Warnoto Fisika

Lulusan UNY tahun 2000 dari Pendidikan Fisika FMIPA, mengajar di SMA N 1 Subah Kab. Batang Jawa Tengah. Minat pada bidang Teknologi, Arsitektur dan Keagamaan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Literasi dalam Doa

Literasi dalam Doa

Pagi tadi saya menghadiri prosesi Akad Nikah adik iparku. Acara diagendakan pagi-pagi sekali sehingga jam 06.15 saya sudah standby di tempat. Waktu terus berjalan dan dengan harap-harap cemas Pak Lebe (modin) dan Pak Penghulu akhirnya datang juga meski terlambat setengah jam. Mereka berdalih meski sekarang hari libur namun banyak kegiatan sejenis di beberapa tempat se kecamatan. Karena kedua mempelai telah menunggu dari tadi maka acarapun segera dimulai. Begitu sederhanaya acara sakral ini sehingga protokoler pun tidak diperlukan. Pak penghulu langsung beraksi. Tidak ada hambatan yang bererti dalam prosesi ini kecuali wali nikah yang harus dipandu oleh Pak Lebe pada serah terima hak perwalian kepada hakim. Yah, meski sederhana namun tetap hikmat. Bahkan tidak sedikit hadirin yang hampir menitikkan air mata karena haru. Termasuk saya.

Setelah prosesi Ijab Kabul selesai yang ditandai dengan berakhirnya doa oleh Pak Penghulu maka dilanjutkan prosesi walimah. Dikeluarkanlah berbagai makanan yang diolah dan disediakan secara khusus mengikuti kaidah baku dalam adat yang terjaga turun temurun. Terlihat ada bubur sejumlah 7 piring dengan variasi bubur putih dan bubur merah. Bubur merah dimasak dengan gula jawa. Di nampan ada ketupat, lepet dan pisang serta jajanan. Sementara di bakul ada tumpeng. Selain itu ada nasi berkat yang dikemas sederhana dalam ceting plastik terbungkus siap cangking.

Menurut pengamatanku penyiapan makanan yang akan didoakan bersama meliputi 4 kelompok. Dua kelompok harus ada untuk jenis acara hajat apapun yaitu bubur dan juadah pasar. Satu kelompok hanya ada sesuai jenis acara hajatnya, dan dalam pernikahan wujudnya bucu tumpeng. Kemudian 1 kelompok berkat, yaitu makanan kontekstual yang diyakini diluar pakem adat sehingga wujudnya variatif. Terkadang diwujudkan dalam bentuk nasi kotak, paket roti atau sekedar paket beras, mie instan mentah dengan telur.

Melihat fakta ini tentu di antara kita ada yang bertanya mengapa seribet itu. Bukankah beragama itu asalnya mudah ? Mengapa mempersulit diri? Barangkali ada juga yang beranggapan bahwa wujud kegiatan seperti itu masuk dalam ranah dunia bidah. Tidak ada yang salah dalam pertanyaan dan pernyataan tersebut. Hanya saja perlu kehati-hatian dalam memahami fakta karena jatuhnya kepada dosa dan syirik bergantung bagaimana suatu fakta mampu dipahami hakikatnya. Misalya, mengucapkan niat ketika akan shalat dapat dianggap bidah jika diyakini sebagai bagian dari shalat, padahal shalat diawali dari takbir. Lain halnya jika hanya dianggap sebagai penyiapan diri untuk memulai shalat. Demikian juga berbagai fakta tentang adat kenduri.

Salah satu fakta dalam kenduri adalah penyiapan menu makanan yang memang harus berpedoman pada adat di suatu tempat. Maka, disini perlu diklarifikasi. Jika seseorang meyakini bahwa uba rampe kenduri harus seperti itu, jika tidak doanya tidak diterima atau bahkan akan mengundang marabahaya maka hal itu termasuk perkara yang mengada-ada sehingga termasuk perkara bidah. Sementara bagi seseorang yang menganggap penyiapan menu berada di luar kontek ritual, hanya sekedar kebiasaan, maka tidak masalah baginya.

Masyarakat adat Nusantara terkenal memiliki budaya adi luhung baik dalam sastra, seni, ajaran adab, dan falsafah hidup. Nilai-nilai seni tercermin dalam segala aspek siklus kehidupan sosial seseorang. Nilai ini terintegrasi juga dalam aspek ritual dari kelahiran, fase menuju kedewasaan, khitan, menikah, mendirikan rumah, mengandung, bahkan kematian. Salah satunya diwujudkan dalam menyiapkan uba rampe untuk upacara suatu hajat. Pada hakikatnya beragam penampilan menu makanan untuk doa adalah simbolisasi dari poin poin harapan dari yang punya hajat untuk disampaikan kepada kerabat tetangga yang ikut mendoakan. Maka, sanak kerabat dan tetangga yang diundang kenduri harus mampu membaca simbolisasi ini agar tahu apa maksud yang punya hajat. Celakanya, orang jaman sekarang tidak begitu mempedulikan akan hal ini sehingga mereka tidak memahaminya. Untungnya, Pak Lebe biasanya mewarisi seni membaca simbol menu kenduri. Maka, sebelum melafazkan doa biasanya dia bernarasi tidak lain untuk menerjemahkan bahasa simbolik menjadi pernyataan poin-poin harapan tentang doa yang akan dipanjatkan.

Poin-poin itu antara lain pernyataan pertaubatan yang disimbolkan oleh makanan ketupat dan lepet. Ketupat dimaknai pengakuan kesalahan (ngaku lepat menurut bahasa jawa) dan lepet dimaknai melupakan atau pantangan mengulang kesalahan (silep kang rapet). Kemudian harapan keselamatan dari membaca simbol bubur. Bubur divariasikan menjadi tujuh rupa. Bubur putih yang ditancapi bongkahan kecil gula jawa mengandung simbol harapan pembebasan dari sandungan (aral melintang). Bubur campuran warna merah (sebenarnya cokelat) dengan putih baik bersebelahan maupun tumpang menyimbolkan harapan pembebasan dari ancaman luar, ancaman dari dalam bumi maupun udara. Ragam jajan pasar menyimbolkan banyaknya nikmat (rizki) yang diberikan Tuhan, keharusan bersyukur dan harapan kelimpahan nikmat yang semakin bertambah. Adapun simbol terakhir diambil dari ungkapan hajat khusus yaitu pernikahan. Wujud menunya adalah tumpeng bucu walimah. Makna simbolik yang dapat dinarasikan adalah bersatunya dua insan yang berbeda yang disimbolkan dari sepasang ayam jago dan dara yang disatukan, untuk membina rumah tangga dalam rangka menggapai mardatillah. Hal itu divisualkan dalam bentuk nasi kerucut yang runcing atasnya dan berisi sepasang ayam ungkep.

Setelah narasi dianggap cukup, Pak Lebe melanjutkan dengan memimpin doa yang diaminkan oleh seluruh yang hadir. Berakhirnya doa menandakan selesainya prosesi ritual Walimah Nikah. Sekarang tinggal menikmati hidangan yang disuguhkan. Adapun berkat walimah adalah sebagai cangkingan untuk keluarga di rumah.(*)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Informatif, terima kasih jadi tahu filosofinya karena di desa saya masih banyak yang menggunakan bubur merah putih untuk acara tertentu. Saya sepakat untuk hati-hati terkait bab syirik. Barakallah Pak Arnot

24 Feb
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu Dyahni. Betul kita ha berhati hati. Sesungguhnya. Semoga Sehat, sukses dan berkah Bu. Amin

25 Feb

Alhamdulillah, saya suka sekali dengan segala sesuatu yang berbau "adat negeri tercinta". Apalagi adat Jawa seperti yang Pak Guru uraikan. Selaku orang Jawa (PuJaKeSuma= Putra Jawa Kelahiran Sumatera) saya rindu hal-hal seperti ini. Saya kagum dengan fiosofis yang terkandung di dalamnya. Namun tetap saja dijaga agar kita tidak terjebak pada dosa "syirik". Pak Guru, saya penikmat sejati bubur merah putih, ketupat, lepet, dkk, hehehe. Jazakallah khoir untuk literasi indah ini. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Pak Guru.

24 Feb
Balas

Filosofi Jawa banyak maknanya njih ..Pak Noto. Semoga kita bisa mengambil makna yang baik dan dijauhkan dari hal-hal syirik...Semoga selalu sehat dan menginspirasi...Barakallah Pak Guru..

24 Feb
Balas

Betul Bunda, syirik sebagaimana sahabat rasul katakan ia laksana semut hitam yang berjalan tengah malam di atas batu hitam. Begitu tersembunyi sehingga kita perlu berhati hati. Terima kasih atas kunjungan dan apresiasi Bunda Raihana. Sehat selalu dan Barakallah

24 Feb
Balas

Demikian juga untuk Bunda Rini Yuliati

24 Feb

Naratif dan informatif. Sisi lain dari adat budaya bangsa kita. Barakallah.

26 Feb
Balas

Terima kasih Apresiasinya pak Mardiyanto, Sukses selalu dan Barakallah.

26 Feb

Tambah wawasan adat budaya di nusantara setelah membaca artikel ini. Good.

25 Feb
Balas

Terima kasih pak Arif. Barakallah.

25 Feb



search

New Post