Upit Sarimanah

Penulis dan pengajar di MP-UIN Jakarta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Komite Sekolah No Pungli

Komite Sekolah No Pungli

Komite Sekolah “No Pungli”

Penulis: Upit Sarimanah Pendidik MP UIN-Jakarta

Diberlakukannya Permendiknas 75 tahun 2016 tentang fungsi utama Komite Sekolah yang telah diundangkan 30 Desember 2016 oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM. Undang-Undang ini diberlakukan mulai awal tahun 2017. Terdapat titik terang antara bias “pungli”, bantuan, sumbangan, dan pungutan yang kerap rawan dilakukan oleh pihak sekolah maupun Komite Sekolah. Dalam hal ini, komite sekolah diizinkan menghimpun dana dari masyarakat baik donatur ataupun alumni yang sudah sukses, dan sumbangan lain dari masyarakat untuk kepentingan memajukan sekolah.

Komite sekolah adalah himpunan dari para orang tua peserta didik dalam bentuk lembaga mandiri yang berfungsi membantu sekolah dalam meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan dengan prinsip gotong royong, jelas, transparan dan akuntabel. Dengan kata lain Komite Sekolah diberi keleluasaan sekreatif mungkin untuk menghimpun dan mengelola dana bantuan sukarela asalkan tidak meminta pungutan pendidikan (Permendikbud pasal 10 ayat 2 (dua), pasal 11, dan 12).

Keleluasaan penuh dalam menghimpun dan mengelola dana tanpa adanya pengawasan akan berdampak terjadinya penyelewengan dari tujuan inti yaitu memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan sekolah. Tidak sedikit kepala sekolah yang tertangkap tangan terbukti melakukan pungli dan masuk penjara. Sangat disayangkan jika pungli dilakukan tanpa sengaja dan tidak paham mana sumbangan dan mana pungutan.

Kasus pungli Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang terjadi di Mataram, dalam operasi tangkap tangan terhadap pelaku Marzuki yang merupakan ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Hayatun Nufus. Kasus pungli lainnya, penggunaan dana KIP yang digunakan untuk pembangunan jembatan di depan sekolah yang hampir roboh terjadi di Desa Lembrawa 02 Brebes, Jawa Tengah. Karena sarpras jembatan layak yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama pemerintah daerah dan masyarakat akhirnya dilimpahkan ke sekolah karena jembatan tersebut tepat berada depan sekolah untuk sarana peserta didik menyeberang. Karena banyaknya kritikan, akhirnya 15 Maret 2017 dana KIP dikembalikan ke peserta didik setelah diskusi dan musyawarah antara pihak sekolah, aparat desa, dan komite sekolah.

Kasus pungli serupa diharapkan tidak akan terjadi lagi setelah disahkannya Permendikbud 75 tahun 2016. Sangat jelas sekali batasan-batasan fungsi Komite sekolah, contohnya pasal 3 Komite Sekolah memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan antara lain; pertama, kebijakan dan program sekolah, penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah atau rencana anggaran sekolah (RAPBS/RKAS), kriteria kinerja sekolah, kriteria fasilitas pendidikan di sekolah, dan kriteria kerjasama sekolah dengan pihak lain.

Kedua, menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif. Ketiga, mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat, menindak lanjuti keluhan-keluhan, saran, kritikan, dan apresiasi peserta didik, orangtua, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja sekolah.

Pasal 4 mengatur tentang keanggotaan Komite Sekolah. Komite Sekolah terdiri dari maksimal 30 % tokoh masyarakat, maksimal 50 % orang tua walimurid, dan 30 % pakar pendidikan. Anggota Komite Sekolah berjumlah paling sedikit 5 orang, paling banyak 15 orang. Anggota Komite Sekolah tidak berasal dari unsur pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan, penyelenggara sekolah yang bersangkutan, pemerintah desa, forum koordinasi pimpinan kecamatan, forum koordinasi pimpinan daerah, anggota DPRD serta pejabat pemerintahan/Pemda yang membidangi kependidikan. Ditegaskan pula dalam peraturan itu bahwa bupati/walikota, camat, lurah/kepala desa merupakan Pembina seluruh komite sekolah sesuai dengan wilayah kerjanya (pasal 5).

Solusi

Pertama, regulasi yang sudah diterapkan tentunya dapat dilaksanakan dengan baik. Namun seringkali informasi isi regulasi terkadang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat khususnya Komite Sekolah. Sosialisasi yang menyeluruh namun simpel dan menarik di berbagai media sehingga informasi detail permendikbud 75 tahun 2016 dapat diterima di masyarakat terbawah sekalipun. Sosialisasi ini sebagai usaha preventif dan represif dari pemerintah untuk mencegah (preventif) terjadinya pelanggaran baik disengaja maupun tidak disengaja karena ketidak paham pelaku regulasi dan juga sebagai usaha represif memulihkan keadaan setelah orang melakukan suatu tindakan pelanggaran dengan sanksi dan hukuman yang tegas bagi pelaku pelanggar regulasi.

Kedua, usaha serius pemerintah fokus dalam membenahi sarana dan prasarana dan insfrastruktur sebaiknya dilakukan lebih gencar dari sebelumnya. Sarpras dan infrastruktur yang memadai tentunya akan menunjang kenyamanan dalam pelaksanaan peningkatan mutu Pendidikan. Jika Pendidikan memang menjadi tugas pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Di sini akan membagi peran tugas pemerintah sebagai penyedia sarpras dan insfrastruktur mutu pendidikan, tugas orang tua dan masyarakat berpartisifasi membantu pemerintah dalam pelaksanaannya.

Ketiga, supervisi pemerintah bagaimana mengawasi, membina, dan mengarahkan Komite Sekolah secara langsung dalam memaksimalkan fungsinya di sekolah. Supervisi yang lebih humanis bukan mencari-cari kesalahan namun lebih banyak mengandung unsur pembinaan agar pemerintah lebih tahu mana kekurangan-kekurangan yang harus disubsidi, kelebihan-kelebihan yang perlu didukung dan dikembangkan.

Supervisi bukan semata-mata mencari kesalahan-kesalahan, namun memperbaiki dan mengembangkan. Pengawasan dan pembinaan ini juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kehati-hatian pihak Komite Sekolah dalam melaksanakan fungsinya. Nancy Kline menulis, “Supervision is an opportunity to bring someone back to their own , to show them how good they can be”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post