Pagi itu mendung. Langit tampak kelabu meskipun sudah pukul delapan. Matahari belum menampakkan diri. Saya menunda pekerjaan menjemur pakaian. Ah, masak sup dulu. Saya mempersiapkan bahan sup seperti bunga kol, wortel, jamur tiram putih, loncang, dan seledri. Mencuci semua bahan, merebus jamur, dan menghaluskan bumbu. Kemudian saya memasak semua bahan dan bumbu sampai matang. Sedap sekali.

Mbak Yani, orang yang biasa membantuku menyeterika dan bersih-bersih datang. Ia langsung menjemur semua cucian. Saat itu langit cerah karena matahari telah bersinar. Halaman rumah ternyata penuh mobil tamu tetangga yang sedang menikahkan putrinya. Mbak Yani meletakkan jemuran di pojok barat daya halaman. Tertutup beberapa mobil sehingga tidak tampak dari jendela rumah.

Saya mengikuti Webinar IIBF Ayo Mendongeng. Mbak Yani bersih-bersih dan menyeterika. Saat azan Zuhur ia pamit pulang. Saya salat lalu menggoreng tempe. Setelah itu saya makan bersama anak-anak. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

Kami berkumpul di ruang tengah sambil memandangi hujan membasahi semua mobil yang diparkir. Ternyata sebagian besar mobil telah berganti. Pukul tiga sore hujan reda. Saya bangkit untuk mandi dan salat asar. Ibu mertua datang dan mengajak kondangan di tempat lain. Rencana semula kami akan bersepeda motor. Saudara sepupu suami saya, Mbak Tun, mengajak kami menumpang mobilnya. Syukurlah, kalau hujan datang lagi, tidak akan kehujanan.

Saya keluar menuju rumah Mbak Tun. Betapa terkejut saya melihat pakaian yang dijemur masih di halaman dan basah kuyup. Saya minta tolong suami mengangkatnya ke teras.

Di tempat kondangan, hujan turun lagi ketika kami hendak berpamitan. Jadilah kami sedikit basah karena berlarian menuju mobil tanpa payung. Air hujan yang mengenai tubuh sangat dingin. Mbak Tun sangat bersyukur hujan telah menyirami seluruh tanaman alpukat, terutama yang ditanam di Kuwaderan. Di sana agak sulit mendapatkan air. Hujan selalu menjadi berkah bagi semua makhluk hidup di bumi.