Wenny Arie Puji Susanti, M.Pd.

Berbagi ide, berbagi pengalaman. Bersiap terinspirasi dan menginspirasi. Mendapat ilmu yang bermanfaat....

Selengkapnya
Navigasi Web
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid

WENNY ARIE PUJI SUSANTI, S.Pd., M.Pd.

CGP ANGKATAN 7 KELAS 125

SMP NEGERI 1 TAMAN

SIDOARJO

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERPIHAK PADA MURID

Berikut pengalaman saya selama mengikuti pembelajaran modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid. Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang telah saya lakukan. Model refleksi yang saya pakai adalah Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)/4P (Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, Penerapan).

1. Peristiwa (Fact)

Di Modul 3.3 ini, saya dibekali pengetahuan mengenai Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid. Kegiatan pengkajian LMS ini menggunakan Alur Merdeka. Diawali dengan Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi 1, Ruang Kolaborasi 2, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi dan diakhiri dengan Aksi Nyata.

Pada kegiatan alur merdeka pertama, saya disajikan pada tema “Mulai dari Diri” yang memuat pertanyaan-pertanyaan pemantik antara lain:

Apa yang dimaksud dengan program yang berdampak pada murid? Bagaimana kaitan antara program yang berdampak pada murid dengan kepemimpinan murid (student agency)?

Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini dilakukan oleh guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran dalam kurikulum. Sementara itu, program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan yang dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman kegiatan intrakurikuler. Program/kegiatan ini meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat menguatkan karakter murid. Sedangkan program/kegiatan ekstrakurikuler adalah program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid.

Selanjutnya melakukan refleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Apa kegiatan/programnya? Siapa yang memprakarsai atau menggagas program tersebut? Berperan sebagai apa Ibu/Bapak saat itu? Bagaimana perasaan Ibu/Bapak saat itu? Mengapa pengalaman tersebut berkesan untuk Ibu/Bapak? Apa pembelajaran yang Ibu/Bapak ambil dari kegiatan/ program tersebut? Bagaimana pengalaman tersebut berdampak pada Ibu/Bapak sekarang? Apakah berdampak positif atau negatif?

Kegiatan selanjutnya adalah Ekplorasi Konsep tentang Kepemimpinan Murid (Student Agency). Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

2. Perasaan (Feelings)

Pada awal sebelum mempelajari modul, masih merasa bingung dengan pengelolaan sumber daya yang berpihak pada murid. Namun, setelah mengikuti alur ekplorasi konsep, ditambah, alur ruang kolaborasi. Saya menjadi jelas bahwa pengelolaan sumber daya yang berpihak pada murid dilakukan dengan menjadikan murid sebagai student agency/kepemimpinan murid.

Selanjutnya saya merasa semakin tercerahkan, saat alur presentasi ruang kolaborasi, semakin paham bahwa agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.

Modul ini menampilkan beberapa situasi yang memberikan inspirasi bagi saya mengenai kegiatan yang mengandung kepemimpinan murid. Gambaran situasi ini memberikan inspirasi bagi saya untuk menciptakan kepemimpinan murid dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler ataupun ekstrakurikuler. Karakteristik lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

3. Pembelajaran (Findings)

Dalam Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid saya peroleh antara lain:

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:

1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.

2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.

Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1. Suara Murid (Voice)

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:

a. Membangun budaya saling mendengarkan.

b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.

c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.

d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.

e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.

f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.

g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.

h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.

i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.

j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.

2. Pilihan Murid (Choice)

Pendapat beberapa para ahli:

a. Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017)

Jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.

b. Aiken et al, 2016

Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar.

c. Bandura, 1997

Memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

a. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.

b. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.

c. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.

d. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.

e. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.

f. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.

g. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.

h. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.

i. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka

j. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.

k. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.

l. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.

3. Kepemilikan Murid (Ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudian proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:

· Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.

· Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.

· Merespon umpan balik yang diberikan murid.

· menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka..

· Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.

· Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid )

· Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.

· Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.

· Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.

· Melakukan self assessment

· Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.

· Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.

Guru perlu membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, membuat inovasi dalam kegiatan, membangun agency murid dengan menciptakan lingkungan belajar yang menunjang. Saya memahami beberapa hal diantaranya yaitu:

· Kepemimpinan murid merupakan sesuatu yang dapat kita dorong, bukan sesuatu yang bisa kita berikan atau ambil dari murid.

· Murid mengambil kepemimpinan dan tanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri. Kepemimpinan murid bukan berarti bebas sepenuhnya bagi murid, murid tetap membutuhkan bimbingan guru.

· Murid memiliki suara dan pilihan atas apa yang akan dipelajari, bagaimana mereka belajar dan mengorganisir pembelajaran mereka. Kepemimpinan murid bukan berarti tidak ada akuntabilitas murid. Murid tetap harus menunjukan penguasaan pengetahuan, konsep dan keterampilan.

· Murid dapat memilih arah dan cara mencapai tujuan pembelajaran sendiri. Kepemimpinan murid bukan berarti mengganti peran guru. Murid justru menumbuhkan umpan balik, negosiasi, beradu argumen, tuntunan, coaching dari gurunya sepanjang proses pembelajaran.

4. Penerapan

Dari Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid yang saya pelajari, saya akan memiliki caara pandang saya terhadap agency atau kepemimpinan murid. Agency bisa ditumbuhkan melalui kegiatan sederhana yang memberikan keleluasaan bagi murid untuk memberikan suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Selanjutnya perlu menciptakan lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Menjalin kolaborasi dengan banyak pihak untuk membangun lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Menggali impian dengan menggunakan BAGJA untuk membuat program yang berdampak pada murid. Buat pertanyaan kritis yang bisa menggali impian untuk membuat program yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Tantangan selanjutnya adalah membangun kolaborasi dengan banyak pihak. Membangun relasi membutuhkan usaha yang cukup besar untuk meyakinkan orang lain mengenai program yang telah direncanakan. Tidak semua orang memiliki pendapat yang sama mengenai pembelajaran atau pun program yang berpihak pada murid. Perlu memberikan pemahaman mengenai kepemimpinan murid, lingkungan positif yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid untuk menyamakan persepsi. Sumber-sumber dukungan yang saya miliki untuk membantu saya menyusun program yang berdampak pada murid. Sumber yang dimiliki untuk menyusun program yang berdampak pada murid yaitu tujuh modal utama sumber daya yang dimiliki sekolah. Ketujuh modal utama tersebut bisa digunakan secara maksimal untuk mendukung kegiatan yang bermanfaat bagi sekolah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post