ada Dewi disitu, tahu aku yang jadi sumber kemarahan “Genta” dia memberi isyarat agar aku pergi.” cerita Alya selanjutnya disela-sela tangisnya. Sesekali Alya mengusap cairan bening yang keluar dari hidungnya dengan tisu.

“Sudah jangan digagas suara “Genta,” kata Badrun sambil menyendok baksonya yang tinggal satu butir itu. Alya yang masih sesenggukan dan dongkol akhirnya mengelus perut. “Nit, aku lapar. Aku mau pesen bakso, kalian mau nungguin nggak?” kata Alya selanjutnya. “Iya cepat nanti keburu masuk,” kata Nita yang kasihan melihat wajah melas Alya. “Mak! Bakso satu ya nggak pake lama,” teriak Nita kepada Mak Jum penjaga kantin sekolah. Alya makan bakso dengan lahapnya, dipenuhi rasa dongkol yang masih bercokol di dada.

Suatu saat kami heran “Putri Genta Kuning” menjadi pendiam tidak banyak tawa penuh kesombongan keluar dari bibirnya. Namun umpatan marah-marah yang selalu keluar dari mulutnya kepada siapa yang dekat. Bahkan lalat yang sempat melintas dihadapannya pun tak luput mendapat semprotan dari si “Genta.” Semakin panas suasana dikelas ini. Menurut informasi yang tersebar secara terselubung, si “Genta” diputus oleh sang dokter, pacar yang dia banggakan itu. Ibunya si dokter tidak merestui hubungannya karena sifat si “Genta” yang tidak bisa menghargai orang lain dan gaya hidupnya yang berat di kantong.

Hari-hari selanjutnya suasana kelas semakin panas, melebihi panasnya udara dimusim kemarau ini. Gentanya semakin berbunyi nyaring tak beraturan, walau hanya tersentuh angin yang sangat lembut, suaranya mampu menghancurkan gendang telinga. Tidak cuma kolaborasi petir dan tawa si Lampir, tetapi juga suara petasan di malam terakhir bulan Ramadhan, sebagai wujud kegembiraan karena mampu melewati ujian selama bulan suci itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post