Upit Sarimanah

Penulis dan pengajar di MP-UIN Jakarta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Panggilan Guru Menulis

Panggilan Guru Menulis

Panggilan Guru Menulis

Penulis: Upit Sarimanah (Pendidik MPUIN-Jakarta)

Dialah yang mengajariku sampai besar

Dia adalah pahlawan yang sangat pintar

Suatu hari nanti aku juga ingin menjadi guru

Aku ingin menjadi pintar sepertinya

Penggalan puisi di atas berjudul Guruku Tercinta adalah karya salah seorang peserta didik Madarasah Ibtidiyah Pembangunan UIN Jakarta, namaya Azkia kelas 2E. Sepintas setelah membaca puisi tersebut, hati ini tersanjung bangga menjadi seorang guru. Begitu polosnya seorang anak madrasah memuja gurunya. Menjadikan sosok seorang guru sebagai figur pahlawan yang cerdas yang patut dicontoh dan diikuti jejaknya. Pengakuan jujur yang membuat para guru malu saat mereka lalai menjadi teladan. Malu pada seorang bocah yang mengharapkan cinta, kasih, sayang, perhatian, motivasi, ayoman, senyuman, pengakuan, dan arahan bak orang tua sendiri. Guru orang tua kedua di sekolah.

Sebagai orang tua kedua di sekolah, perhatian dan kasih sayang guru sepatutnya sama seperti guru mendidik anak kandungnya sendiri di rumah. Rasa kekhawatiran yang sama seperti mencemaskan anaknya sendiri.Pikiran ini langsung melayang, memikirkan si kecil pengobat penat Diva dan tiga kakak beradik Nafa, Rafa, dan Raza. Selalu ngangenin.

Mereka adalah investasi termahal sebagai bibit generasi bangsa. Muncul kegundahan yang teramat dalam, ketika ada kasus buku-buku yang tidak sesuai diajarkan di sekolah. Penarikan buku pelajaran yang berunsur fornografi, radikalisme, penyimpangan seksual, dan unsur hara dan agama. Sungguh perbuatan yang tak beradab.

Terus terang, sebagai seorang guru dan orang tua hati ini sangat terpukul ada beberapa bahan ajar sudah dirasuki ulah tidak berperikemanusiaan penulis dan penerbit. Sangat tidak bertanggung jawab. Buku yang seharusnya menjadi sumber belajar yang mendidik malah menjadi pemicu pembiasan etika, perilaku yang menyimpang, memencengkan idealisme yang benar, dan mengaburkan nilai-nilai agama. Sebuah penghianatan akademis. Sangat disayangkan.

Siaga berapa ya kalau kejadiannya seperti ini? Bisa satu, dua, bahkan tiga. “Apakah guru harus menjadi penulis buku?”, tanya saya dalam hati. Naluri tajam pendidik terbersit mempertanyakan hal itu. Kami tak rela membiarkan peserta didik mengkonsumsi buku yang tidak sesuai. Ibarat seorang ibu tak mau anaknya beli makan dan jajanan sembarangan, lebih baik ibu memasak sendiri di rumah. Pastinya aman dan menyehatkan bukan? Tentu. Menyiapkan sendiri menu, membeli bumbu, bahan makanan, lalu mengolahnya menjadi sajian menu gizi seimbang.

Jika menulis buku pelajaran sekolah ibarat mengolah makanan, alangkah sangat mudah. Sepakat sekali, gurulah yang paham kebutuhan akan materi pelajaran, pemetaan tema, dan muatan lokal yang ada di lingkungan sekolah. Memadu padankan ketiga unsur tersebut bisa dilakukan oleh guru. Sudah saatnya guru memegang peranan menulis sendiri materi pelajaran yang diampunya

Permasalahan muncul ketika ada komentar miring. “Susah loh jadi penulis, butuh waktu khusus, tidak ahli” . Akan ada nyinyir-nyinyir lainnya yang sering dilontarkan meragukan kemampuan guru.” Apa salahnya guru belajar?”. Kami adalah pembelajar otodidak bukan guru yang berhenti belajar. Beri kami kesempatan, fasilitas, studi banding, dan pelatihan-pelatihan yang menunjang. Jika ada yang meragukan kemampuan IT dan komunikasi kami libatkan kami pelatihan anti gaptek dan public speaking.

Terus belajar demi masa depan anak bangsa adalah motto guru pembelajar. Kami akan kejar predikat guru menginspirasi arahan William Arthur Ward “guru biasa hanya memberitahu, guru baik menjelaskan, guru yang sangat baik menunjukkan, guru hebat menginspirasi.” Subhanallah.

Terima kasih anak-anakku sayang, kalian penyemangat kami. Harapan kalian “Guru Pahlawanku” akan kami pegang teguh. Menulis buku yang layak dan berkualitas menjadi tanggung jawab dunia akherat. Kami guru-guru BISA!.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

SEmangat Ibu. Saya tunggu karya Ibu

24 Jun
Balas

Guru mulia karena karya, karena karya guru mulia. Sudah saatnya guru meningkatkan perannya dlm dunia pendidikan. Semangat bu, kita tunggu karyanya.

25 Jun
Balas

Memegang amanah seperti mengenggam bara. Semoga tetap kuat menjaganya. Aamiin.

24 Jun
Balas

Guru-guru bisa....Pasti bisa ... luar biasa , mba'

26 Jun
Balas

Insyaallah ya mba'. Guru harus punya buku

30 Jun

Amiiin bu erma. Thanks ya

25 Jun
Balas

Amiiin bu erma. Thanks ya

25 Jun
Balas

Sama2 pa yaroh saatnya guru yg berperan buat buku sumber yg aman

25 Jun
Balas

Semangat p wiyono. Guru pasti bisa

02 Jul
Balas

InsyaAllah bisa miss Upit

24 Jun
Balas

semangat ..!! meraih impian masa depan gemilang.

01 Jul
Balas

Gerakan litetasi awalnya adalah membaca. Dari banyak membaca manusia berproses dan diharapkan kemudian bisa menghasilkan. Menghasilkan sesuatu berupa tulisan.

25 Jun
Balas

Setuju pa zulmasri. Guru punya peran strategis dlm menulis buku

25 Jun



search

New Post