Salah satu perangkat mengajar yang harus dimiliki guru sebelum mengajar adalah modul ajar. Istilah yang mulai dikenal sejak diimplementasikannya kurikulum merdeka. Sebelumnya, lazim disebut dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dua istilah yang tidak terlalu berbeda pada konsep dan konten. Ada tiga komponen wajib yang harus ada di dalamnya, yaitu bagian pembuka, inti, dan penutup.

Pada bagian inti pembelajaran sudah semestinya diberikan durasi waktu yang paling banyak karena di situlah proses pembelajaran berlangsung. Pada bagian inti, seringkali guru menyelipkan lembar kerja siswa (LKS) baik buatan sendiri maupun hasil adaptasi dari sumber lain. Bentuk LKS pun bervariasi. Bisa berupa lembaran kertas, kertas manila yang ditempel di dinding kelas, atau lainnya. Pengerjaannya juga bisa dilakukan secara mandiri maupun kelompok.

Pada pelajaran Bahasa Indonesia dengan tujuan pembelajaran (TP) Memaknai kosakata baru dari teks yang dibaca atau tayangan yang dipirsa sesuai dengan topik, biasanya guru menghadirkan LKS untuk menentukan kata dasar. Namun, guru bisa menciptakan LKS dalam bentuk lain. Namanya adalah ‘Tangga Aksara’.

Cara membuat ‘Tangga Aksara’ ini sangat mudah. Siapkan kertas HVS berwarna-warni agar lebih menarik. Dengan menggunakan laptop atau komputer program Microsoft Word kita buat sepuluh persegi panjang berjajar ke bawah seperti tangga. Setiap persegi panjang berukuran 6.5 cm x 3 cm. Kita atur kertasnya dengan tinngi 33 cm dan lebar 21 cm, maka kita bisa membuat ‘Tangga Aksara’ dalam dua sisi sehingga satu lembar HVS akan menghasilkan dua ‘Tangga Aksara’.

Selanjutnya, dengan sepuluh persegi panjang berjajar tersebut, pada persegi panjang pertama, ketiga, kelima, ketujuh, dan kesembilan ditulis satu kata berimbuhan. Sedangkan pada persegi panjang genap, yaitu kedua, keempat, keenam, kedelapan, dan kesepuluh dibiarkan kosong. Bagian kosong tersebut yang akan diisi bentuk kata dasarnya oleh siswa. Setelah dicetak, bagian tepi ‘Tangga Aksara’ digunting dan dilipat pada setiap garis membujurnya sehingga membentuk seperti tangga. Dan LKS pun siap digunakan.

Setiap ‘Tangga Aksara’ bertuliskan kata berimbuhan yang berbeda. Tujuannya, agar siswa tidak bisa menyontek temannya. Selain itu, siswa akan memiliki banyak perbendaharaan kata karena setiap anak mempresentasikan di depan kelas, sedangkan siswa lainnya mencatat di buku tulisnya masing-masing. Dengan demikian, siswa akan saling belajar dari temannya yang lain.

Selesai mengerjakan, setiap siswa mempresentasikan jawabannya di depan kelas. Siswa lainnya memberikan tanggapan dan masukan terhadap jawaban yang kurang benar. Selanjutnya, mereka menulis di buku tulisnya masing-masing. Jadi, dengan 26 siswa, secara tidak langsung mereka belajar mengubah kata berimbuhan menjadi bentuk kata dasar sejumlah 260 kata.

Guru sebagai fasilitator akan memberikan masukan dan penguatan jika terjadi kesalahan atau miskonsepsi pada saat berlangsungnya diskusi kelas. Kegiatan semacam ini juga sebagai upaya mengenalkan siswa akan pembelajaran inkuiri, yaitu pembelajaran yang menekankan proses berpikir untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sebuah permasalahan yang dipertanyakan.

Berbagai strategi penyusunan LKS bisa dikembangkan oleh guru. Tidak melulu harus berupa lembaran kertas berisi petunjuk pengerjaan dengan sederat pertanyaan. Namun, inovasi lain harus dilahirkan agar lebih menarik dan siswa lebih termotivasi untuk belajar.