Usnita Bakti

KIDUNG RINDU BUATMU...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dua Belas Tahun Sudah

Dua Belas Tahun Sudah

Usnita Bakti, S.S

Guru MTsN 3 Padang Pariaman

Tahun 2019

MEMORAM

DUA BELAS TAHUN SUDAH

PESERTA KPPL KEMENAG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

TAHUN 2020

Hidup penuh liku-liku

Kadang berbecak syahdu

Mengintai mangharu biru

Namun semuanya sudah kehendak Yang Satu

Tertuang jua lah kedalam buku

Aku Persembahkan karya ini

Buat

Suamiku tercinta Almarhumah Edi Suriaman, S.Pd

Mutiara terindahku

Alif Fazle Mawla

Muslimah Fithrita Mawla

Abdan Sakura

Azka Dzakhwan Habibi

Saudara tempatku mengadu

Sumarni Bakti

Desma Aturrahmi Bakti

Jumaratul Husni Bakti

Asma Amalina Bakti

Teristimewa buat

Buya dan Emak semoga beliau dipertemukan

Berdua di alam sana

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan buku Memoram Dua Belas Tahun Sudah.

Dalam pembuatan buku ini Penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak.Untuk itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada keluargaku tercinta telah memberi semangat padaku untuk menyelesaikan tulisan dan terkasih buat Mas Febri telah membimbing menulis hebat di KPPL Kemenag Kabupaten Padang Pariaman

Penulis menyadari penulisan Memoran Dua Belas Tahun Sudah ini tentu masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca demi kesempurnaan karya ini. Akhirnya Penulis berharap semoga pembuatan karya ini dapat memberikan manfaat, baik bagi Penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Tigo Jerong, Februari 2020

Penulis

Usnita Bakti, S.S

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Pra Kata.............................................................................................i

Kata Penagantar...............................................................................ii

Daftar Isi.........................................................................................iii

BAB I. Tahun 2005.........................................................................1

Pra Jumpa...........................................................................1

Perjumpaan.........................................................................3

Masalah Uang Hilang dan Jemputan..............................13

“Maanta Asok” ( Meninjau )............................................18

Baralek ( Peresmian Pernikahan )....................................25

Menjalani Bahtera Rumah Tangga..................................30

BAB II Tahun 2006....................................................................34

Buka Usaha Fotocopi....................................................34

BAB III Tahun 2007 ..................................................................36

Kelahiran Anak Pertamaku.......................................36

Suami Di Terima Honor Di Tempatku Mengajar....38

BAB IV Tahun 2008..................................................................41

Kalahiran Anak Kedua ...............................................41

Diklat Sertifikasi..........................................................41

BAB V Tahun 2009.................................................................45

Jambore Cabang Padang Pariaman.........................45

Gempa ........................................................................46

BAB VI: Tahun 2010..............................................................48

Menerima Tunjangan sertifikasi ..............................48

Emak Masuk Rumah Sakit.......................................48

Kelahiran Anak Ketigaku.........................................50

Emak Meninggal Dunia.............................................51

BAB VII : Tahun 2011 – 2014

Kelahiran Anak Keempat.........................................54

Anak-Pertamaku Masuk SDIT Al Marhamah.......55

Kakakku Pindah Ke Kampung...............................56

Buat Rumah .............................................................57

BAB VIII Tahun 2015 -2018................................................59

Menikmati Rumah Baru.........................................59

Suamiku Menderita Diabetes .................................60

Lika liku Kepergian suamiku..................................60

Profil

BAB 1

Tahun Pertama 2005

Pra Jumpa

Sejak 2002 aku mengabdi di madrasah negeri di kampung sebelah. Pernak-pernik kehidupan bersama rekan-rekan seprofesiku dan muridku di lalui dengan penuh canda dan tawa. Aku sangat senang mengajar disana sehingga anak-anak juga senang padaku. Namun kegembiraan itu berubah menjadi tagisan melepaskan aku kerena SK CPNS ku keluar di madrasah yang lain . Tepat tahun 2005 aku meninggalkan madrasah tersebut.

Namun, ada seorang temanku berseloroh padaku, “Ita kalau sudah pindah dari sini mungkin madrasah ini tak akan pernah Ita kunjungi lagi”. Temanku cemas karena tempat keluar SK ku dekat dengan rumahku. Tempat mengabdiku lebih jauh. Jalannya berbukit,naik gunung turun gunung, terkadang aku jatuh di jalan.

" Ah, Pak D jangan khawatir. Hubungan silaturahmi tetap di jaga Pak. Yang penting cita-cita Ita sudah tercapai. Ita, karena masih gadis belum ada yang punya, bagaimana Pak D yang menerima sebagi adik ipar Pak D", dengan serius beliau berkata." Emang ada adik Pak D untuk Ita? " kataku tak percaya. Karena selama 4 tahun aku sering kerumah Pak D tidak pernah jumpa dengan adiknya.

Lalu Pak D meyakinkan saya dengan mengajak aku kerumahnya sambil diperkenalkan dengan adiknya. " Bagaimana habis acara perpisahan ini Ita mampir di rumah saya. " Jangan sekarang Pak D. Ita belum tahu identitas adik Pak D dan fotonya. Ita ingin tahu, adakah sekarang datanya?" tanyaku serius. Adik saya tamatan SI Sendratasik UNP tamat 2000. Pekerjaannya swasta. Ini fotonya.

Pak D memperlihatkan foto adiknya berukuran 3x4 padaku. Aku belum bisa mengambil keputusan ini. Aku berjanji pada Pak D nanti malamku hubungi ya. Tak terasa waktu sudah menunjukan 14.00 berarti acara perpisahan siswa kelas III dan guru yang pergi hampir usai. Akupun bersalaman dengan siswa-siswiku dengan uraian air mata. Setelah selesai ,aku berkemas untuk berangkat pulang.

Jarak tempuh rumahku dan tempat pengabdiku sekitar 30 kilometer dan jalan yang di tempuh sangat mengerikan. Aku mengendarai motor Astrea Hitam milik ayahku melaju agak lambat karena membayangkan apa yang aku bicarakan tadi dengan Pak D.

Aku berdoa terus. Ya Allah, kalau memang adik Pak D itu jodohku, kuatkanlah hatiku untuk bisa berjumpa dengannya. Kalau bukan itu jodohku, Ya Allah, jauhkanlah ingatanku dengannya.

Akhirnya, sesampaiku di rumah, aku menemui emak yang lagi sibuk mengayam daun kelapa menjadi bentuk ketupat. Emak setiap hari berjulan ketupat gulai. Dari dulu emak menghidupkan anak-anaknya dengan jualan ketupat setiap pagi. Ayahku sudah meninggal ketika aku masih tahun dua kuliah di Universitas Andalas Padang tepatnya tahun 2008. Aku cium tangannya. aku mengajak emak kekamar tidurnya. Sambil membuka kerudungku, dan diminta diusap kepalaku. Akupun mulai bercerita.

" Mak.' Ya, nak, tadi temanku disekolah memimta padaku. Aku mau dijodohkan dengan adiknya. Dia orangnya tamat SI juga Mak. tapi dia tidak PNS. Dia bekerja swasta. Kata kakaknya jualan di warung. Seperti wrung kita ini juga." Apa sukunya ?' kata Mak. Kalau ndak salah Caniago. Begitulah adat di Minangkabau . Terkhusus adat di Pariaman, kalau menikah harus tanya suku dulu, karena kalau kawin sesuku banyak mudaratnya kata ninik mamak . Penyebab yaitu seperti suku jambak sama jambak akan di tembak oleh petir. Caniago menikah sama suku Caniago keturunan akan bodoh. Itulah yang aku tahu.

"Alhamdulillah," kata emak. "Terserah padamu saja, kalau kamu suka teruskan saja. karena umur Ita sudah 27 tahun. kata orang sudah tua", kata emak sambil mengelus kepalaku. " Doakan ya Mak. Besok kami akan berjumpa de di Pantai Harta Sungai Limau, pukul 10.00 pagi dan ditemani oleh kakaknya." kataku mayakinkan emak.

" Emak izinkan, jaga diirimu." Cuma emak berpesan padaku jangan kita yang memulai bicara dulu, dengar dia yang ngomomg pada kita, baru kita menjawab.

Haripun sudah hampir Ashar . Aku sholat dan lalu membantu emak sebagaimana biasanya.

Malampun tiba. Aku menghayal. " Apa yang harus ku tanyakan besok ya? Pada orang itu?

Aku pun tertidur pulas, dengan seribu hayalan berlayar kepulau kapuk.

Perjumpaan

Suara kukuk ayam terdengar dari kejauahan. Membangunkan aku dari lamunan indahku berjumpa dengan admanku. Aku terbangun . Aku lihat jam dinding dikamarku menujukan pukul 04.00 WIB. Aku duduk sambil membaca doa bangun tidur. Setelah itu aku pergi berwuduk untuk melaksanakan shalat tahajud.

Aku memohon kepada Allah agar pertemuanku nanti berhasil dan sukses. Aku meminta kalau memang dia jodohku, lancarkanlah perjalananku dan pertemuakanlah. Kalau tidak Ya Allah , beratkanlah hatiku agar aku jangan dipertetemukaan nantinya.

Pukul 05.00 WIB suara azan subuhpun bergema memecah keheningan kelam. Akupun bergegas menuju mesjid di depan rumahku untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Setelah itu yang baiasaku lakukan setelah subuh membaca Al-Quran yang terkhususnya aku baca surat Al Waqiah

Usai membaca Al-Qur'an . Aku membantu emak memasak untuk sarapan pagi. Karena kami sekeluarga sudah dibiasakan untuk sarapan terlebih dahulu. Kata emak kalau kita sarapan maka kesehatan tubuh kita akan sehat. karena pembentukan darah merah diwaktu pagi. Kalau kita tidak makan maka badan ini terasa lemas dan akan datang berbagai macam penyakit nantinya.

Alhamdulillah, sampai sekarang kami sekeluarga jarang sakit kecuali flu dan batuk. setelah usai memasak di dapur. Emak bertanya padaku, Jadi kau pergi besok sama teman kau tu? Jadi mak," Jawabku singkat. Do'akan ya mak agar aku bisa berjodoh dengannya. semalam emak juga bangun, dah do'akan kau. semoga pertemuan kalian pertama ini membuahkan hasil, karena mak sudah lelah kesana kemari menanyakan jodohmu , tapi tak kunjung ditemui.

"Oh, ya mak sudah jam 06.00 . Ita mandi dulu", kataku bergegas mengambil handuk yang tersangkut dibalik pintu dapur. Silahkan, kau pagi ini sekolah dulukan Ta?" Iya mak, Aku janjinya sepulang mengajar mak dengan temanku itu. " okelah kalau begitu.

Sehabis mandi dan berpakaian rapi. Aku menuju meja makan untuk sarapan. Dimeja makan sudah duduk emak, 3 orang adikku. Buyaku sudah lama meninggal dunia sejak aku tahun dua kuliah. sekarang aku , emak ,1 orang kakakku, 3 orang adikku. Kami beradik berkakak 5 orang . Semuanya Perempuan. Aku adalah anak kedua. Kakakku sudah menikah mempnyai anak satu orang. tiga orang adikku masih dalam pendidikan SMA di Liga Dakwah yang dibawahku, dan 2 orang di SD kampungku. Namun kami tetap bahagia karena dengan hidup apa adanya keluarga kecil emak tetap hidup serba berkecukupan. Walupun terkadang makan dengan garam dan kelapa parut sewaktu aku SD dulu. Alhamdulillah dengan terangkatnya aku PNS, maka keluarga kecil emak bahagia dengan sederhana.

Setelah sarapan, akupun menghidupkan mesin honda CUP hitam yang sudah lusuh yang aku beli dengan uang honorku dulu. Aku tak ingin dulu menukar hondaku. Aku ingin membahagiakan hati emak dari penderitaan hidup selama ini. yang menghidupkan kami dengan bercucuran keringat kesawah setiap hari. Aku tak ingin emak seperti itu. dengan motor seperti itu aku senang dan bahagia. Maklum baru CPNS gajinya waktu itu sekitar Rp 780.000,- per bulannya. Kalau aku keriditkan beli honda maka aku tidak bisa bantu emak sepenuhnya.Apalagi aku sekarang harus menikah, tentulah banyak persiapan yang aku sediakan.

" Ita berangkat dulu ya Mak, Sambil mengambil tangan beliau untuk bersalaman. "Hati-hati di jalan ya, nak", kata emak dengan senang hati melepasku. jangan pulang terlalu malam, malu di lihat orang. " Iya Mak, kataku sambil menggas motor kecilku.

Motorku pun berlari kencang karena diperjalanan banyak tingkungan dan tanjakan serta penurunnan yang ku lalui sehingga bernyanyi aku

Ayam kuriak baranak kuriak

mangakeh di umpun lado

Payah bana pai ka mudiak

sudah mandaki manurun pulo

Sudah lama mendaki dan menurun sampai juga aku di tempat pengabdianku. Walupun aku sudah ditempat di MTsN dekat rumahku, Namun aku masih belum dikeluarkan jam mengajarku oleh Kamad disana. Ada satu semester lagi yang harus ku selesaikan mengajar disana karena aku mengajar kelas III. Bagaimanapun juga sebagai abdi negara , aku harus lanjutkan pengabdian itu.

" Bagaimana Ita, perjanjian kita kemarin tidak berubahkan?" Pak D mendesakku. Insya Allah Pak. Ita dizinkan sama emak. Bagaimana caranya kita pergi nanti Pak D"? tanyaku balik. " Kita berangkat dengan motor saja. UB berboncengan dengan adikku. Pak D bawa motor juga ya. Oh ya, kalian kan sudah dewasa pergi saja berdua" kata Pak D . " Eh, Ita tidak mau Pak D. Ita belum kenalan dengan adik Pak D. Ita ingin Pak D pergi dengan kami. Kalau tidak Ita tidak jadi pergi Pak D, " titik kataku tegas.

" Okelah, kalau begitu. Pak D boncengan dengan adik Pak D itu. Ita membawa motor sendiri," Bagaimana setujukan?”, dengan bijak aku memberi solusi. "Iya Ita”.

Lonceng masuk kelas berbunyi. Akupun bergegas masuk. Suasana kelas hari itu riuh sekali. mungkin siswaku melihatku agak ceria dari pertemuan sebelunya. salah seorang siswaku begurau padaku. Ah, Ibu Ita cantik hari ini. Ibu mau jumpa seseorang ya?," godaan mautnya. lalu kujawab,” emangnya kenapa, Lo kok sewot”. Cemburu ya”. Kami tidak cemburu buk, kami doakan semoga ibuk dapat jodoh orang sini. Kami dengar ibuk sudah keluar SK nya di sekolah lain. Ah bisa saja kamu. Mudah-mudahan ya nak, terima kasih do'anya.”

Akupun masuk pelajaran awal semester 2 untuk siswaku. Waktupun berlalu.Pertukaran Jam pun sudah terlewati. Akhirnya sampai pulang sekolah.

Pak D pun sudah menunggu dan bertanya kepadaku kemana kita akan pergi. Akupun menjawab dengan suara agak gementar. Hemmm, kemana bugusnya Pak D'? Kataku bertanya lagi. Kita ke Pantai Harta saja ya Pak D. Nah, baiklah. Ayo kita berangkat. Aku duluan membawa motor dari beliau berdua. karena perjalanan dari Madrasah ke Pantai Harta memakan waktu setengah jam.

Dalam perjalan, Pohon-pohon mengintai pertemuanku. Daun-daun ikut bergoyang. burung-burungpun ikut berdendang. Pertanda ada dua insan yang akan dipertemukan. Aku selalu bertasbih ditengah deru motorku yang menderu, menghilangkan gemetar tubuhku dan dak dik duk debar jantungku.

Diperjalanan Pak D memotong perjalanan motorku. Sir. Tasirok Darah Didado. Aku terkejut sehingga hatiku galau. Apakah ini pertanda cinta. Ah, aku bawa motor. kufokuskan kembali ingatanku membawa kendaraan laju menuju Pantai Harta.

Akhirnya sampai juga aku di Pantai Harta. Pak D lebih duluan sampainya dari padaku. Mereka lebih dulu menikmati pantai yang sejuk dipandang mata semua para orang penjaja cinta, termasuk aku. Ah, Pak D mentang -mentang laki-laki kalahi perempuan," kataku bersenda gurau.

" Ita, ini adikku . Kenalan lah kalian dahulu. Pak D ke ujung sana ya?'' Pak D berlalu meninggalkan kami berdua. Aku ketakutan. Aku teringat masa Di SMP duu menjalin cinta dengan anak MAN. Aku diajak di Pantai juga kemudian di maksa aku untuk diciumnya. Aku berlari. Hatiku gundah dan cemas. Dengan melihat parasku kecemasan, Adik Pak D betanya padaku. " Mengapa wajah buk guru kelihatan cemas, adakah yang hilang?" tanya serius. Aku pun bangkit dari kecemasanku. Ah, tidak. Aku takut kejiadian dulu terulang lagi. Yang berlalu jangan diingat lagi buk guru. Ada aku disini yang baru, " kata adik Pak D itu menghiburku. Oh, ya, cik gu siapa namanya,". Aku tak menjawab satupun pertanyaan, dan aku pun tak bertanya. singakat kata. Dia bilang padaku. "untuk apa kita ke Pantai ini hanya diam membisu. Aku semakin kaku dengan kata-kataku. Kulihat Pak D entah kemana. Teganya Pak D meninggal aku berdua. Mungkin dengan cara ini dia mendekatkan kami. Akupun pasrah menerima kenyataan galau tak menentu ini.

" Pulang kita yuk," Yuk, kataku cepat. Diapun meminta kunci motorku. Biar aku yang bawa. kunci motorku , kukasih padanya. Dalam perjalannan pulang aku tetap diam seribu bahasa. Diapun diam tak berkata satupun. Suatu persimpangan diapun menghentikan motorku. " Aku sampai disini saja ya, kerena aku mau ke Pariaman, dan ditunggu kakakku disana. Sampai jumpa dirumahku nanti ya", katanya meyakinkanku. "Maaf ya Uda, atas pertemuan ini, hanya sebentar, Oh ya, nama uda siapa?" .tanyakan sama Pak D selengkapnya. Kan masih ada pertemuan kita selanjutnya dirumahku. "Terima kasih ya", da .

Diapun berlalu menaiki angkot ke Pariaman. Aku membawa motor keciliku pulang kerumah. Dalam perjalanan pulang , aku terlena dilamunan kehidupan beruku setelah jumpa dengan dia.

Apakah itu yang dinamakan jodoh. Aku tak biasanya berkenalan dengan orang seperti itu. Aku selalu lincah. bertegur sapa. bersenda gurau. malah aku disekolah dibilang guru yang paling heboh. Tapi yang untuk pria satu ini . Aku mati kutu.

Akupun sampai di rumah. menyabut tangan emak dengan penuh gelora ketakutan. Apakah berhasil perjalannanmu tadi nak?, kata emak padaku. entahlah Mak. Ita jumpa dia, tak bisa berkata satupun. heran ita mak,ilmu apa yang dia pakai, sehingga aku tak tau namanya, dimana dia berkerja, tamatan apa, yah ita galau mengahadapinya Mak' kataku resah. Ya sudah, mandilah kau dulu, serahkan saja kepada yang Kuasa. Semoga itulah jodoh kau.

Aku pun menuju kamar tidur. Aku rebahkan tubuhku, Seribu tanda tanya dalam benakku. “Aduh, lumayan juga orangnya. Mengapa aku tak tanya tadi, siapa namanya, kapan lahirnya, mengapa aku gagap dan tekatup semua mulut ini. Ah, biarkan saja lah, Kalau memang jodohku, pertemukanlah Ya Allah”, gumamku dalam hati.

Aku bangkit dari lamunanku. Hari sudah menunjukan pukul 17.30 WIB . Aku menuju kamar mandi. Setelah itu aku membersihkan rumah. Malampun berlalu

Keesokan harinya. Hariku mengajar masih di madrasah lamaku. Pagi itu cuaca sangat indah, bunga-bunga bermekaran, dedaunan melambai-lambai bak ada sesuatu yang ia saksikan, burung-burungpun ikut bernyanyi menyaksikan indahnya dunia. Seolah-olah mengetahui apa kegembiraan dalam diriku, yaitu bertemu dengan Pak D.

Aku pun termanggu melihat bunga-bunga yang ada di depan kantor majlis guru. “Oi, Ita. Apa yang dimenungkan. Tak lari gunung di kejar.”, Pak D mengejutkanku.” Uh, Pak D mengganggu kesenangan orang saja”, kataku terkejut. Hari itu baru kami berdua yang datang duluan kesekolah. Maka ada kesempatan bagi kami membahas pertemuan yang kemarin bersama adiknya.

Pak D pun memulai bertanya padaku. “ Ita, menurutmu bagaimana adikku?, apakah Ita suka pada Adikku?, Itulah adikku. Dia itu adik sepupuku.. Dia anak bungsu dari 5 bersaudara.” .

“Oh,ya, kemarin itu UB tidak tahu namanya, Siapa namanya Pak D ?, tanyaku lagi. “ Jadi UB kemarin itu ngapain saja. “Salah Pak D sih, ninggalin UB bersamanya. Tidak muhrim tau.”jawabku sewot. “ Maafkan Pak D. Namanya Edi Suriaman Panggilan di kampuang Buyung Bulun. Kalau Ita tanya Edi di kampuang orang-orang tidak kenalm tetapi kalau teman sekolahnya tahu,” lahirnya tahun 1975. Apakah ada yang ditanyakan lagi calon adik iparku?” gurauan Pak D.

“ Ita ragu Pak D. Apakah adik Bapak suka pada Ita. Kok sudah ngomong calon adik ipar sih,” tanyaku lagi. “ Iya, dong. Dia yang mengatakan pada Pak D semalam. Dia bilang sama saya. “Uda, lanjutkanlah pertemuan kami nantinya. Berarti dia suka sama Ita, malah dia lupa juga menanyakan nama Ita itu kemarin”, kata Pak D meyakinkan aku.

“Wah, aku lupa Pak D, kriteria pria idaman Ita itu, pertama orangnya rajin ibadah, kedua mengikuti pengajian rutin, ketiga sarjana, punya pekerjaan, keempat sayang padaku, dan kelima tidak merokok. Apakah kriteria itu ada pada diri dia ?”, tanyaku. “ Yang saya tahu dia memiliki semua itu, Cuma ada satu ,dia merokok, tetapi tidak candu, hanya sebatas pergaulan saja. Mungkin itu bisa dirubah dengan berjalannya waktu, Jawab Pak D tanpa canda.

Pembicaraan kami terhenti karena ada rekan kami mulai berdatangan . Merekapun curiga kepada kami. Sehingga suasana riuh canda dan tawa mulai terdengar. Pak D sangat pintar mengalihkan pembicaraannya. Sehingga bisikan kami tadi hilang di telan pembicaraan horor mimpi Pak D semalam. Lonceng masukpun berbunyi. “ Nanti pulang sekolah sambung lagi ceritanya, ya Ita’ Pak D mendekatiku agar yang lain tak ketahuan. Namun rekan-rekanku pun curiga.

Waktu PBM pun berlalu. Bel panjang berbunyi. Pertanda aku harus mengakiri pelajaran hari ini. “ Anak-anak silahkan kumpulkan tugasnya, silahkan ketua pimpin doanya,” . dengan bergegas akupun menyiapkan berkas – berkasku yang masih belum tersusun di dalam tasku. Merekapun berslaman. “ Hati-hati di jalan, salam sama orang tuanya,”kataku megajarinya berbuat baik.

Aku kembali ke kantor majlis guru. Sepertinya teman-temanku mulai curiga padaku. Maka memberikan surat pada Pak D. yang isinya pembicaraan ini kita lanjutkan di rumah Pak D saja. Maka Pak d memberikan isyarat padaku denga kedipan mata. Kamipun pulang bersama kerumah orang tua Pak D yang tidak jauh dari madrasah tersebut.

Rumah orang tua Pak D tidak asing lagi bagiku. Aku sering numpang shalatb dhuha dan zuhur disana. Orang yua Pak D sudah ku anggap orang tuaku sendiri. Makan siang telah dihidangkannya. Kamipun makan siang. Sambil menikmati makan siang, Pak D memujiku. “Kalau Pak D belum menikah mungkin Pak D meminang Ita jadi istri, kalau adikku tidak suka. Aku akan paksa dia, kata pak D .” Janganlah Pak, cinta itu tidak boleh dipaksakan. Tidatemuk lari gunung di kejar, ikan dilaut, asam di gunung dalam belanga berjua”, kataku perpetitih. “ Oh, ya. Pintar juga Ita ya”, Angguk Pak D sambil mencuci tangannya habis makan.

Aku menyudahi makan siangku bersama Pak D. Persaanku tak enak hari ini, mengapa darahku berdisir, dan jantungku berdebar. Apakah adik sepupunya Pak D disuruh ke sini. Pucuk di cinta ulam tiba. Ternyata sejak tadi dia sudah mendengar pembicaraan kami karena adiknya ada di dalam kamar. Aku terkejut ketika dia keluar dari kamar Amak Pak D, mungkin ada yang dibicarakan dengan anaknya itu.

“Eh, cik gu. “Apa kabarnya? Masih takut ya kejadian kemarin. Emangnya wajahku menakutkan Uda D. Sejak ketemu di pantai Cik Gu ini cemas dan ketakutan. Dan saya dengar tadi dia berbicara dengan Uda sangat humor dan penuh senda gurau. Mengapa Cik Gu sekarang diam?, lagaknya seperti orang yang sudah kenal puluhan tahun dengan ku.

“Ah, Kemarin tu situasinya beda lo Bang. Nama Abang saja saya ndak tahu. Nama Abang siapa? “. Dengan agresif aku bertanya. “ Begitu dong buk guru. Mungkin suasana yang membuat kita agak grogi. Panggil saja Edi. Perlu nama panjangku?. Dia balik bertanya. “ Sudahku dapat dari Pak D seluruh identitas Abang”. Jawabku dengan jalas.

“ Di duduklah di kursi tamu lantai dua kita. Berdiri saja kamu bawa Ita ini.” Pak D menyuruh kami untuk lebih serius pembicaraannya. “ Jadi nama Cik Gu, Ita ya.

Wah, nama ini cukup pemiliar dikalangan para artis. Ita Purnama Sari panjangannya ya”. Dia bercanda padaku. “

Akupun tersipu malu. Menjajaki jenjang rumah Pak D kelantai satu. Aku dipersilahkan oleh Pak D duduk. Kamu mulai masuk pembicaraan yang serius.

“ Bang nama panjang ku Usnita Bakti. Di sekolah siswa memanggilku Buk Husni. Di rumah di panggil Ita. Aku menjawab.

“ Kenapa tidak di pantai kemarin kita bersenda gurau ini ya? Kan lebih asik menikmati indahnya pantai Harta”. Abang Edi melanjutkan guraunya.

“Sudahlah Bang sekarang kita bicarakan hubungan kita yang lebih serius. Apakah Abang sudah siap menerima Ita apa adannya. Ita bukan mencari pacar, tetapi mencari calon pendampimg hidup. Umur Ita sudah 28 tahun. Orang tua Ita sudah mendesak Bang. Apakah Abang serius dengan hubungan kita ini.” Aku tak menghiraukan apa kata dia dihadapkan kakaknya.

Pak D pun menyambung pembicaraanku.

“ Di. Menurut Uda , kamu sudah tua. Umurmu sudah 29 tahun. Kamu sudah punya usaha pula. Walaupun itu kedai kecil. Yang jelas berumah tangga itu modalnya kasih sayang, saling pengertian, dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Kalau ,masalah ekonomi. Kan sudah ada Ita yang tetap satu. Kau jualan. Mana tahu nanti kau di bawa juga honor di tempat dia mengajar. Kau punya Ijazah SI keguruan. Manalah nanti “tabangkik batang tarandam” tu. Cubolah kau pikirkan dalam satu minggu ini. Shalat istikharahlah dan tahujud. Minta pada Allah kalau memang ini jodoh yang terbaik diberikanNya.” Siraman dakwah Pak D pada adiknya. Pak D adalah seorang ustazd dan imam di mesjid kampunya itu.

Aku termenung mendengarkan nasehat pada tersebut. Sambil bergumam aku, melihat ada ketenangan dalam jiwaku. ‘Ya Allah, semoga Engkau pertemukan Aku dengan Bang Edi, kerena dia aku lihat sangat patuh dan santun pada keluarganya.

Aku terkejut dari lamunanku, ketika Bang Edi bertanya padaku.

“ Ita. Apakah suka pada Abang yang tidak bekerja tetap ini. Abang tidak bisa membahagiakan dengan harta. Karena Abang cuma punya usaha warung kopi. Warung itu di kontrak juga. Setiap hari jual beli hanya sedikit, tidak mampu menghidupkan keluarga nantinya. Fikirkanlah dulu sebelum ada penyesalan di antara kita nantinya.”

Aku berupaya meyakinkan jawaban Bang Edi. “ Sebetulnya, keberanian kita berdua. Apakah Abang siap menanggung derita bersama. Apapun yang terjadi kita tetap bahagia, canda , dan tawa. Masalah rezki sudah ada yang mengantur. Kita tetap berusaha dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Dan begitu pula dengan pertemuan ini . Kalau niat kita baik, beribadah kepada Allah maka jadilah ibadah..Mudah- mudahan pertemuan ini di berkahi Allah.”

Pak D menyambung lagi pembicaraanku.

“ Nah itu, memang benar kata Ita,” tinggal sama Edi lagi. Uda tunggu jawaban kamu minggu depan.

Aku minta izin pulang karena hari sudah hampir Ashar. Aku izin sama Bang Edi, Emak Pak D, dan juga Pak D. “ Assalamu’alaikum.

Aku menghidupkan mesin motorku. Bang Edi selalu mamandanginya.

“ Hati-hati di jalan , nanti kesambet orang”, katanya berguarau.“ Oke Bang. Akupun melaju dengan cepat.

Masalah Uang Hilang dan Jemputan

Jam berganti jam. Hari berganti hari. Semua kulewati dengan beribu-ribu cita-cita dan impian. Seandainya pertemuan minggu ini memang kami menyatukan sama persepsi dalam suatu menjalin pernikahan

Mentari pagi mulai besinar terang. Pertanda akan dimulainya suatu langkah baru tapi pasti. Sepertiga malam terahirku tetap hadir menyuarakan hasratku bisa menjalin hubungan keluarga dengan Abang Edi.

Emak mananyakan masalah pertemuanku dengan bang edi. Adakah berlanjut atau tidak. Aku bilang sudah berlanjut kepada beliau. Emak mengatakan semoga kalian dapat dipertemukan.

Aku pamit untuk berangkat sekolah. Sambil mencium tangan Emak. Aku meminta doanya agar pertemuan kali ini telah tuntas dengan masalah uang uang hilang dan jemputan.

Motor kecilku pun malju kencang. Aku sampai di madrasah. Masih yang paling utama aku datang. Aku bersihkan ruangan guru yang sangat kumuh. Mungkin kemarin hari hujan. Jadi banyak lumpur yang diinjak oleh temanku masuk kantor. Maklum madrasahnya terletak diperbukitan. Ketika hujan banyak air yang tergenang karena alirannya tersumbat.

“Assalamu’alaikum, Cik Gu. Rajin Ni ye. . Pak D menggoda lagi.

“Makasih Pak D. Wah Pak D kenapa bersahaja hari ini? .Serayaku memuji.

“ Ah. Ita. Ada maunya kali. Pak D sejak dulu bersahaja juga kan. Pak D ragu nih sama Ita”. Kata Pak D memancing perkataanku.

“Sssssss. Ada kawan kita datang. Kami terdiam. Seolah-olah tidak ada kejadian. Hanya sapu yang berdesir menyisir pasir di lantai.

Pak Saidi yang dari luar telah mendengar pembicaraan kami.” Apo tu Ta nan babisiakan ka Pak D?” . Dia bertanya padaku.

“ Ah. Pak Saidi cemburu ya,” . Ada lah , tunggu saja tanggal mainnya Pak. Semoga rahasia ini sukses”. Akupun berkata tegas.

Bel masuk berbunyi. Aku bergegas masuk kelas. Hari ini Aku mengajar Keterampilan dan kesenian. Siswaku minta diajarkan tari Payung, untuk persipan pergelaran nanti. Maka aku mulai mengajarkannya berlatih menari tari payung. Sungguh enak belajar hari ini. Sehingga Akupun menikmatinya. Sampai aku terlarut dalam kegembiraan siswa-siswaku. Sampai aku tak tahu kapan lonceng pulang berbunyi. Dan Pak D mengingatkan aku bahwa orang sudah pulang. Siswaku pun mulai curiga. Ada bisik-bisik kecil dari siswaku. Karena yang ku tahu ada keponakan Bang Edi sekolah disini. Jangan-jangan dia sudah tahu hubungan kami.

Salah seorang siswaku bertanya.” Apakah Ibu calon Mak Ciak wak” . Manga Mak Inggih saya ke ibu?.” Indra berkata dengan logat Minangnya. “ Akupun terdiam.

Aku tidak menggubris pertanyaan siswaku itu. Aku tetap berkemas untuk pulang. Kusuruh Andi dan Rido membuka kabel spaker. Dan siswa bersiap-siap pulang.

Pak D tak sabar menungguku. Dia mengatakan agar aku nanti singgah lagi dirumah sesuai demgan perjanjian kami seminggu yang lalu. Aku pulang dan singgah di rumah orang tuanya Pak D.

“ Asslamu’alaikum.”

“ Wa’alaikumsalam,” Emak Pak D menjawab salam ku. “ Buyuang sajak tadi manunggu Ita, dia diatas”. Aku di suruh Emak Pak D ke lantai atas sambil menanyakan kepadaku, “ sudah makan siang nak?”. “ Sudah Mak. Kebetulan tadi Ita bawa nasi kesekolah Mak.

Aku lihat bang Edi lagi santai membaca majalah di atas meja. “Mengapa lama sampainya. Abang sejak tadi menunggu. Hampir Abang putus asa . Mungkin Ita tak mau lagi jumpa. Abang tak pantas untuk Ita. Ita sudah PNS, abang cuman Swasta.” Dia menarik diri.

“Ah, tidak seperti yang Abang bayangkan . Ita tadi mengajar anak menari. Saking asiknya menari lupa dengan jam. Maafkan Ita ya Bang.” Aku merunduk malu.

Bang Edi membuka pembicaraannya.

“ Ita. Abang akan melanjutkan hubungan kita ini kepernikahan. Mau kah Ita menerima Abang sepenuhnya?, Abang sudah pikirkan dan keluarga Abang setuju pula dengan Ita. Kalau dapat kata keluarga Abang . Datanglah beberapa keluarga Ita ke rumah Abang. Kalau istilah adatnya Pariaman. “Maantaan Asok” ( meninjau ) maksudnya persetujuan kedua belah pihak kapan pertunangan akan dilaksanakan.”

Aku mengangguk. Dan juga memberikan beberapa persyaratan yang mungkin akan mengganggu pertunangan nantinya.

“ Kok kecek lah bakadangaan”( Sudahku dengar kata abang). Bagaimanapun juga, kita di Pariaman kental dengan adat istiadatnya. Sebenarnya Ita tidak suka dengan uang jemputan dan uang hilang Abang. Tapi dikarenakan kita di kampung tentu ini kita bicarakan juga hendaknya.”

“Oh, masalah tu, adalah ninik mamak urusannya. Bukan kita yang menentukan. Sejauh yang Abang tahu, kalau uang jemputan dan uang hilang ditentukan pada pertunangan kita nanti.” Kata Bang Edi.

“ Iya. Sebelum orang itu berumbuk . Apa salahnya kita yang menentukan jumlahnya. Untuk Abang ketahui. Ita adalah anak satu-satunya yang punya uang. Yang sekolah tinggi. Kakak Ita sudah menikah. Itupun hidupnya pas-pasan. Adikku ada tiga orang perempuan masing dalam kondisi belajar. Jadi kalau Abang dijemput terlalu mahal. Ita tidak sanggup Bang. Paling juga SK PNS Ita yang digadaikan. Setelah menikah, biaya kita bagaimana Bang. Makanya sekarang Ita meminta kepada Abang agar Abang tahu kondisi keluarga Ita. Ita dapat embayar uang hilang 5 juta rupiah, jemputan 5 emas. Abang bisa bilang sama mamak dan orang tua Abang. Bialang sama mereka kalau tidak sebanyak itu, maka Ita lebih baik mundur. Mungkin hubungan kita sampai di sini. Dengan panjang lebar ku utarakan fikiranku.

Abang Edi termenung. Dia tidak bisa menjawab apa yang aku katakan.

“ Ya, sama-sama kita dengar nanti. Kalau keluarga Abang tidak setuju. Apa boleh buat. Kita bertemu sampai di sini saja. Anggaplah pertemuan ini menambah saudara Ita dengan Abang. Jangan segan-segan. Tetaplah bersahabat sebagaimana mestinya. Abang berdoa semoga permintaan kita dikabulkan oleh Allah SWT.

“ Amin. Butiran bening mengalir dipipiku. Mudah-mudahan bukan pertanda perpisahan, namun akan menhasilkan pertemuan. Air mata kebahagiaan.

“ Kapan keluarga ku ke rumah Abang.” Aku bertanya dengan nada rendah. “ Sabtu malam, habis Isya kata orang tua Abang. “ Dengan nada rendahnya juga.

Aku minta izin pulang sama Emak Pak D. Kali ini Pak D tidak mengikuti perjalanan cerita kami. Pak D sudah yakin kalau kami akan dipertunagkan nantinya. Sehabis minta izin. Aku pun pergi berlalu dengan motor kecilku.

“Asslamu’alaikum. Emak, emak, emak.” Ku panggil emak tidak menyahut dari dalam. Mungkin Emak ke sawah dengan 3 orang adikku karena hari ini emak panen padi. Akupun membuka pintu lewat belakang. Aku tukar baju dinasku dengan baju ke sawah. Aku ingin membantu Emak mengangkat padi dari sawah ke pondok peninggalan almarhum Buyaku. Aku pun bergegas pergi berjalan kaki. Jalan pintas yang kulalui menempuh sungai yang dangkal.

Akhirnya, aku sampai di sawah. Padi terhampat luas menguning seperti bak permadani emas yang siap untuk di jual. Petani bekerja berhatia riang. Padinya merunduk dan berisi. Kenangan indah bersama Buya dulu terukir indah di sawah ini. Aku membantu Buya dulu membuat persemaian, menghaluskan sawah yang akan di tanami. Mencabut benih padi. Wah, asiknya kenangan itu. Tak bisa diukirkan dengan kata-kata.

“ Ita. Alah makan kau.” Emak mengejutkan aku dari lamunanku.

“ Alun Lai Mak. Lai ado nasi Mak?”. Aku membuka bungkus nasi yang ada dalam baskom Emak. “ Ada. Makanlah kau. Nanti bantu Emak bawa padi keluar dari sawah. Ya”. Emak memerintahku.

Setelah aku selesai makan . Aku bantu Emak mengangkat padi dari sawah menuju pondok.

Kekuniangan rona langit mulai terlihat jelas. Matahari mulai kembali keperaduannya. Aku, adikku, dan Emak bersiap untuk pulang ke rumah. Perjalanan pulang. Emak menanyakan kepadaku bagaimana hasil pertemuan kami tadi. Aku mengatakan pada emak. Emak dan beberapa kel uarga kita di suruh orang tuanya pergi kerumahnya Sabtu malam, habis Isya.

“ Alhamdulillah. Panen kita siap. Acara kamu siap pula kita jalankan”. Emak dengan senangnya mendengar ucapan ku tadi. Aku juga bahagia Mak. “Besok Emak ke Padang menengok kakak Busriyal dan Bustanil. Untuk membicarakan ini padanya. “Iyalah Mak.” Kataku lagi.

Kami pun sampai di rumah. Hari sudah senja. Matahari pun sudah kembali keparaduannya. Bulan pun mulai membelalakan matanya. Aku pun sudah letih. Setelah Isya aku tertidur pulas. Aku pun tidak tahajud malamya.

“Maanta Asok” ( Meninjau )

Pagi Sabtu, Emak pergi ke pasar Kampung Dalam. Emak membeli beberapa persiapan yang akan di bawa nanti nya ke rumah keluarga Abang Edi.. Tradisi yang biasa dilakukan dalam mmeninjau ini membawa ayam songgeang ( ayam yang masih mudah dan tidak keras dagingnya.di masak dan tidak di potong- potong dagingnya) dan kue beberapa buah saja.

Sesampai di rumah , aku membantu emak memasak sambal ayam songgeang . dan juga membuat lapek bugis. Hari Sabtu ini adalah jam istirahatku. Aku mengambil hari keluarga.

“ Ta. Apakah kau sudah rembukkan masalah uang japuik inyo. Baa kaba e? Bara keceknyo”. Emak membahas masalah uang jemputan denganku.

“ Patang tu kami kecean uang japuik 5 ameh , uang hilang 5 juta. “ jawabku pada Emak. “ Nanti jadi bahan dek kami , bahwa kalian berdua membuat keputusan sebanyak itu. “ Iya Mak. Ita sudak katakan sama bang Edi kalau indak sabanyak tu. Ita mundur dari pertemuan ko. “ Kecek Ita Mak ka Bang Edi tu. Jadi Emak harus bertahan dengan harga yang sebanyak itu.

Akhirnya siap juga yang di masak . Aku dan Emak beristirahat. Aku mandi akan melaksanakan ibadah zuhur. Emak terlelap dengan keletihanya. Ku Pandang wajah Emak. Luluh hatiku. Engkau Wanita tegar Mak. Tanpa ayah kau menghidupkan kami dengan penuh kasih sayang. Semoga acara malam nanti membawa kebahagian di hati Emak Ya Allah. Aku melaksanakan ibadah zuhur.

“Assalamu’alikum.” Ketiga adikku sudah pulang dari sekolahnya.

“Waalaikumsalam. “ Harumnya. Pasti amak buat sambal ayam ya Nita.”. Iya jawabku sambil tersenyum. Heem. Nita kabatunagan ciie.cie, cie.” Adikku pada sewot. “Hus. Doakan saja semoga acaranya lancar. “ Amin kata adikku serentak.

“ Pergi sana. Shalat zuhurlah kalian dulu. Baru makan.” Aku pun menyuruh adikku.

Matahari pun mulai turun keperaduannya. Sinar panasnya mulai menghilang. Hanya ada hembusan angin sepoi-sepoi yang akan mengantar malam. Malam pun tiba. Emak sudah berkemas untuk berangkat ke Padang Alai tempat Bang Edi tinggal. Kakak sepupu laki-lakiku pun sudah datang dari Padang membawa mobil pribadinya. Mereka berangkat empat orang. Aku dan 3 orang adikku tinggal di rumah.

Sehabis Pulang dari Maanta Asok, Emak bercerita padaku esok harinya. Karena semalam kami telah tidur.

“ Ita keluarga Si Edi itu baik dan santun. Sempat juga kami berdebat sama kakaknya yang tinggal di Padang. Kakaknya itu meminta uang hilang 10 juta. Terus emak katakan bahwa Ita sama Si Edi sudah sepakat uang hilang 5 juta , emas 5. Kalua tidak sebanyak itu mereka tidak melanjutkan hubungan ini.” Kata emak padaku

“ Terus apa kata kakaknya itu Mak?” aku balik tanya

“ Pak D yang mengenalkan kamu dengan Si Edi ini yang membantah. Apa katanya. “Elok, indak bisa sarupo tu doh. Adiak ko alah sepakat dengan uang hilang jo japuik ko. Tinggal kita lagi. Apo nan ka Elok pertahankan. Adiak kito indak bakarajo doh. Minta lo uang hilang banyak-banyak. Kok wak minta na banyak-banyak , sibuyuang ko lo nan ka payah bisuak. Tantulah Ita ko SK nyo nan kanyo gadaikan ka bank. Baa gakti lok tua. Pak D itu memberikan pandangan kepada kakaknya yang di panggil elok.

Akhirnya , dengan penguatan yang diberikan Pak D tadi. Sepakat ninik mamak menyetujui auang japuik dengan uang hilang tadi. Dan untuk hari pertunangan ku juga akan ditentukan ketika rapat duduk ninik mamak yang akan diselenggarakan dirumahku/

Hari Pertunangan\

Sebulan setelah maanta asok ( meninjau ). Keluargaku mempersiapkan segala yang disediakan dipertunangan ku nanti. Sistem pertunangan di kampungku sangatlah unik. Pihak perempuan pergi membawa aneka masakan ke rumah keluarga laki-laki. Biasanya orang yang membawanya sekampung dan ipar besan yang berhubungan dengan keluargaku/ Ada yang membawa ayam Songgeng, Ayam Goreng, ayam dadar, ikan panggang gurami yang di hias. Aneka kue-kue, dan lapek bugis serta sikoci adalah makanan yang penting untuk diberikan.

Namun malam sebelum berangkat ke rumah pihak keluarga laki-laki diadakan dulu acara rapek duduak ninik mamak artinya bermusyawarah dengan ninik mamak, menentukan hari pernikahan nantinya. Hasil musyawarah inilah yang akan dimusyawarahkan lagi besok di rumah keluarga Bang Edi. Ibu-Ibu orang sumando ( istri dari kakak laki ) membuat lepat bugis di dapur. Sehingga Musyawarah selesai. Lepat yang di buat belum juga selesai.

Karena sibuk mmembantu orang di dapur membuat lepat bugis, Aku tidak tahu kapan hari pernikahanku di tetapkan. Aku bertanya pada Ajo Busriyal.

“ Tanggal berapa jadinya pernikahan Ita,Jo?” Sambil duduk dekatnya.

“ Ambillah kalender Ta. Tandakan ,kalau indak salah Jo tanggal 22 September 2005. Itu baru musyawarah kita di sini. Jadi sebenar keputusan ada di pertunangan nanti Ta.” Jawab Ajo menerangkan. Kita dengarkan besok keputusan ninik mamak di pihak keluarga dia.

“ Baik Jo.” Aku pun kembali membantu emak buat lapek bugih jo si koci.

Hari sudah larut malam. Suara jengkerik bersahut-sahutan. Aku merebahkan badan dalam kamar dan tertidur pulas,

Keesokan harinya , Sabtu 20 Mei 2005, pukul 14.00 WIB. Keluargaku telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk di bawa ke keluarga Bang Edi. Sanak saudara ku telah berkumpul dirumahku. Masing-masingnya ada yang membawa sambal ayam bermacam persi, ada juga bermacam-macam kue, dan juga buah pisang. Ini membuktikan semangat gotong royong di masyarakatku. Tradisi ini masih turun menurun sejak nenek moyang dulu. Ketika seseorang punya anak gadis di atas rumah, bagaimanapun juga harus mempersiapkan tabungan untuk pertunangan anaknya nanti yaitu dengan cara membantu juga orang yang punya anak gadis.

Aku sangat gembira. Tidak sia-sia usaha Emak selama ini. Alhamdulillah banyak sanak yang datang untuk pergi mengantar kue dalam pertunanganku. Aku tetap mengharap pada YME agar pertunanganku lancar dan membawa berkah.

“ Ita, bantu Mak menyusun lapek ini. Mak mau mandi lagi.” Iya Mak. Aku ke dapur dan meninggalkan tamu yang banyak diruangan tamu. “Wah. Banyaknya lapek lagi ya mak? Mau dibawa semua ya Mak? Yang mana mau di susun ini Mak?” Aku tetap bekerja sambil mengambil dulang penarok lapek.

“ Kau ambillah yang bungkusan rapi. Susun di dulang yang besar. Pandai-pandailah kau menyusunnya. Lapek sikoci kau susun pula pada tempat yang berbeda. Hiasan dengan seindah mungkin karena itu akan di ihat orang nantinya pekerjaan kita. Yang selebihnya, kau bungkus 10 perbungkusnya. Bungkusan itu akan Emak berikan kepada Mintuo ( istri paman )dan katangah ( kakak ipar ) dan juga orang membantu kita tadi malam. Nanti sehabis dari pertunanganmu, jangan lupa kau berikan bungkusan itu, ya.” Emak dengan rinci megaraahkanku.

“ Iya. Mak. Mandilah lagi Mak. Orang-orang sudah banyak di depan rumah kita. Nanti terlambat Mak.” Baik lah. Emak mandi. Kau bersihkanlah dapur ini. Ambilkan handuk Mak di kamar. Belikan Mak sampo. Mak mau keramas.” Baiklah Mak. Aku bergegas membelikan sampo dan mengambilkan handuk Emak ke kamar.

Mobil sudah datang. Kakak sepupuku yang laki-laki sudah sampai juga dari Padang termasuk semua istrinya. Cuma Mamakku yang belum hadir. Mamak tidak bisa hadir di hari pertunanganku kerena dia berdomesili di Medan. Dia akan hadir nanti di hari pernikahanku. Maka yang mewakili adalah mamak seandung denganku. Mereka semua telah berkumpul termasuk Mak Datuk Bandaro Basa.

Dua mobil telah berangkat ke rumah keluarga Bang Edi. Satu mobil lagii sedang menunggu ninik mamak kampung yang akan di bawa untuk berpasambahan nantinya. Emak pergi bersama mobil terkahir ini.

“Etek Ros. Kampie siriah jo cincin tunangan, alah disiapkan.” Ajo Busriyal memanggil Emak yang lagi duduk di dalam. Etek adalah panggilan untuk saudara ibu yang kecil..

“ Kampie siriah alah. Nan alun cincin. Cincin ko ameh atau perak Yal” tanya Emak pada Ajo Riyal. Kok ado ameh rancaklah ameh. Lai ado ameh Tek?. Ajo balik bertanya.” Ita punyo mah Yal. Pinjam tu dulu. Kata ajo.

“ Ita. Pinjam cicin Ta tu dulu. Sebagai cincin tunangan.” Iyo Jo”. Tanpa mengelak aku memberikan cincin 1 emas kepada Ajo Riyal.

“ Cincin Ta ko , kalau putus petunangan nanti. Cincin Ita dibaliak an. Kalau cincin nan diagiahan marapulai indah ameh . kadang-kadang perak. Biasonya kalau awak maagiahan ameh, maka yang diagiahnyo ameh lo.” Ajo menerangkan padaku.

Semua persiapan telah lengkap. Mobil terakhirpun berangkat. Aku tinggal sendirian dengan seabrek pekerjaan. Semalam aku sudah lelah tidur telah larut malam. Siang ini membersihkan semua alat-alat yang dipakai untuk memasak tadi pagi. Piring –piring kosong siap makan para tamu belum dibersihkan. Aku merebahkan tubuh yang letih. Aku biarkan saja berantakan. Aku istirahat dulu setengah jam. Pintu rumah ku tutup. Aku menunggu adik-adikku pulang dari sekolah. Bisa bersama mengerjakannya. Aku terlelap.

“Assalamu’alaikum. Uni, Uniiiiiii. Apakah ada orang di dalam. Tok.tok.tok. “ Adikku mengedor pintu. Uni adalah panggilan untuk kakak perempuan.

“ Waalaikumsalam. “ Uni talalok diak.” Aku membukakan pintu sambil memasang jilbabku.

“ Uni. Kenapa berantakan. Indak uni barasiahan.” Kata adikku yang nomor tiga. “ Iyo. Karajoanlah dek kalian lai. Uni alah latiah. Malam tadi lah bagadang lo. Kapalo Uni sakik. Aku merebahkan kembali tubuhku.

“ Yo. Laloklah uni baliak. Bia kami nan mambarasiahan. Lina mancuci piriang. Ijum mambereskan piriang diruangan tamu. Ni Des mambarasiahan dapue jo halaman. Lai tadanga dek kalian tu.” Kata adikku nomor tiga mambagi pekerjaan.

Aku tertidur kembali. Aku bermimpi dengan almarhum Buya. Buya ku temui di suatu perkampungan yang indah dan sedang bersalawat. Aku tersenyum. Dan terhenti mimpiku bertemu dengan almarhum Buyaku kerena dikejutkan oleh adik bungsuku Lina.

Nita, Nita, “ Si bungsu menggoyang tubuhku. Aku terbangun.

“ Ah. Uncu. Ondeh mandeh. Uni mimpi sama Buya diak. Manga Uni dijagoan. Astaghfirullah Al’azhim. Aku mengusap mataku.

“ Uni ndak shalat Ashar. Kenapa uni senyum sedang tidur tadi.” Si Bungsu balik bertanya. “ Uni melihat Buya bersalawat di suatu mushala di kampung yang indah, melihat Buya seperti itu Uni tersenyum. Semoga Buya selalu diberikan tempat sama Allah seperti itu ya dek.” Kataku lagi.

“ Alhamdulillah. Mungkin dia merestui pertunagan Nita hari ini sehingga Buya mimpi sama Uni. Kapan sih bisa mimpi sama Buya ya Uni?. Wajahnya saja aku tidak tahu.” Adik bungsuku menghiba.

Si Bungsu ditinggal oleh Buya berumur 2 tahun. Masih kecil. Tidak merasakan bagaimana kasih sayang Buya.

“ Sudahlah Dek. Uni mandi dulu. Terima kasih sudah bangunkan Uni dan membersihan rumah kita”. Aku pergi ke kamar mandi.

Suara mobil terdengar berhenti di depan rumahku. Berarti orang-orang yang mengantar kue kerumah sudah kembali. Aku bergegas mandi dan shalayt Ashar. Aku ingat pesan Emak tadi. Bungkusan yang diberikan pada sanak saudara yang bawa kue dan masakan lainya. Aku ambil bungkusan itu dan Aku berikan satu persatu pada mereka. Tak lupa aku ucapkan terima kasih kepadanya. Ada yang mengatakan keluarga Bang Edi ramah, rumahanya jauh, macam-macamlah komentar mereka tentang pertunganku.

Satu jam kemudian, pulang Emak dan seluruh ninik mamak. Emak kelihatan senang. Aku bahagia. Berarti hari pernikahanku tidak lama lagi. Kira-kira 3 bulan lagi.

Baralek ( Peresmian Pernikahan )

Sebulan sebelum hari baralek. Emak telah mengundang sanak famili baik yang di kampung maupun yang diperantauan. Mereka yang diperantauan sudah pulang kekampung. Dihari pernikahanku. Dikampungku menikah dini hari. Dimana marapulai dijemput dengan uang dan emas yang telah disepakati waktu bertunagan dulu semalam sebelum baralek dilakukan. Hari baralekku Rabu tanggal 22 September 2005. Berarti nikahnya malam Rabu pukul 03.00 dini hari, karena marapulai di jemput selasa malan pukul 22.00 WIB dengan membawa janang sebagai patatah- petitih manjapuik marapulai.

Alhamdulillah. Impianku diwujudkan oleh Allah SWT. Tibalah saatnya masa gadisku akan berakhir di atas dunia ini. Aku dipertemukan dengan seorang laki-laki pilihanku.

Sejak aku bertunangan dengan Bang Edi kami tak pernah jumpa. Sebelum nikah tidak ada pergi ke kantor kua untuk di skerening ( di tes bacaan shalat dan mengajinya ) kerena aku adalah salah satu qoriah kecamatan V Koto Timur, pegawai KUA adalah teman-temanku. Mereka percaya bahwa kami tak perlu di tes lagi. Katanya kami adalah guru madrasah tidak mungkin Buk Ita memilih orang yang shalat dan pandai mengaji.

Malam, itulah yang ketiga kalinya kami berjumpa yaitu melangsungkan pernikahan. Ninik mamak dan janang marapulai telah berkumpul dirumahku bersepakat juga manjapuik marapulai untuk pernikahan malam ini.

Sementara aku, sedang didandani oleh pihak pelaminan yang telah aku sewa selama tiga hari. Mulai dari tenda, tempat masak dan pelamianan semuanya lengkap. Malam pernikahan itu aku memakai gaun putih. Laki-laki memakai baju putih pakai jas.

Selesai berdandan aku duduk dipelaminan, aku lihat teman-temanku yang sebayaku, adik-adik, serta siswaku hadir malam itu mereka berciloteh dengan bahagia.

“ Subhanallah, cantiknya ibu. “ kata siswaku memuji dan menyalamiku

“ Ondeh wak bilo lai ko yo.” Temanku memangku sambil berfoto.

“ Alhamdulilah. Ini semua berkat doa kawan-kawan dan anak-anak ibu. Terima kasih telah hadir di hari pernikahanku. Mari kita berfoto dulu. Aku mengajak rasa bahagia. Mereka kembali bekerja membuat tutup sendok dan garpu dari tisue untuk hidangan prancis besok. Dikampungku jiwa bergotongroyong masih kentara. Ibu- ibu memasak di dapur. Gadis-gadis bantu – bantu buat janur dan melipat tisu di ruangan penganten. Malam itu para undangan menikmati nasi soto. Nasi soto emak sangat terkenal dikampungku karena emak ketika ada pesta dikampung di undang sebagai juru masaknya.

“ Seandainya Buya masih ada, bahagianya hati beliau melihat anaknya menikah hari ini. Mungkin arwah beliau hadir nanti ketika aku menikah. Akupun termenung sesaat.

Untuk wali nikah adalah kakak buya yang seayah dengannya. Dia aku panggil ayah juga. Beliau malam ini dalam perjalanan menuju Pariaman. Ayah itu tinggalnya di Batang Kapas Kabupaten Pasisir Selatan. Ayah sebentar lagi akan sampai diurmahku. Namun yang datang bukan ayah tetapi anak laki-lakinya Uda Al. Kata Uda, ayah tidak dapat hadir karena kondisi beliau tidak memungkinkan. Maka uda yang datang kepariaman.

Kulihat jam didinding telah menunjukkan pukul sebelas. Orang-orang semangkin banyak diluar rumahku. Ada yang main koa, kartu remi, dan basidakak sambil menikmati nasi soto dan rokok. Gadis- gadis dan nak bujang saling bersenda gurau dengan seabrek ceritanya juga.

“ Ah,sebaiknya aku tidur dulu. Karena kalau bertanggang nanti pas nikah aku puising,” kataku pada emak yang sejak tadi mondar mandir menunggu tamu dan dapur.

“ Iya, tidurlah nak. Kunci kamar kau itu. Kata emak padaku.

Akupun menuju kamar, bersama dua orang teman akrabku. Kami bercengkerama sambil menceritakan masa depan. Aku tak bisa tidur, karena hiasan di tas kepalaku mengganggu untuk merebah kepalaku. Maka aku tidur duduk bersandar dengan bantal di atas tempat tidurku. Kamarku dihiasi dengan indah. Kelambunya dibeli lengkap oleh emak dengan warna kekuning-kuningan. Indahnya. Akupun tertidur pulas

Tepat pukul 02.00 WIB . Aku dibangunkan oleh temanku. Aku terbangun dan meperbaiki baju serta mik up ku. Hatiku dak dik duk. Suara di luar kamarku dan gendang berpelu terdengar asing ditelingaku.

Pengiring marapulai semuanya para bujangan dan juga keluarganya. Keluargaku menghidangkan snak sebelum pernikahan. Ada aneka kue, agar-agar dan minuman kopi susu. Semuanya telah disantap oleh pengiring marapulai. Datanglah masa yang ditunggu-tunggu.

Aku di jemput ke dalam kamar oleh katangah ( panggilan untuk kakak ipar perempuan ). ‘Ita . Kamu di suruh Ajo keluar duduk diruang tamu, karena acara pernikahan akan dilangsung. Aku pun dibawa oleh katangah ke ruangan tamu. Aku pun duduk dekat Uda Al wali nikahku didapingi oleh emak dan Ajo Riyal.

Maka dimulailah proses hijab qobul. Uda Al mulai mengucapkan istighfar 3 x dan membacakan kalimat. “Aku nikahkan adikku Usnita Bakti Binti Tuangku Bakar anak dari saudara ayahku se ayah , dengan mas kawin satu emas di bayar tunai,” kata Uda dengan fasihnya. “ Aku terima menikahi Usnita Bakti Binti Tuangku Bakar saudara seayah dari bapak dengan mas kawin satu mas tunai”, dengan lancar bang Edi menjawabnya.

“Saaah.

Semua yang hadir , mengatakan syah secara serentak.

“Alhamdulillah”. Aku merasa senang. Pak KUA langsung memimpin doa. Bang Edi remi menjadi suamiku. Bang Edi membacakan taklik nikah. Setelah itu memberikan mahar dengan memasangkan cicin dengan berat 1 emas dijari manisku.

Dengan kata yang dia ucapkan.

“ Istriku yang sholeha, semoga mahar yangku berikan sebagai modal bagi kita mengarungi mahlagai rumah tangga dan mendapat keturunan yang sholeh dan sholeha”. Sambil bersalaman dan aku mencium tangan suamiku.

“ Insya Allah. Aku akan jalanan dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab sebagai seorang istri dan apa yang kita cita-citakan semuanya dikabulkan oleh Allah SWT.” Aku manjawabnya dengan sepenuh hati.

“Huuuuuuuuuuuuuuuu.” Pengiring Bang Edi yang sekarang suamiku bersorak riuh. Aku tersenyum dan bahagia. Kami disuruh Pak KUA berdiri unutk menyerahkan surat nikah. Dan kami berfoto saling memegang surat nikah bersama. Selesailah menikah. Hidangan pun sudah tersedia. Para pengiring marapulai dan ninik mamak menikmati hidangan tersebut.

Sedangkan aku dan Bang Edi. Menikmati foto bersama dikamarku.Berbagai Edegan foto yang di atur oleh fotografer yang telahku sewa dua hari baralekku. Setelah berfoto , fotografer keluar dari kamarku. Kami berwuduk dan melaksanakan shalat tahajud berjamaah karena pernikahan kami siap pukul 04.00 WIB.

“Edi. Keluarlah kita pulang lagi sudah hampir subuh.” Teman Abang Edi memanggil.

“ Baiklah Ita sayang. Abang pulang lagi nanti siang seharian penuh kita akan bersanding dipelaminan. Ita istirahat. Nanti kepala pusisng.” Bang Edi mencium keningku dan mengusap kepalaku. “ Ya, suamiku tercinta. Dengan ucapan agak gemetar. Dia membuka pintu. Bang Edi bersalaman sama Emak dan keluargaku yang ada diruangan pelaminan. Aku membuka baju gaun yang di pakai. Aku shalat subuh ddan langsung merebahkan badan. Aku pun tertidur pulas sampai emak mengetuk pintu kamarku.

“ Tuk.tuk, tuk. Ita, bangun lagi nak. Hari sudaj jam tujuh. Orang yang akan mendandani kau sudah datang. Bangun, bangun.

“Iya, mak. Jawabku sambil membukakan pintu kamarku. Aku mandi dulu. Aku teridur. Selesaai mandi, akupun shalat Dhuha . Setelah itu baru ku suruh Tek Hasnah memasuki kamarku untuk mendadaniku. Sebelum aku didandani emak memberikan penyambur dikepalaku agar aku tidak pusing nanti duduk bersanding dipelaminan. Penyambur itu gunanya bagi nenek moyang dahulunya agar tdak ada jin dan orang jahat yang ingin guna-gunakan penganten yang akan baralek atau pesta.

Disamping itu berlangsung juga emeak-emak kampungku memambantu emak memasak di dapur. Senda gurau mereka tentang pernikahanku dibecarakanya. Aku yang dari kamar sambil duduk dikursi didandani pun sudah selesai.

Rabu, 23 September 2005 pesta pernikahanku pun berlanngsung dengan bahagia. Kakak dan adik-adikku sudah berdandan dengan baju seragamnya. Begitu juga dengan emak. Sudah duduk di kursi menunggu tamu yang datang.Aku sudah duduk juga dipelaminan dengan Bang Edi. Sambil menikmati indahnya lantunan nyanyi qasidah yang dibawakan oleh temanku.

Baju yang kami kenakan baju adatkami yaitu baju Adat pernikahan minangkabau Padang Pariaman. Baju anak daro dan marapulai berwarna merah. Kamipun menikmati hari pesta ini berfoto dengan kelauarga, sanak famili, dan juga teman-temanku. Dan rombongan dari sekolahku diangkat PNS yaitu MTsN Kampung Dalam, dan MTsku pengabdi yaitu MTsN Padng Alai. Aku berfoto dengan bersenda gurau. Kamipun menikmati kebahagian ini. Serasa dunia milik kami berdua. Sehingga pesta pernikahan kami terlakasana dengan sukses.

Keluargku bahagia, karena perhelatan tidak ada masalah dan tidak berhutang.

Menjalani Bahtera Rumah Tangga

Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Bang Edi. Kami masih tinggal di rumah orang tuaku. Memang sih suamiku ada mengontrak rumah untuk di berusaha dulu, namun jauh dari tempatku mengajar. Waktu itu JTM Cuma 18 jam. Dan mengajar hanya 3 hari selebihnya boleh di rumah. Maka aku ambil waktu tiga hari tinggal bersama emak dan 4 hari bersama suamiku di Tandikat.

Terkadang yang namanya penganten baru. Suamiku disempatkan juga pulang kerumah orang tuaku. Suamiku tiba dirumah jam 02.00 WIB. Kasiahan suamiku.

“ Bang. Kalau setiap hari pulang jam ini. Bisa jatuh sakit nanti. Kita baru menjalankan kebahagian ini bang. Ita tak mau abang pulang tengah malam. Dijalan ada binantang buas yang akan menghadang.. Angin malam.” Kataku memberikan semacam nasehat.

“ itulah, Ita. Doakan saja abang selalu sehat. Abang rindu sama Ita. Mata ini tidak mau terkatup mengingat dirimu tidur seorang. Ita ingatkan, bahwa sebelum kita menikah canda, tawa, dan mesra belum kita rasakan, Mengapa kesempatan itu kita biarkan.? Apapun demi cinta kita, abang rela berdingin dan berhujan mendapingi Ita yang kesepian. Lagi pula emak bertanya pada Ita nanti. Mengapa Sidi ( panggilan menantu laki-laki di Pariaman ) ndak pulang. Apa jawaban Ita nanti. Biarlah kita coba dulu hidup seperti ini..” Kata suamiku meyakinkanku.

Kamipun menikmati hari-hari indah dengan keindahan ciptaan Tuhan. Hari berlalu, minggu-demi minggu dan bahkan bulan pun berlalu. Tidak terjadi apa –apa pada keluarga kecil kami.

Delapan bulan kemudian , suamiku bertanya padaku.

“ Ita. Apakah engkau sudah ada pertanda hamil, karena abang ras sudah lama menikah, kok belum hamil juga ya. Tanya suamiku.

“ Belum, Bang. Apakah sebaiknya kita berobat ke dokter ? mana tahu badan ini tidak sehat. Kataku manja.

“ Mungkin Allah menguji kesabaran kita”, sambil mengusap punggung tanganku. “Eh , ini kenapa ya Ta, kok ada pembengakan di sini.” Suamiku pengelus benjolan ditangan kananku. “Ini tidak bida dibiarkan. Besok kita kerumah sakit Pariaman . Kita periksa. Nanti kalau dibiarkan bisa bertambah besar.” Dengan rasa bertanggungjawabnya.

“Alhamdulillah,Ita sangat bersyukur bang. Pembekakan ini sudah satu tahun Ita rasakan. Tetapi setelah menikah ini baru tampak membesar. Kini ada abang yang menperhatikan Ita. Terima kasih atas perhatiannya. Ita bangga punya suami seperti abang. Kataku penuh dengan hormat.

Keesokan harinya. Pas waktu liburku. Akupun pergi bersama suamiku berobat ke RSUD Pariaman. Suamiku pengambilkan nomor antri berobat. Aku duduk termanggu di tempat duduk pasien. Setiba di tempat dokter pengobatan ku. Dokter bilang bahwa pembekakan di tanganku itu adalah daging yang melekat pada tulang kalau dibiarkan bisa menjadi kanker yang mematikan.

“ Sebaiknya ibu istirahat 15 hari di rumah sebelum diangkat benjolan ini.” Kata dokter padaku. Minta surat keterangan istirahat ke Puskesmas setempat. .

“Oke. Dok. Selama saya istirahat , apa yang saya lakukan?.tanyaku lagi.

“ Ibu makanlah yang bergizi. Perbanyaklah istighfar karena segala penyakit ini munkin ada kesalahan diri kita.” Kata dokter menasehatiku.

“ Iyalah, kalu begitu dokter kami pulang dulu ya dok. Terima kasih dok.” Kataku berpamitan. Kami Pulang dan minta izin ke sekolah. Untuk istirhat selama 15 hari dirumah kepada kepala sekolahku. Aku diizinkan u tk istirahat di rumah. Selama istirahat aku tetap mejaga stamina.

Tibalah waktu operasi benjolan yang ada ditanaganku. Ini ujian pertama dalam menjalankan mahligai rumah tangga bagi kami. Aku pasrah pada Allah. Ini sudah takdir hidupku.

Setelah usai operasi opersai. Aku pulang karena opersai tanganku ringan, bisa istirahat di rumah dan berobat jalan. Aku hanya membutuhkan waktu untuk istirahat setelah opersai satu minggu.

Didalam kondisi istirahat. Allah memberiku berkah. Alhamdulillah aku hamil dan akhirnya aku pergi sekolah untuk mengajar. Kebahagiaan ini dirasakan juga oleh suamiku. Sehingga dia tidak buka kedai selama 15 hari untuk mengantarkan aku kesekolah.

“Ita, abang tidak buka kedai untuk 2 minggu ini. Biar abang yang ngantar Ita sekolah. Abang takut nanti Ita keguguran. Uang dapat dicari, tetapi mutiara kita yang sekarang sedang berkembang dirahimmu lebih penting dari segalanya.” Suamiku meyakinkanku.

“ Terima kasih sayang. Tak apa-apalah abang di rumah saja. Kita jalani hiudp ini apa adanya.” Kataku lembut.

Suamiku memelukku dengan mesra.

“ Tenanglah anak Abi sayang di dalam rahim Ummi. Semoga kelak kau jadi Imam di keluarga ini dan penghafal Al-qur’an. “amin . Aku tersipu geli dipangkuannya.

BAB II

Tahun 2006

Buka Usaha Fotocopi

Hamilku berjalan 4 bulan . Suamiku tidak lagi melanjutkan kontrak kedainya di Tandikat karena usaha itu sering ditinggalkan sehingga pelanggan berpindah ke yang lain.

Aku menerima semua yang dilakukan oleh suamiku untuk keutuhan keluarga kami juga. Ada salah satu penyebab suamiku pindah karena di dekat simpang suamiku berjualan di atas Gunung Tiga ada batu yang sudah meluncur sekitar 2 meter. Kata nenek moyang di tandikat itu kalau batu besar di Gunung Tigo bergerak pertanda akan terjadi bencana besar di sekitar daerah ini. Mendengar hal itu suamiku tekat kuat hatinya untuk pindah ke Pasar Padang Alai dengan alih usaha yaitu buka fotocopi serta jualan alat-alat tulis lengkap.

Alhamdulillah, usaha suamiku cukup laris. Namun yang namanya usaha selalu kegagalan itu ada. Mesin fotocopi yang dibeli suamiku mesin secan. Tentulah sering rusak. Sehingga setiap dapat borongan fotocopy kerap kali rusak. Namun setelah itu rusak. Uang yang di dapat diberikan untuk mmemperbaiki aiki. Begitulah usaha suamiku setiap harinya. Uang gajianku terkadang terkuras juga untuk memperbaiki mesin copy itu.

“Bang sebaiknya, kita tukar tambah saja mesin ini bagaimana?. Ku lihat sepertinya mesin ini tidak bisa dipakai lagi. Jangan uang usaha yang ada,uang gaji Ita sudah terpakai juga untuk memperbaiki mesin ini”. Kataku untuk memberikan sulusi.

“ Abang, bukan tidak mau menukar. Anak kita mau lahir nanti uangnya dari mana? Kita butuh membeli perlengkapan lahirnya. Kalau untuk biaya di rumah sakit, okelah ada askes. Biaya selama di rumah sakit bagaimana?” Jawaban suamiku membuatku termenung.

“ Gelangku masih ada Bang. Itu bisa di jual. Kalau begini caranya, pelanggan akan lari ke tempat lain”. Kataku lagi.

“ Sudahlah . Jangan tambungan kita di jual. Nanti abang akan cari jalan lain. Kita hadapi saja alat-alat tulis ini sambil memperbaiki mesin yang rusak.” Suamiku membaringkan diri di kasur.

“ Bang, Januari anak kita akan lahir. Abang ijazahnya SI pendidikan sendratasik. Bagaimana kalau abang honor di MAS Padang Alai, menggantikan jamku. Kalau anak kita lahir tentu waktu Ita sudah terbagi untuknya. Jadi Ita cukup mengajar di MTsN Kampung Dalam. Anak kita lahir. Dia melihat Abinya juga guru. Ita tak mau Abang lebih rendah strata sosialnya dariku.” Akupun memberi pandangan pada suamiku.

“Bisakah seperti itu, cobalah dulu. Biarlah yang menghadap ke Kepseknya. Kepala sekolahnya kan Si Eri tu, anak Ajo Suar.” Jawab suamiku dengan semanagat.Kalelap.Kami pun tidur .

BAB III

Tahun 2007

Kelahiran Anak Pertamaku

Semester 2 Tahun Pelajaran 2006-2007 bulan Januari , suamiku diterima mengajar di MAS Padang Alai. Aku bisa istirahat menunggu kelahiran anakku yang pertama.

Disamping mengajar usaha alat tulis suamiku di Pasar Padang alai tetap berjalan. Suamiku mengajar 3 hari . Pulang menagajar kedai di buka. Sorenya suamiku membawa kulit manis dari rumah mertuaku untuk di kikis kulitnya. Begitulah perjuangan suamiku untuk mencukupi kebutuhan kami.

Hidup masih bersama dengan orang tuaku, memang membutuhkan biaya banyak kerena aku satu-satunya yang punya penghasilan. Semua biaya kehidupan Emak dan adik-adikku, akulah yang mananggung.

Sebulan sebelum meahirkan. Aku sudah dapat cuti dari pemerintahan. Cuti untuk orang melahirkan menurut undang-undang sebulan sebelum melahiran dan 2 bulan setelah melahirkan. Namun aku mengambil cuti 3 bulan setelah mealahirkan. Menurutku lebih lama mengasuh anak.

“ Ta, paruik kau lah turun nampak dek Amak, panunggu hari bantue. Alah ado sakik-sakik. Istirahatlah lai. Jan kau maaja juo. “ Emak sungguh perhatian padaku.

“ Iyo Mak. Kini sadiang sakik bana. Makonyo Sidi Mak di rumah kini tumah.” Jawabku sambil menggigit bibir menahan kesakitan.

Emak mempersiapkan perengkapan bayi yang akan di bawa ke persalinan Bidan Susiana di Pasar kampung Dalam. Suamiku bergegas mengambil motor dan memboncelanngiku. Emak mengikutiku dengan ojek.

Setiba di rumah Bidan Susiana, aku di periksa. Ternyata sudah terbuka pintu tiga. Aku di suruh oleh buk Susi agar aku berjalan-jalan supaya mudah melahirkn. Bagaimana akau berjalan menahan sakit saja sudah habis tenagaku. Suamiku tetap memberi semangat.

“Ita, harus kuat. Demi anak kita.” Suamiku memegang tanganku seerat-eratnya. Peratanda memberikan sprit atau sentruman cinta padaku.

Datanglah sakit yang tak tertanggung sakitnya, tak bisa dikatakan, tibalah waktu mengejan. Sudah lama mengejan, kepala anakanku sudah kelihatan . mengejanku berhenti. Bidan Susipun panik.

“Mengejanlah Ita, sedikit lagi”, Kata buk Susi .

“ Ibuk tenangaku sudah habis, rasa ejan itu tidak ada lagi buk”. Jawabku lagi. Akhirnya Buk Susi memasangkan infus di tubuh untuk menambahakan tenaga. Ejan itu belum juga datang. Buk Susi melarikanku ke rumah sakit Sayang Ibu dengan mobil kijangnya. Posisi kepala anakku di pintu keluar. Suamiku tetap mengelus kepalaku sambil membaca Ayat Kursi untuk menenagkan fikiranku.

Sesampai di Rumah bersalin Sayang Ibu, aku segera di sambut oleh suster-suster dan dibariangkan aku di kursi tidur serta mendorongnya masuk kamar persalinan. Aku masih sadar kerena semua dalam ruangan itu dapat kulihat. Namun setelah kena suntik., maka datanglah ejan.

“ Ngoa,ngoa,ngoa.” Terdengarlah suara tangisan dan aku tak sadarkan diri. Dalam tak sadarkan diri, aku mendengar salawatan teman-teman pengajianku. Padahal mereka tidak ada dirumah sakit itu. Hanya terdengar suara dokter, dan dia bercakap pada ku. Sepertinya aku berjalan diawan dan sedang berjuangan di Palestina. Rasanya selama aku tak sadarkan diri. Aku melakukan perjalan sampai ke Palestina untuk pergi jihad.

Akhirnya aku sadarkan diri.

“ Alhamdulillah, ibu tadi pingsan habis melahirkan. Saya cemas sudah setengah jam belum sadar juga.” Kata dokter Fery padaku.

“ Alhamdulillah , Pak dokter. Untuk Bapak ketahui selama saya pingsan tadi saya sudah sampai di Palestina berjihad Pak. Jauhkan perjalanan saya.” Kataku agak lemas bicara.

“Wah, emang ibu berjihad yaitu melahirkan anak, kata Rasullah SAW, jihad seorang Ibu itu adalah melahirkan.” Dokter Fery menghiburku

“Selamat ya Pak, bayinya sehat dan anaknya laki-laki. Bapak sudah berwuduk ” Dokter FerY memberikan bayiku kepada suamiku.

“ Sudah Pak. Baiklah saya akan azan.” Suamiku mengumandangan suara azan sambil mengendong buah hati kami.

Dua hari di Rumah Bersalin Sayang Ibu, kami sudah diperbolehkan pulang, karena 12 jahitan divaginaku sudah tidak nyeri lagi. Cukup besar juga ukuran badan anakku keluar yaitu 3,8 kg. Panjang 50 cm.

Aku sudah berniat bahwa kalau anakku normal lahirnya, maka aku akan melansungkan aqiqahnya. Alhamdulillah aqiqah anak pertamaku terlaksana dihari ke 14 lahirnya dan beri nama Alif Fazle Mawla lahir di Pariaman tanggal 17 Januari 2007

Suami Di Terima Honor Di Tempatku Mengajar

Kesibukan mengurus rumah tangga. Suamiku jarang lagi buka kedai ka Padang Alai. Ketika suamiku mengurus surat cutiku . Suami disuruh kepala MTsN Kampung Dalam Drs. Kafrizal untuk bisa mengantarkan ijazahnya kesekolah. Padahal sebelumnya aku telah sodorkan juga agar suamiku bisa menjadi tenaga honorer di madrasah ini. Namun belum diterima waktu itu mungkin karena rezki waktu itu belum tersurat di sana. Januari 2007 semester 2 Tahun Pelajaran 2006-2007, suamiku di terima mengajar di MTsN Kampung Dalam mengajar Seni Budaya.

Aku lega. Disamping kesulitan Allah beri kemudahan padaku. Semakin dekat juga anak dengan abinya.

“ Bang. Sekarang Allah sudah mendengar doa kita. Abang tidak jauh lagi mengajar ke Padang Alai. Lebih fokus memperhatikan keluarga kita. Kita buka lembaran kebahagiaan ini dengan membimbing anak kita sampai dewasa. “ Aku berucap santai.

“ Alhamdulillah, Kita saling menjaga saja. . Berapalah gaji guru honor Ita. Jangan dikemudian hari kita bertengkar masalah uang. Sama-sama jagalah persaan. Saling menghargai. Saling menutupi kekurangan. “ Suamiku memberikan nasehatnya.

Kami pun menjalani rumah tangga dengan apa adanya. Dengan gaji suamiku yang pas-pasan kami tetap hidup temtram dan bahagia. Gaji suamiku hanya untuk kebutuhanya saja terkadang aku tambah juga. Aku tidak mau kebahagiaan keluargaku hanya dinikmati oleh orang lain. Maka akupun memenuhi kebutuhan suamiku. Aku tak peduli apa kata orang, yang penting suamiku ada untuk anakku.

Aku tak pernah behitung-hitung masalah keuangan dengan suamiku. Karena dalam rumah tangga ini kebahagiaan adalah hal nomor satu ku idamakan. Uang dapat di cari kebagiaan susah didapati. Aku tak ingin suamiku dimata keluargaku di pandang sebelah mata. Aku harus angkat martabatnya. Sehingga aku memberikan uang jajan anakku agar suamiku yang menyerahkan. Kami tidak pernah menyimpan rahasia apapun sehingga nomor PIN bank pun kami saling mengetahui.

Kami masih tinggal serumah dengan emak. Agar kekuarangan kami tidsk ketahui oleh Keluargaku. Aku Pindah rumah tidak jauh dari rumah emak. Rumah kakak emak sudah lama ditinggalkan maka kami minta izin kepada bak Uwo dan Mak uwo ( panggilan untuk suami dari kakak emak dan kakak emak ).

Kami pun pindah rumah ketika Alif berumur 1 tahun. Rumahnya cukup besar. Alif bisa bermain dengan puas kerana tidak ada perabot rumah tangga yang mengganggu.

Sebenarnya aku tidak mau berpisah dengan emak. Aku takut nanti emak tersinggung. Tapi emak mengizinkan kami. Kasihan rumah sebesar itu tidak dihuni. Amak bersyukur kami mau tinggal di rumah itu. Terkadang Emak tidur juga bersama kami di bawah( Letak rumah di bawah rumah Emak ).

Adik-adikku terkadang sering juga tidur di rumah kami. Mereka senang punya Alif yang lucu dan Imut. Sehingga Alif di bawa juga tidur kerumah emak. Kami pun terasa seperti berbulan madu. Tinggal malam berdua. Alif mau tidur dengan Mak Uwonya( panggilan anakku pada Emakku) ketimbang kami di rumah. Kerena dia yang sering menjaga Alif di rumah ketika kami bekerja.

Suatu malam suamiku berkata.

Ita, punya anak satu, tidak tidur pula sama kita, Alif lebih memilih Mak Wonya ketimbang kita. Tambah lagi anak kita ya.” Suamiku merayuku dengan hiburan malamnya. Tiada kata yang terlontar kami menikmati malam itu .

BAB IV

Tahun 2008

Kalahiran Anak Kedua

Hari-hariku tetap berjalan sebagaimana mestinya, sebelum aku melahirkan. Aku tidak tidak mengambil cuti sebulan sebelum melahirkan karena aku ingin lebih lama merawat bayiku . Aku mengambil cuti 3 bulan setelah melahirkan.

Keputusan itu disetujui oleh atasanku. Aku bahagia kerena apa yang aku minta pada atasan itu dapat dipenuhi.

Hari yang di tunggu lahiran anak ke dua bagiku. Tepat pukul 05.00 WIB hari Kamis, tanggal 7 Oktober 2008 , ketika azan berkumandang lahir anak gadis cantik yang imut ke muka bumi ini. Anakku lahir dengan sehat dan normal.

Tanngal 14 Oktober 2008 kami melangsungkan aqikahnya dan diberi nama Muslimah Fithrita Mawla yang artinya Fitrah Wanita Muslim Menuju Kemenangan.

Diklat Sertifikasi

Muslimah berumur 15 hari . Aku dipanggil untuk diklat sertifikasi ke Padang selama 10 hari tempatnya di Hotel Prita Ulak Karang Padang

“ Mak,Ita panggil lo diklat ka Padang , baa caronyo ko mak?” Kataku pada emak.

“ Ancak nah tu, bia amak yang manjago muslimah, lai bisa urang tuo pai, kecek an lah ka kapalo sekolah kau tu?” amak memberiku semangat.

“Alhamdulilah mak, tarimo kasih mak.” Aku pun menghubungi kepala sekolah lewat HP.

Kepala sekolah juga mengizinkan aku membawa keluargaku untuk diklat.Memang seperti itu kondisi peserta diklat yang punya bayi masih menyusui boleh membawa bayinya dan penjaganya.

Seminggu setelah hari aqikahan Muslimah. Kami berangkat diklat. Kami membawa segala perlengkkapan. Sesampai di Padang kami memasuki hotel yang telah ditentukan oleh panitia diklat. Jarak antara tempat diklat dengan hotel tidak begitu jauh, tapi dengan kondisi aku baru melahirkan seperinya sangat jauh. Aku berjalan harus hati-hati. Kondisi tubuhku masih lemas dan mengeluarkan darah cukup banyak. Hal ini tidak membuatku patah hati disebabkan semangat dari Amak.

Hari kedua diklat aku terlambat 15 menit. Dosen mengajarku memberikan sindiran padaku.

“Besok saudara terlambat lagi. Otomatis saudara tidak lulus dalam diklat ini. Mengapa saudara terlambat?” Tanya dosen padaku.

“ Saya baru melahirkan 15 hari ini, hotel saya huni jauh dari sini Pak. Dan saya sudah berupaya untuk cepat datang tetapi terlambat juga.” Jawabku membela diri.

“ Wah, beraninya saudara mengambil resiko, nanti kalau kamu pendarahan , panitia jadi ribet, lebih baik saudara mundur saja diklat tahun ini.” Kata dosen itu tegas.

“ Kalau tahun depan, belum tentu saya terpanggil untuk diklat pak. Saya tetap melanjutkan diklat ini Pak.” Aku pun bersikeras dengan diriku.

Kawan-kawan se profesiku, mengalihkan pandangannya padaku. Suasana lokal tidak menentu. Ada yang membela argumenku. Ada yang menyindir-nyidirku. Yang namanya manusia, tentulah yang punya persaan tahu dengan kondisiku, yang tidak pasti dia merasa terusik atas masalah yang dibahas.

Dosen itu pun menghentikan riak-riak seluruh peserta didik. Aku pun tertunduk malu. Seharian menerima diklat hatiku galau entah kemana. Hari ke 10 penampilan pratek mengajar di kelas. Aku mendapat teman kelompok yang baik-baik. Aku di bantu dalam proses PBM berlangsung. Kami berkolaborasi agar diantara kami tidak ada yang nilainya rendah atau mengulang kembali.

Di dalam ujian tersebut terjadi gempa. Semua peserta ujian berhamburan keluar. Aku yang di lantai 4 gedung AMIK Indonesia Padang, berusaha menenangkan jiwaku. Dan beristighafar. Kemana mau pergi. Aku baru siap melahirkan. Seluruh tubuhku gemetar. Aku pasrah pada Allah. Yang ku ingat bukan jiwaku yang terancap robohnya bangunan. Namun anak dan Emak di gedung penginapan yang juga di lantai 2.

“ Ya Allah selamatkan kami. Kalau memang ini sudah kehendakMu. Aku pasrah padaMu yang terbaik. “ Aku menangis dan bersandar duduk di sudut diding lokal itu. Teman-temanku sudah pada lari kebawah semuanya. Tinggal aku dan dosen yang menilai.

“ Alhamdulillah, gempa berhenti. Sungguh mulia hatimu guru. Engkau tidak mau meninggalkan muridmu sendirian ketakutan.”gumamku dalam hati.

Aku dan dosen penilai itu, duduk kembali ketampat semula. Teman sejawatku tadi berlarian masuk kelas kembali.

Ujian pun usai, hari terakhir hanya ada ujian tulis dan teman sejawat setelah itu kami pulang.

Desember 2008 hasil diklat diinformasikan ke madrasahku. Yang tidak lulus adalah aku dan kepala sekolah. Aku pun ujian susulan besok setelah pengumuman Minggu akhir Desember 2008. Akun lulus.

BAB V

Tahun 2009

Jambore Cabang Padang Pariaman

Aku seorang pembina pramuka di madrasahku. Walupun aku memiliki anak yang masih bayi. Aku tetap eksis melatih dan mendampingi peserta pramuka madrasah yang ikut lomba.

Bulai Mei 2009 aku ditunjuk mendampingi peserta pramuka MTsN Kampung Dalam ikut Jambore Cabang Padang Pariaman ke Parit Malintang di Rimbo Kalam selama 4 hari. Jumlah pesertanya 20 orang, 10 putra dan 10 putri serta 1 pendamping putra dan satu pendamping putri.

Kedua anakku Alif dan Muslimah harusku bawa ikut Jambore. Aku ingin anakku tetap di sampingku karena dia masih butuh kasih sayang dariku.

Alif dan Muslimah selama di bumi perkemahan tidak punya masalah bagiku. Malah mereka bahagia bisa melihat permainan-permainan yang dilakukan oleh peserta jambore. Alif yang sudah berumur 3 tahun kesana ke mari, berlari-lari, sehingga malamnya tertidur pulas tampa rengekan.

Hari kedua di Buper. Malamnya hujan lebat sehimgga tenda putri kebanjiran . Muslimah aku buatkan buaiyan . agar tidurnya tidak terusik . Dia pun tertidur dengan sangat pulasnya.

Kami sibuk membersihkan tenda yang telah digenangi oleh air. Inilah saat-saat kebahagian di pramuka. Tidur beralaskan air dan karena mata ngantuk tetap juga tertidur.

Gempa

Tanggal 30 September 2009 terjadi gempa di Sumatera Barat berkekuatan 7,9 skala recter. Khususnya kabupaten Padang Pariaman banyak korban jiwa yang hilang. Bahkan ada suatu kampung yang di timbun oleh bukit sehingga sekampungpun tertimbun tanah.

Ketika gempa, aku dan suamiku sedang mengurus BOB PAUD ke Padang. Kami membuka PAUD ini sejak tahun 2006 dan di kelola oleh Emak yang di beri nama PAUD Suria Bakti.

Dalam menuju pulang , setiba di Sintuak Toboh Gadang terjadi gonjangan yang sangat dahsyat, kamipun berhenti, masaalah jangan kan berdiri , duduk saja kita oleng. Motor yang kami kendarai pun tersungkur dari guncangan gempa.

Di sekitar itu, orang-orang pada menjerit mungkin ada yang terhimpit oleh reruntuhan rumah. Habis gempa kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Didalam perjalan pulang, jiwa yang di atas motor namun hati teringat yang di rumah. Anak dan keluargaku. Aku terus berdoa semoga keluargaku di rumah tidak terthimpit oleh reruntuhan sebagaimana selama diperjalanan yang aku lihat.

Ada orang tua yang menggendong anaknya kerumah sakit. Aku lihat kepalanya berdarah. Tiba di Kota Pariaman, orang-orang di atas mobil Pik Up mengungsi ketempat yang lebih tinggi kerena kota Pariaman terletak di tepi pantai, kemungkinan ada tsunami yang menyusul. Mereka antrian di jalan sehingga jalan menuju pulang kerumahku macet . karena kami pakai motor bisa nyelip-nyelip. Akhirnya sampai juga di rumah.

Alhamdulillah keluargaku selamat semuanya. Rumahku dan rumah emak hanncur tidak bisa dihuni lagi. Amak , 2 orang anakku, 2 orang adikku menyelamatkan diri ke Mesjid depan rumahku. Dengan lampu togok yang menyala . Semua masyarakat kampungku berkumpul di Mesjid baik rumahnya yang roboh dan juga rumah yag tidak roboh.

Aku datang, aku merangkul Amak dan anak-anakku. Hanya yang tidak terlihat adikku yang sekolah di SMA agak jauh dari rumahku. Maka dengan tidak mengenal lelah, aku dengan suamiku mencari adikku Ijum yang sekolah di SMAN 1 V Koto Timur. Jalan menuju kesekolah adikku di timpa oleh lonsor sehingga tidak dapat dilewati.

Aku ingat , kemungkinan Ijum pergi kerumah temannya yang saya kenal. Maka kami menuju rumah teman Ijum namanya Yati. Aku pun sampai di sana. Ternyata adikku Ijum memang di sana. Hatikupun baru lega. Ijum kami bonceng pulang.

Emak merasa lega melihat kami pulang membawa ijum pulang dengan selamat . Kamipun berkumpul tidur di halaman depan rumah, mengingat barang di rumah nanti di curi orang.

BAB VI

Tahun 2010

Menerima Tunjangan sertifikasi

Alhamdulillah, dibalik kegundahan gempa, rumah hancur. Allah memberikan rezki lewat sertifikasi. Aku menerima uang sertifikasi lumayan besar bisa memperbaiki rumah emak dulu.

“ Mak, Ita menerima uang sertifikasi, bagaimana uang ini kita perbaiki rumah emak saja ya, tidak mungkin kita tidur berbulan-bulan seperti ini. Ita khawatir di antara keluarga kita ada yang ya sakit mak.” Aku meyakini emak.

“ Amak setuju bana Ta, paja ngenek-ngenak. Lalok di lua je. Beko masuak angin . Amak alah indak namuah lai doh kanai angin. Kalau baitu kecek kau. Ajo riyal kau pernah mengecek ka amak, cek e lai ado pitih tahandok tek. Bia diniak rumah ko di tupang jo kayu. Kayu awak lai di olo. Awak upahan ughang menyinso. Kalau indak cukuik. Awak tabang karambie. Baa gak ti Ta tu.” Amak menjawab dengan semangatnya.

“ Yo lah Mak. “ Jawabku.

Sebulan setelah itu rumah emak siap diperbaiki, kamipun pindah kerumah dengan rumah berdinding papan.

Emak Masuk Rumah Sakit

Februari amak masuk rumah sakit. Amak menderita tipus. 10 hari di rawat di rumah Sakit Tentara Pariaman. Amak kekurangan darah merah. Sisa dari uang perbaikan rumah masih ada untuk membayar pengobatan amak selama di rumah sakit.

Aku tak mau emak sakit terlalu lama. Apa yang diputuskan dokter terhadap pengobatan emak aku akan bayar. Amak akhirnya sehat. Namun setelah itu Amak di rawat lagi ke rumah sakit Asyiah karena amak kekurangan darah merah. Sehingga rumah sakit menolak Emak agar di bawa kerumah sakit asyiah Padang.

Hari itu juga aku berangkat membawa amak dengan ambulan ke RSUD M. Jamil Padang. Sementara anakku tinggal besama abinya di rumah. Setelah pengurusan amak di rumah sakit dan dapat kamar inap. Aku minta izin pulang kepada kakakku yang akan menjaga amak nantinya.

Aku pulang naik mobil umum ke Pariaman. Aku pun sampai di rumah. Wah sangat melelahkan . Perutku tersa sakit sekali. Suamikku bertanya padaku.

“ Abang lihat Ita menyeringit kenapa apa? Apa yang terasa. Lupa makan tadi. Kenapa perut Ita.” Suamiku memberikan perhatian padaku.

“Iya Bang.Sakit perut kali ini beda dari penyakit haid bulanan. “

“ Jangan-jangan kamu hamil. “ Soalnya abang beberapa bulan ini tidak beselera makan. Abang lihat Ita shalat selama tiga bulan ini tidak terputus.”

“ Besok pagi kita periksa ya bang, Sudah capek bang. Ita tidur dulu ya.”

Besoknya , pulang mengajar aku tes urine ke Bidan Susiana. Alhamdulillah aku memang hamil sudah 4 bulan. .Karena Aku kondisi hamil tidak jadi masalah. Aku tetap mengunjungi amak ke RSUD M . Jamil Padang sehabis mengajar di sekolah. Sehingga amak sampai sembuh. Seminggu di rumah sakit, amak kembali pulang karena biaya di rumah sakit tidak ada lagi. Amak berobat di kampung dengan obat alami. Sehingga amak masih bisa bertahan melawan penyakitnya yaitu leukimia Akut stadium 4.

Aku tetap mengajar. Kakakku kembali menurut suamiya yang bekerja di Buloq kota Pekanbaru dan membawa amak kesana, karena amak tidak ada yang jaga di rumah.

Kelahiran Anak Ketigaku

Suara jekrik bersaut-sautan di tengah malam. Suamiku belum juga pulang. Siang tadi dia menyiapkan bahan untuk data bes untuk CPNS bagi guru honor yang telah telah mehonor 2005. Mungkin bahan itu belum selesai dia kerjakan. Aku berpersangka baik saja. Guntur dan petir mulai berdentum di luar. Pertanda hari hujan. Aku mulai gelisah, perutku pulai sakit seperti akan melahirkan.

Aku ambil henponku, aku hubungi suamiku, sementara dua anakku telah tidur bersama dua orang adikku.

“ Assalamu’alaikum.” Bang, dimana? Perutku sakit. Sepertinya mau melahirkan”.

“ Oh ya, Abang masih di sekolah. Abang akan pulang. Tunggu di rumah. Siapkan perlengkapan melahirkan. Abang letakan dalam lemari.” Suamiku bergegas untuk bersiap-siap menjemputku.

Sementara aku menunggu. Aku membangunkan Ijum adikku. Agar menjaga anak-anakku di rumah. Tak lama kemudian suamiku pun datang. Kami langsung berangkat ke klinik bidan Susiana. Kami sampai pukul 22.15 WIB di rumah bidan Susiana. Aku pun di periksa. Ternyata sudah buka pintu 4 . Aku di suruh berjalan di sekitar klinik agar proses melahirkan mudah. Semalam aku tak tidur merasakan sakit akan melahirkan. Suamiku tetap memberikan semangat yang luar biasa. Tengah malam dia mencari teh telur untuk menambah tenagaku.

Kamis, tanggal 10 Oktober 2010 pukul 09.10 lahirlah anak ketgaku dengan sehat dan normal.

“Alhamdulillah, anak Ibu laki-laki. Beratnya 3,2 Kg tingginya 48 cm. Kecil dari yang dua diatasnya ya buk.”Bidan Susiana menghiburku.

“ Alah siap buk, biar di azan kan lagi.” Suamiku telah siap shalat dhuha dan langsung mengazan bayi kami.

Besoknya, kami sudah diiznkan pulang kerumah. Alif dan Muslimah masih berumur 7 dan 5 tahun. Mereka sangat gembira melihat kedatangan adik bayinya. Pipi adiknya di cium sehingga aku cemas jalau adiknya nanti lemas.

Tujuh hari kelahiranya, kami mengaqikahkan anak ke tiga kami langsung diberi nama Abdan Syakura yang artinya Hamba Yang Bersyukur. Mengapa nama ini kami berikan karena Abdan lahir ketika keluarga dalam kesedihan yaitu aku hamil Abdan dalam kondisi emak sakit . Banyak melakukan aktifitas. Kurang istirahat. Alhamdulillah Abdan lahir dengan selamat dan sehat.

Emak Meninggal Dunia

Emak hampir satu bulan di Pekanbaru . Mendengar anakku lahir. Beliau minta pulang ke kampung pada kakakku. Emak pun di antar pulang oleh Uni Marni. Alangkah bahagianya hati emak. Namun kebahgiaan yang terpancar di wajah emak membawa redup di hatiku. Mengapa demikian?

Empat hari amak di kampung. Penyakit Emak semakin parah. Panas amak semakin tinggi. Aku kondisi masih lemah berupaya mencari obat untuk emak melalui bantuan tetangga. Namun Kondisi tubunya semakin parah. Emak mengatakan padaku suatu malam

“Ita, kama Mak kabarubek lai ko? Sakik mak samakin hari samakin parah. Mato mak alah mulai kabue. Badan Mak angek. Bawolah mak barubek.”

“Iyo Mak. Kama wak barubek mak? Karumah sakik wak liak nah?” Ajakku kepada Emak.

“ Kalau karumah sakik amak alah trauma. Jan kasehat. Batambah malah sakik mak mancaliak urang bamacam-macam pinyakiknyo. Ubek kampuang je amak carian dih.

“ Adih Mak. “ Aku pergi ke kamar tidur. Menelungkup sambil menangis keras-keras dan ku tutup mulutku supaya tidak terdengar oleh anak-anakku dan adikku. Aku teringat cepat.

“ Astaghfirullah, mengapa aku menangis kencang. Aku baru melahirkan nantik darahkku banyak keluar. Bisa pendarahan” Gumamku sendiri.

Aku usap air mataku. Aku melihat emak kembali. Emak bermenung dan menekur. Sepertinya emak mengenang nasibnya. Entah mau kemana dia berobat lagi. Aku coba menghibur Emak.

“Emak harus semangat untuk sehat. Ada dua orang anak emak yang belum menikah. Lawan penyakit itu mak. Jangan kalah. Kalau Emak sembuh . Ita akan Umrah kan Emak. Gelang emas Ita ada 10 emas. Bisa Emak pergi Umrah setelah sembuh.

Apa hendak di kata. Emak sudah tidak berdaya lagi. Minggu Malam emak sudah pesan padaku.

“ Ita ,indak mungkin Mak kacegak lai doh. Alah banyak ubek dimakan. Alah ingkin ka mai mancari ubek. Kok pendek umue amak. Jagolah adiak-adiak kau. Kau nan bapitih nyeh. Sikolaan lah diak kau tu kama takana de e.”

“Adih Mak.Jawabku lagi

“Malamko jan kau tinggaan mak. Bawo lalok cucu Mak tu kasiko.

“ Adih ( Ya ).” Aku kembali lari kekamar tidur menangis lagi.

“ Ya Allah, berikan pada emak semangat untuk sembuh. Hamba terima apa keputusan terbaik untuk Emak, Ya allah. Berikan aku kesabaran Ya Allah. Hamba hanya punya emak. Apunkanlah kesalahan Emak Ya Allah.

Suamiku yang sejak tadi menina bobok kan si Alif dan Muslimah sudah tertidur karena semua pekerjaan rumah tangga di kerjakan olehnya kecuali memasak.. aku dengan Abdan tidur bersama emak di ruangan tamu yang disekat.

Aku perhatikan wajah Emak. Rasa hiba dan sedih menyelimuti hatiku.

“ Mak. Engkau wanita kuat yang pernah kulihat. Kasih sayangmu kepda kami seperti embun datang ditengah teriknya mata hari. Andai Emak pergi ke hadapan Illahi. Aku Ikhlas. Aku tak rela emak menderita tiap hari. Kenangan itu akan ku tulis di buku diary. Aku pun memeluk emak dan tertidur.

Subuhnya semua badan emak tak bergerak lagi. Tapi napasnya dan bicaranya masih ku dengar.

“ Ta, Mata Mak sudah buta. Tidak bisa melihat. Kaki mak sudah kaku.

‘Istighfar Mak, Baca sahadat ya Mak. Aku sedang nifas tidak boleh baca Al-Qur’an. Maka aku bangunkan adik-adikku. Merekapun bangun dan mengerjakan shalat subuh. Setelah itu melanjutkan pembacaan Yasin.. Emak menghembuskan nafasnya sangat kencang dengan mengucapkan Allah, Allah, Allah

Senin, 25 Oktober 2010 pukul 10,10 menit nafas itu terhenti. , adik-adikku menangis serta orang sekitar rumahku menyaksikan kepergian emak pun menangis. Mereka membatuku untuk mengangkat emak keruangan tamu tempat pembaringan.

Adikku bungsuku Asma, pagi Senin itu di ujian MID semester 1 di jemput ke MTsN Kampung Dalam.langsung di bawa pulang kerumah. Apam hendak di kata Emak sudah pergi dijemput Yang Maha Kuasa. Asma merima dengan sabar. dia hanya menangis dan mengaji.

Tidak berapa lama setelah itu, keluarga besar MTsN Kampung Dalam melayat ke rumah kami. Pesan Kepala Mdrasah Bapak Drs. Jasman kepada keluargaku/

“Hidup ini ada suka dan duka. Seminggu yang lalu Husni melahirkan anaknya. Seminggu setelah itu emaknya meninggal. Patah Tumbuah Hilang Baganti. Semoga Alhamarhum Diterima disisiNya. Ditempatkan di surgaNya. Keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran.”

“Amin Ya Rabal”alamin.”

BAB VII

Tahun 2011 – 2014

Kelahiran Anak Keempat

Hari berganti hari, bulan berganti, tahun berganti tahun. Hidup berkeluarga telah kami lalui bersama tanpa orang tua dan dua orang adik masih butuh biaya sekolah dan kasih sayang.

Kami jalani hidup apa adanya, tidak menghiraukan kesedihan berlarut-larut kerana ada tiga anakku yang selalu menghibur kami habis bekerja. Anakku tumbuh sehat dan mereka sudah sekolah

Enam bulan umur Abdan baru. Aku hamil lagi. Aku terima dengan senang hati. Sebelumnya aku tidak mau punya anak lagi karena yang mengasuhnya tidak ada. Aku pasrah sudah riski dari Allah. Allah tidak akan memberatkan hambaNya sesuai denga kemampuannya.

Aku hamil tidak ada masalah. Semua kehdupan aku lalui dengan enjoy dan tetap kesis di masyarakat. Hobiku tidak pernah tergadaikan oleh kesibukan. Suamiku memang orang habat dalam mengatur rumah tangga. Kami tak pernah bertengkar, hanya ribut mengurus anak-asnak yang masih kecil-kecil.

Jum’at, 6 April 2012 pukul 04.00 WIB lahirlah anak ke empatku. Proses kalhirannya cukup sulit. Disamping umurku juga sudah beranjak 38 tahun. Jadi tenaga untuk melahirkan sudah melemah. Walaupun begitu, suamiku tetap memberikan semangat juang kepadaku. Dia selalu mendapingiku dalam mengejan anak yang akan lahir. Ayat kursi terus dia lafazkan di sampingku dan mengusap kepalaku. Semangat itulah yang membuatku memiliki kekuatan.

Tujuh hari kemudian pelaksanaan aqikahnya kami laksanakan, Anak ke-4 ini kami beri nama Azka Dzakhwan Habibi yaitu cerdas dan penyayang menuju kemenangan.

Anak-Pertamaku Masuk SDIT Al Marhamah

SDIT Al Marhamah berdiri tahun 2013/ Pada tahun itu pula Alif anak pertamaku masuk SDIT Almarhamah Kampung Dalam. Siswanya berjumlah 6 orang. Gedung sekolahnya adalah rumah yang dikontrak oleh yayasan Al Marhamanah bertempat di Bukit Gonggang Kampung Dalam. Tempatnya di gedung TPA Sabai Subur. Ustazahnya bernama Elva Diana, M.M.

Walaupun SDIT tersebut baru berdiri. Alif senang belajar dengan ustazahnya sehingga nilai bahasa Inggrisnya dapat seratus setiap belajar, begitu pula dengan nilai yang lain. Sedangkan adiknya Muslimah , kami masukan di TK Tunas Bangsa kampung Pauh dekat kami mengajar.

Kakakku Pindah Ke Kampung

Uni Marni adalah kakak pertama di antara kami bersaudara. Uni pulang ke kampung beliau dalam keadan sakit. Sudah berobat di Pakanbaru belum juga sembuh. Uni menderita penyakit maag akut. Badannya sudah kurus. Maka uni memutuskan untuk berobat di kampung

Ajo Geneng suami dari Uni Marni mengatakan padaku bahwa untuk sementara waktu Uni Marni ditinggalkan dikampung dulu, nanti setelah sembuh baru kembali ka Pakanbaru.

Dengan sabar dan penuh tanggungjawab permintaan Ajo Geneng tak dapatku bantah. Sebenarnya berat bagiku sebab aku baru melahirkan. Berarti anak 4 yang harus kami urus ditambah lagi adik berdua yang sudah kuliah satu yaitu Ijum. Asma dapat bea siswa sekolah ke Diniyah Putri Padang Panjang. Uni Marni juga punya anak satu yang masih duduk dikelas IV SD. Dia terpaksa dipindahkan pulang. Dia tidak mau tinggal sama ayahnya di Pakanbaru.

Biarlah, sudah suratan diriku. Bentuknya ujian demi ujian selalu menimpa hidupku. Pagi aku mengajar sorenya membawa uni berobat. Berkat kesabaran dan keikhlasan Uni Marni sembuh dari sakitnya. Maka Uni kembali ke suaminya. Namun selang seminggu Uni jatuh sakit kembali. Uni di antar Ajo Geneng lagi pulang ke kampung.

“ Tak usahlah marantau lai, Mani. Kaki marni ketek. Urang Ketek kaki biasonyo marantau payah. Acok sakik ‘” kata ajo ke pada Uni Marni di depan kami .

“ Kami indak lo, manyuruah di Mani ka Pakanbaru doh Jo. Lai indak baa tu. Jauh je panggang jo api ( berjauahan suami dengan istri).” Jawabku lagi.

“ Biarlah ajo yang pulang sakali sabulan. Kalau indak bisa minta izin doh, ajo kirin je pitih balanjo uni, ajo kini dapek izin hanyo sahari. Malam beko Ajo ka Pakanbaru liak.” Ajo memastikan kepda kami.

“iyo lah Jo. Inda baa doh.” Bia lah Uni di rumah.

Dengan berjalannya waktu. Uni Marni berangsur sehat. Batas cuti dibawah tanganku sudah habis. Minggu depan aku mengajar lagi/ Pucuk di cinta ulam tiba. Artinya Uni Marni sehat anakku abdan dan azka tidak kuserahlan lagi pada pengasuhnya. Lebih baik ku titip sama Uni marni.

Buat Rumah

Rumah Emak hanya memiliki tiga kamar. Ketiga kamar itu tidak dapat kami huni karena kamar itu sudah pemiliki. Menurut nenek moyang kami Suku Jambak banyak pantangnya. Kamar yang sudah di huni oleh adik kita tidak boleh di huni lagi begitu juga kamar Kakak. Kalau kamar kakak kita pakai, kalau di pakai kakak lagi tidak boleh ,tidak baik pemali. Maka kami hanya tidur di dapur yang kami buat kamar keluarga darurat.

Terkadang kami tidur di gigit lipan karena bangunan itu berlobang. Apalagi semut yang masuk telingga. Maka kami merencanakan membuat rumah di samping rumah Emak di tanah pusako/

Kalau membuat rumah di tanah pusako rumah tidak dapat di jual beli hanya sekedar hak pakai. Maka rencana ini kami utarakan pada Mamak Capuak yang merantau di Medan dan Ajo Riyal sebagai kakak lelaki di pihak seibu. Merekapun setuju/ dimusyawarahkan hari meletakan batu pertama rumah sampai memotong tonggak hingga baralek kudo-kudo ( memperelatkan rumah yang akan di huni)

Aku pun mengurus administrasi peminjaman uang di Bank BRI kampung Dalam/ Aku meminjam Uang Bank sebanyak Rp 187.000.000 dengan selama 8 tahun dengan cicilan Rp 287.000 per bulanya. Seminggu sesudah itu, aku pu mnerima uang itu. Maka ku belikan semua bahan dan juga upah tukang/

Bulan September 2014 mulai mendirikan rumah, Desember rumahku siap.

BAB VIII

Tahun 2015 -2018

Menikmati Rumah Baru

Tahun 2015, kami pindah kerumah baru. Anak-anakku sangat bahagia memiliki rumah yang besar dan bisa tidur lebih nyenyak. Selama tinggal di kamar kecil yang beridingkan triplek sering masuk semut ketelinga mereka sehingga malam itu tidak tenang tidur.

Rumahku terdiri dari 5 kamar yaitu didepan kamar kami, disamping kanan sejajar itu kamar anaku di depan kamar shalat , di samping belakang kamarku aada WC ruangan dapur/ Luas rumahku 9M x 12 M. Atapnya tinggi sehingga rumah ini tersa sejuk. Apalagi siang. Teman-teman anakku sering bermain di rumah karena mereka menikmati juga bagaimana nikmatnya rumah baru kami.

Hari pertama rumah kami huni. Kami mengadakan syukuran. Kami undang murid TPQ yang ku ajar sekitar ada 50 orang. Dan Palomunkin kampuang untuak memimpin doa.

Kami dan keluargapun manikamti hari-hari bersama anak-anakku di rumah yang baru. Sementara adik-adikku bersama Uni Marni di rumah Emak. Adik-adikku juga bisa bebas membuka auratnya di rumah karena tidak ada lagi suamiku di sana.

Alif sudah duduk di kelas 4 SD, Muslimah kelas 3, abdan kelas 1 sedangkan Azka di PAUD .

Semua kami jalani dengan bersama.

Lika liku Kepergian suamiku

Sejak anak ke empat kami lahir. Suamiku sering sakit. Kakinya apabila kena garutan , digigit nyamuk maka langsung membekak dan bernanah. Maka aku membawanya berobat. Ternayata kadar gula suamiku mencapai 380.

Dokter pun mengingatkan suamiku,

“ Bapak, kurangi lagi makan nasi , banyak makan sayur yang tidaj hijau serta buah. Bapak jangan merokok. Apakah bapak tidak sayang pada Ibu dan anak-anak. Diabetes ini tidak ada obatnya Cuma atur saja pola makan, agar gula bapak stabil,

Suamiku pun di beri resep. Kami pun mengambil obat. Satu asoy kecil penuh obat yang akan diminum suamiku selama satu minggu. Kalau sudah habis baru di ulang lagi. Suamiku meminum obat tersebut. Namun tidak habis obat , penyakit maagnya kambuh lagi. Mungkin ada diantara obat gula yang menaikan asam lambung. Akhirnya suami tidak melanjutkan berobat ke dokter.

Ada temanku penyarankan agar memakan obat HPAI yaitu Deabestrak. Maka akau membelinya dan langsung suamiku masuk menjadi Anggota HPAI. Sehingga aku membeli obat tidak terlalu mahal.

Alhamdulillah obat itu cocok untuk suamiku. Aku juga membawanya berbekam kerana punggung suamiku banyak bisul yang mengandung nanah. Waktu bekam keluarlah semua nanah itu. Bisul suamiku sembuh. Besoknya aku cek gulanya tutun memjadi 180. Dokter itu oun terkejut.mangapa guka suamiku dratis menurun? Apa yang bapak minum/? Dokter itupun penasaran.

Kami terangkanlah serincinya kepada beliau. Dan dia hanya mengangguk-aguk sepertinya dia sudah tahu.

Suamiku masih mudah. Selera ini sulit untuk di tahan. Semua makan kembali dia makan tampa mengingat pantangan yang telah di kasih tahu oleh dokter. Apa hendak di kata suamiku selalu merokok. Juga sering bergadang sehingga aku pun membiarkan itu karena sudah capek mengurus anak 4 di rumah.

Kata adek bungsuku yang menemani Muslimah tidur dikamarnya. Dia yang sering membukakan pintu untuk suamiku. Dia mengatakan bahwa abang pulang jam 12 malam hingga jam 2 dini hari.

Aku biarkan saja. Aku tak gubris itu. Aku takut suamiku tersinggung. Penyakit yang dia derita tak mau terulang lagi karena hal sepele. Mungkin itu kesenangan suamiku. Aku hanya berbaik sangka saja padanya. Suamiku sudah jadi mamak terkemuka di kampungnya, bisa saja dia menyelesaikan masalah kampung atau pergi mengantar marapulai. Aku tek pedulikan lagi.

Lebaran 2017 kaki suamiku kembali membekak di betisnya. Mungkin banyak memakan daging selama lebaran. Suamiku kembali memakan HPAI namun tak kunjung sembuh. Kaki yang membekak mengecil dan menghitam.

Aku mulai resah dan gelisah. Kaki suamiku menghitam. Sudah sembuhkah.

Ketika pulang sekolah, sudah sampai dirumahkami shalat ashar berjamaah. Setelah shalat aku mencium tangan suamiku, dan dia berkata padaku.

“ Ita, Ila an sado nan ta ambiak dan nan di makan,” dia memandang ke bawah sajadah.

‘ Apo kecek abang ko. Ita acok lo ma ambiak pitih bang nyo. Mamakan pambarian abang gai, uuuuuuuu,” tangisku diringi oleh derai air mata.

“ Maafkan ita bang ko ado kecek Ita ko nan manyingguang parasan abang yo.” Aku memegang tangan suamiku erat-erat/

Kami pun sama termenung.

“Ita di telapak kaki abang sabalah kiri ko ado nan mengganjal sepertinyo ado jarum didalamnyo.” Sikolah lah duduka tampek nan tarangko. Bia ta caliak. Ondeh bang sajak bilo tarasonyo. Alah bananah di dalam. Tumitko biasonyo kareh bang. Kalau wak tusuak beko resikonyo tinggi. Bisuak wak bawo ka puskesmas yo bang/”

Ke esokan harinya, kami pergi ke Puskesmas. Suamiku dibeikan surat rujukan agar diperiksa di RSUD Pariaman. Hari itu juga kami menuju rumah sakit RSUD Pariaman. Alhamdulilah semua urusan lancar Cuma sedikit agak kecewa. Dokter a bahwa bapak manum obat saja tampa melihat tumit kaki suamiku yang sudah bernanah tadi.

Di rumah sekolah suamiku mencoba mengorek tumit yang bernanah itu pakai jarum pentol. Karena rajin mencokel keluarlah kawat kecil sudah berkarat lebih kurang 1cm. Salah satu temanku melihat kejadian itu namanya Ibu Linda Loviana. Dari ibu inilah aku tahu bahwa tumit suamiku ada kawat kecil di dalam.

Akhirnya besoknya kami minta rujukan ke RS Asyiah Pariaman. Kami pergi kesana sore setelah mengajar . Melihat tumit suamiku yang telah bau busuk. Kami pun menceritakan penyebab terjadi tumit seperti itu.

“Buk . kemarin saya mersakan ada yang mengganjal di tumit ini rasanya tidak sakit. Tapi ada nanahnya. Kemudian saya congkel sama pentol. Keluarlah kawat yang sidah bekarat 1cm” dari nana itu menguarkan bau yang tidak sedap.

‘ Ini tidak bisa dibiarkan pak. Bapak harus diberi obat anti infeksi. Maka dokterpun membersihkan. Kami pun kembali pulang/ Sekali seminggu suamiku kontrol ke RS Asyiah Pariaman. Walaupun kakinya sakit suamiku tetap mengajar. Tumit itu dibungkusnya dengan kain pembukus agar bau busuknya tedak keluar.

Desember 2017 setelah penerimaan rapor semester ganjil tahun pelajaran 2017-2018 kami kembali kerumah sakit Asyiah untuk kontrol. Aku lihat suamiku wajahnya pucat sepertinya kurang darah. Dalam mobil kijang yang kami bali ketika menerima rapel sertifikasi tahun 2015. Suamiku masih sempat juga membawa mobil.

“ Bang. Ita lihat abang pucat. Bagaimana perasaan abang sekarang. Abang kurang darah kayaknya? Abang . karena waktu kita sedang libur, abang di rawat sajalah, Ita hanya bisa menunggu abang di rumah sakit,” Aku memberikan nasehat pada suamiku.

“ Abang bukan tak mau kerumah sakit. Ita tahukan kalau kaki abang sudah begini, nanti dokter akan bilang di amputasi. Abang belum siap menrima kenyataan ini.”

“ Iya bang. Bukan masalah kaki bang tetapi kita periksa HB darah abang. Abang banyak mengeluarkan darah setiap hari, kita akan lihat bagaimana perkembangannya nanti.”

Kami pun sampai di RS Aisyiah. Suamiku dapat nomor antrian kedua. Suamiku tepanggil masuk ruangan dokter. Dokter heran dia cek kembali gula darah suamiku ternyata masih tinggi, badan suamiku panas serta pucat.

“ Bapak harus di rawat. Dari hasil labor bapak, HB bapak rendah, tekanan darah tinggi, gula tinggi , dan badan bapak panas.”

“ Iya buk, tadi saya katakan padanya, bahwa abang harus di rawat.” Aku menyela pembicaraan dokter.

“ Ibu sudah mau pak. Sekolah sekarang libur, bapak tidak boleh berfikir lagi, bapak harus di rawat secepatnya.”

Akhirnya suamiku di rawat. Persiapan belum ada kami bawa. Aku menghubungi Uni Marni di rumah. Aku kabarkan kepadanya bahwa Sidinya (Sidi adalah panggilan untuk menantu laki-laki di Pariaman ) masuk Rumah sakit Asyiyah. Uni mengantarkan semua yang Aku butuhkan di rumah sakit. Empat orang anakku tinggal bersama adik-adikku di rumah.

Kalau mereka di bawa ke rumah sakit, nanti mereka terkena menyakit menular. Lebih baik mereka di rumah.

Tak terkira sedihnya hati, mendengar perkataan dokter pagi itu bahwa tumit suamiku harus di belah, karena di dalamnya telah membeku nanah yang akan menyebar cepat di seluruh kakinya. Di samping itu tusukan kawat yang berkarat telah membuat sumur di telapak kakinya dan warna daging telapak itu menghitam.

“ Biasanya orang penyakit gula, kena oseng saja susah sembuhnya. Pak.” Ini keajaiban oleh Allah Wajalah. Bapak rajin beribadah kali. Masih sayang Allah pada Bapak. Bvapak nanti malam kakinya di Operasi, dikorek semua daging yang telah ,membusuk di telapak bapak, ya? Dokter balik bertanya.

“ Kalau itu yang terbaik dok, saya bersedia.” Suamiku pun menanggapiya dengan wajah muung.

Malamnya, Suamiku di bawa ke ruangan seteril sebelum masuk ruangan bedah. Ruangan itu sangat dingin sehingga suamiku menggigil kedinginan. Suamiku tetap tegar menerima kenyataan ini. Suamiku tidak berbicara apa-apa hanya selalu tersenyum melihatku.

“ Apakah Ita kedinginan? Kalau dingin dan susah berdiri lama tinggalkan saja Abang sendiri disini.”

“ Ita, tidak mau Bang, perasaan Ita tidak enak bang. Bagaimanpun kondisi hari ini Bang, aku tetap menemani abang di sini. Bukankah sakit senang kita jalani bersama. Abang yang merasakan sakit , Ita juga merasakan bagaimana sakitnya suami tidak ada di samping kita lagi.” Aku menyemangati suamiku.

Suamiku di panggil untuk masuk ruangan bedah. Aku tidak di benarkan masuk ruangan. Aku kembali ke ruagan tunggu di luar .

Suasana malam membawa hatiku semakin sedih dan galau. Hujan lebat serta angin kencang diringi oleh petir. Bunyinya menghentakan aku dari lamuananku. Suamiku di bedah pasien terakhir malam itu.. Operasi abang siap pukul 0030 WIB. Aku tetap semangat bergadang malam ini walaupun tidak ada yang menemaniku di rumah sakit. Aku tetap tegarkan diri ini. Pasti Allah tak akan sia-siakan aku sendirian. Suamiku masih keadaan lemah. Dia buang air aku tempung pakai aqua botol yang bekas.

“ Ya Allah. Berilah aku kekuatan untk bergadang malam ini, aku tak mau suamiku menanggung sakit sendirian. Aku akan merasakan juga penderitaan beliau selama menjaga aku ketika melahirkan.

Paginya, suamiku sudah dapat berjalan. Dia minta dimandikan. Maka Aku memandikannya denga air hangat ngilu kuku. Kecerahannya nampak di wajah kegagahannya. Dia seorang pria yang tak pernah mengeluh selama ini.

Selalu senyum dalam suka dan duka. Sudah 5 hari di rumah sakit. Tumit suamiku belum juga sembuh malah semakin parah. Malam hari kelima, tumitnya di korek lagi daging yang masih menghitam. Aku kembali menunggu di tempat yang sama. Operasi pun siap.

Kali ini, aku lihat abang keluar dari ruangan operasi dalam kondisi pingsan. Aku menangis.

“ Apa yang terjadi dok, kenapa suami saya tidak sadar.”

‘Ibu yang sabar ya, sebentar lagi bapak sadar. Tadi sedang operasi berlangsung gula bapak naik. Jadi kami terkejut juga. Semoga bapak cepat sadar ya buk.”

Aku pegang telapak tangan suamiku sambil membaca surat Al Fatiah, An-Nas, Al-falaq dan Al ikhlas semoga cepat sadar. Aku yakin surat-surat itu adalah Obat yang sangat manjur untuk orang yang tidak sadar.

Alhamdulillah, Allah mendengar doaku. Suamiku sadar . Muslimah yang sudah dua hari menjag Abinya pun bahagia.

“ Ummi, Abi Imah indak matikan Mi. “

Aku rangkul Muslimah.

“Abi tadi tidak sadar Nak, habis operas tumitnya.

“ Ummi, jangan di operasi lagi Abi ummi. Nanti Abi kita mati. Kakinya jangan di potong ya Ummi.” Kami manangis saling berpelukan.

“ Muslimah, biar abi kita sembuh.

Hari ke 12 suamiku di rumah sakit, kondisinya semakin parah tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Dokter bilang padaku, kesembuhan bapak agak payah. Aku harus sabar mennerima ini. Infus tidak terpasang lagi.

“ Ita. Mangapa kita dirumah sakit ini lagi. Infus abang tidak terpasang . bagaimana kita pulang saja.” Wajah abang sudah layu. Hatiku luluh berantakan. Pikiranku semberaut.

Aku melaksanakan shalat Isya, terdengar Hpku berdering. Setelah shalat Hpku berdering lagi. Aku angkat.

“ Asslamu’alaikum.

“Waalaikumsalam, Iyo suami ibuk kabarubek jo ambo. Kalauan lah apak dari rumah sakik dulu, bia ambo maubek malamko. Ibuk hubungi je ambo beko yo? “ Seseorang yang aku kenal ketika menunggu abang di ruangan tunggu operasi.

“ Rancak apak pai caliak kondisi suami ambo malamko. “

“Jadih”

Bapak itu pun datang dan lansung beremu dengan suamiku. Dia lihat kaki suamiku.

“ Alah parah yeh pak. Kok sampai balubang ko Pak.

“ Tapi di bedahnyo dek dokter.

“Oke lah Pak, apak pulang malamko. Bisuak ambo carikan ubek apak. Kini apak agiah ambo pitih Rp 600.000,- untuk mancari ubeknyo.” Aku pun menuruti kehendak apak tukang ubek .

“ Kalau abang nan maminta pulang, kita urus malam ini, besok orang libur karena tahun baru.

Aku pun mengurus semua adminitrasi kepulangan suamiku. Tepat pukul 00.00 WIB kami meninggalkan RS Asyiyah menuju pulang. Dalam perjalanan kami di hibur oleh hamburan kembang api dan bunyi mercon serta bunyian terompet. Walaupun di rendung kesedihan . Kami menikmati pergantian tahun baru dari 2017 ke 2018.

Sesampai di rumah , suamiku muntah. Muntah itu berikan air yang hijau.Itulah selama di rumah sakit, suamiku bilang perutnya kembung seperti orang minum air terlalu banyak padahal suamiku sedikit minum air. Setelah muntah, suamiku tertidur pulas di ruangan tamu.

Aku pun tidur disampingnya dengan nyenyak. Semua anakku sudah tidur.

“ Besoknya, Apak tukang ubek yang bernama Ungku telah tiba dirumahku membawa rempahan kuno . Dia menyuruhku untuk merebus rempahan itu. Air rebusnya digunakan untuk membersihkan telapak kaki suamiku yang berlubang. Dan minyak hitam yang terbuat dari arang tempurung mengusap lukanya. Satu minggu kemudian pengobatan kaki suamiku mulai bersih dan kering.

Tetapi kondisi tubuhnya semakin lemah. Suamiku tidak bisa lagi berdiri. Ungku tidak boleh membawa suamiku ke rumah sakit lagi. Aku minta izin agar ada masukan asupan makan ketubuh suamiku maka beliau harus di infus, namun ungku itu tidak setuju.

“ Obat yang saya berikan ini, sudah termasuk menyembuhkan gula Bapak, buk.” Ungku mengatakan padaku.

Sebelas hari aku dirumah. Suamiku setelah shalat subuh drop tak sadarkan diri. Aku bergegas menghubungi kakakku dan kakakku suamiku. Akupun menuju mencari ambulance ke Puskesmas. Dengan Sigap. Ambulanpun sampai dirumah. Suamiku di goyong ke RS Siti Rahmah Padang.

Di perjalanan, suamiku hanya berkata aduh, aduh, aduh. Mungkin rasa sakit yang ia rasakan tidak tanggung-tanggung sehingga pingsan menahannya.

Aku Selalu membaca Ayat Kursi menenangkan fikiran beliau. Mata suamiku ada melihat tetapi penglihatan itu kosong.

Sesampai di RS Siti Rahmah, Keluarga suamiku , dan snak suadaraku yang di Padang telah menunggu. Mereka pun menangis melihat kondisi Suamiku seperti ini. Suamiku langsung di bawa ke UGD dan diperiksa denyut jantung, tekanan darah tingginya serta gulanya. Selang 45 menit, suamiku belum juga sadar. Akhirnya dokter disana memutuskan suamiku di bawa ke RSUD M Jamil . Semua berkas telah di urus.

Suamiku pun di bawa ke RS M.Jamil Padang. Suamiku belum juga sadar. Aku selalu mendapinginya. Suamiku hanya berkata aduh, aduh, dan gelisah.

Dokter sudah sibuk memeriksa suamiku. Suamiku di ronsen kepalanya. Kemudian kakinya. Tidak lama kemudian. Dokter memanggilku.

“ Ibukah istri dari pasien, Iya Pak. Hasil diteropongkan sinar di dinding. Aku lihat, di kepala suamiku sudah berlobang tulang tengkoraknya dan di kakinya tulang sudah hancur akibat gula tinggi. Bapak harus di amputasi kalau dia sadar nanti.

“ Kerjakan yang terbaik dok , “ Kita tunggu Bapak sadar dulu ya buk?

Ruangan menseterilkan pasien dan mulihkan kesadaranya penuh. Kami semuanya menunggu di ruangan Pasien yang akan di rawat. Kondisi suamiku makin parah, tanda-tanda kematian sudah nampak oleh ku, tetapi aku tetap bersemangat suamiku masih bisa berjuang melawan penyakitanya.

Keluarga besar MTsN kampung Dalam sudah bekumpul dekat suamiku. Aku lihat semua temanku sudah mengeluarkan air mata. Dan merangkulku dan mengatakan sabar padaku. Suamiku mengeluarkan air mata.

Nafas suamiku mulai cepat hembusannya. Teringat olehku masa kepergian emak dulu. Nafasnya mirip seperti ini. Tubuh suamiku tidak bergerak lagi. Hanya respon bulu tangannya berdiri ketika mendengar kami membaca surat yasin. Kami bergantian membisikan ditelinganya mengucapkan dua kalimat sahadat. Hanya di respon dengan gerakan lidah saja.

Tepat pukul 16.30. Abang dibawa ke ruangan khusus . Dimana ruangan itu adalah pasien yang akan mengahadapi ajalnya. Tak lama di ruangan itu, Ketika aku disuruh kakaknya shalat Ashar sedang aku berdoa. Suamiku menhembuskan nafas terakhirnya.

Waktu itu aku berdoa. Ya Allah, kalau memang terbaik untukku ., Aku ikhlas menerima apa yang engkau berikan Ya Allah. Ternyata suamiku menunggu keikhlasan dariku melepaskan kepergiannya.

Pengurusan jenazah suamiku kekampung telah selesai oleh saudara-saudaraku, kami pun pulang dengan kesedihan yang tak terbayangakan.

“Dua belas tahun sudah mahligai cinta kita jalankan, suamiku. Semoga engkau di sana ditempatkan di surga Jantul Firdausi. Empat mutiara hati kita akan aku jaga. Semoga doa mereka selalu menghapuskan dosa-dosa kita yang berlalu. Selamat jalan suamiku. Maafkan aku jika dua belas tahun ini ada yang kau simpan dan menyakitkan hatimu.”

PROFIL

RIWAYAT PENULIS

Nama : Usnita Bakti

Tempat dan tanggal lahir : Tigo Jerong

Alamat : Korong Tigo Jerong,

Nagari Kudu Ganting Barat

Kecamatan V Koto Timur

Kab. Padang Pariaman

Pekerjaan : PNS

Unit Kerja : MTsN 3 Padang Pariaman

Riwayat Pendidikan

SDN Sungai Kalu Tamat Tahun 1991

SMPN 1 V Koto Kampung Dalam Tamat Tahun 1993

SMAN 1 V Koto Kampung Dalam Tamat Tahun 1996

PGTKI Adzkia Padang Tamat Tahun 1997

Fakultas Sastra UNAND Padang Tamat Tahun 2001

Akta IV STIT Syeh Burhanudin Pariaman Tamat 2004

Karya yang pernah ditulis:

1. Moralitas Perempuan Minangkabau dalam novel Darman Moenir “ Sebuah Analisi Novel “ tahun 1999 terbit di Koran Singgalang

2. Antalogi Puisi Angkatan 2008 terbit di Perpustakaan MTsN kampung Dalam

3. Menumbuhkan Kebiasaan Menulis Siswa . sebuah artikel diterbitkan di Webside BDK Padang

Tahun 2016

Sinopsis

Dalam perjalan, Pohon-pohon mengintai pertemuanku. Daun-daun ikut bergoyang. burung-burungpun ikut berdendang. Pertanda ada dua insan yang akan dipertemukan. Aku selalu bertasbih ditengah deru motorku yang menderu, menghilangkan gemetar tubuhku dan dak dik duk debar jantungku.

Apa jadinya ketika pertemuan berlanjut ke pelaminan? Begitulah . Seorang gadis Minang ketika sudah memilki penghasilan sendiri dia bisa mencari jodohnya. Apa lagi Aku. Alhamdulilah berkat usaha dan jerih payahku serta doa orang tuaku , aku pun berhasil maraih impian menjadi PNS.

Banyak hidup telah ku alami namun pada dua belas tahun bersama nya maraih keluarga yang sakinah mawadah, waramah. Akhirnya?

Apa yang terjadi pada dua belas tahun , Yuk baca kisah hidupku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alah iii

25 Feb
Balas

Alah iii

25 Feb
Balas

Alah iii

25 Feb
Balas

Mantap uni.... Lah siap naskah ni?

12 Feb
Balas



search

New Post