Umi Fadilah, SE

Umi Fadilah, SE. Guru di MTsN 5 Tulungagung. Mengajar mata pelajaran IPS. Mencoba belajar menulis di media ini sebagai usaha mengasah kemampuan diri. Semo...

Selengkapnya
Navigasi Web

Keringnya Air Mata Rindu

Debu beterbangan seiring ayunan sapu lidi Mak Irah mengumpulkan guguran daun didepan warungnya. Sambil mengusap peluh yang mulai meleh diwajahnya, Mak Irah istirahat sebentar sambil bersandar di tiang lampu. Hari ini warung sepi. Sampai menjelang sore baru beberapa pembeli saja yang datang. Itupun kebanyakan hanya mampir minum kopi dan makan jajan gorengan. Hari yang terik mungkin mengurangi nafsu makan. Enaknya Cuma minum.

Ini kemarau kesebalas dilewati Mak Irah tanpa suaminya. Hidup sendiri dipinggir alas jati di daerah Blitar selatan, tanpa anak dan keluarga lain tentunya membuatnya kesepian. Inilah garis jalan Tuhan yang diberikan buat Mak Irah. Tapi hal ini membuatnya tetap tegar dan sabar menjalaninya. Pengunjung warunglah yang membuatnya selalu semangat dan terhibur. Cerita-cerita dari mereka membuat dunianya tidak sepi lagi.

Empatpuluh tahun lalu sepulang dari tanah rantau lampung, Pak Kus memutuskan untuk tinggal di tanah perdikan Perhutani. Dibuatlah sebedak warung kecil sekaligus tempatnya tinggal bersama istri dan dua orang anaknya. Lalu lalang penebang pohon jati dan pengangkut pasir menjadi pangsa pasar warungnya. Mereka senang mampir makan di warung Mak Irah, sebab harganya murah dan sayur lodehnya sangat sedap, khas lodeh ndeso.

Diusia yang renta, usaha warung tentulah pekerjaan yang berat bagi Mak Irah. Ingin dia berhenti, tapi tanpa para pembeli yang datang pastilah hari-harinya semakin sepi. Sedangkan kerinduannya pada canda anak-anaknya tetap terpendam dihati. Tiap hari dia menunggu anak-anaknya datang mengunjunginya. Tiap hari ditatapnya jalan didepan warungnya dengan segenap kerinduan pada mereka. Tapi rindu itu disimpannya dalam-dalam. Sudah duapuluh tahun anak-anaknya pamit merantau mencari kehidupan yang lebih baik. Itu pamitnya. Dan mereka berjanji jika sudah mapan, akan menjemput ibu bapaknya. Tapi janji itu hanya janji. Mereka tidak pernah sekalipun datang. Kering sudah air mata kerinduan Mak Irah, menanti janji bertemu. Hanya satu doanya, semoga anak-anaknya diberikan keselamatan. Dan dia selalu berdoa, semoga bisa bertemu mereka sebelum ajal menjemput.

Hari menjelang maghrib dan warung sudah tutup, Mak Irah bersiap untuk sholat maghrib. Sambil menunggu adzan, Mak Irah menggelar sajadah dan memakai rukuh. Dilantunkannya ayat suci Al Qur’an dengan lembut. Hari ini sudah juz 30 tiba di surah Al Ihlas. Tiba-tiba pintu warung diketok. Kaki Mak Irah terseok-seok menuju kearah pintu yang diketok semakin keras. Dibukanya pintu dengan perlahan, dan sesosok tubuh menerobos masuk. Bau anyir darah menusuk hidung Mak Irah. Tubuh laki-laki itu terjatuh didepan mak Irah. Ucapan minta tolong dan ampun keluar dari mulut yang mulai melemah. Dengan kaki gemetar, Mak Irah mendekatinya. Dibukanya sarung yang menutup wajah tubuh laki-laki itu. “Astaghfirullaah”. Teriak Mak Irah dengan keras. Rupanya itu adalah wajah anak bungsunya. Dirangkulnya tubuh yang mulai tidak bergerak karena nafas yang sudah berhenti. Mak Irah menangis.

Tuhan mengabulkan permintaannya bertemu dengan anaknya. Tapi rupanya inilah jalan yang diberikan Tuhan. Lelahnya penentian juga rindu yang sangat dalam harus dibayar dengan duka yang sangat pedih…..

Catatan : Diangkat dari kisah Nyata pemilik warung di pinggir alas jati Lodoyo Blitar Selatan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masyaallh, tulisan yang bikin hati terenyuh. Sukses selalu dan barakallahu fiiik

31 Aug
Balas

trm ksh bunda

31 Aug

Semangat berliterasi, semoga sukses selalu.

31 Aug
Balas

trm kasih bapak

31 Aug

Astagfirullah..rindu yang tragis bunda.. Betapa sedihnya mak Irah. Keren ceritanya bunda. Berhasil mengaduk-aduk hati pemnaca hehe..sukses selalu

31 Aug
Balas

Kasihan mak Irah. Ada lanjutannya tidak bun. Sukses selalu ya.

31 Aug
Balas

sementara belum bund. doain ada karya lain ya. semangat juga buat semua

31 Aug

Sedih....sedih hatiku,...seperti mau nyanyi bu umi semangat bu umi

31 Aug
Balas

bundo cantik satu ini...gak kebayang kl sedih. happy trs gitu

31 Aug

Akhir yg pilu

31 Aug
Balas

sementara dapat idenya yg sedih-sedih. baper

31 Aug



search

New Post