widi respati

Faded...

Selengkapnya
Navigasi Web
Perjumpaan

Perjumpaan

Judul: Perjumpaan

Bus malam yang membawaku menuju Yogyakarta mulai beranjak. Ibuku memelukku erat-erat, "Hati -hati ya, nduk, " bisiknya di telingaku. Aku menggangguk dan mencium pipinya yang mulai keriput. "Ya, Bu. Ibu juga harus jaga kesehatan. Jangan lupa minum obatnya."Dengan segera aku melompat naik ke dalam bus. Sesaat kulihat ibu melambaikan tangannya dan segera kubalas. Ada airmata di pipinya yang membuat mataku pedas. " Baru pertama pisah dengan ibunya ya, mbak? "" Ya," jawabku sambil menengok ke penumpang yang duduk di sebelahku, "Pak."Dan begitulah awal percakapanku dengan "teman" seperjalananku, seorang pria paroh baya yang "banyak cakap".Sebenarnya aku malas untuk menanggapinya. Tapi sebagai orang timur, seperti yang diajarkan ibuku, anak muda wajib menghormati orang yang lebih tua. Sebenarnya "bapak" ini penampilannya jauh lebih muda dari usianya. Dia bercerita tentang hidupnya yang penuh dengan kebahagiaan. Tentang istrinya yang cantik, tentang bisnisnya yang sukses, tentang anak tunggalnya yang jadi dosen di universitas terkenal, tentang bapaknya almarhum yang mengajarkan tentang pentingnya pendidikan, tentang kesabaran dan keuletan ibunya sebagai "single parent" dalam menyekolahkan lima anaknya jadi sarjana. Kupalingkan mukaku ke luar jendela bus. Pembicaraan tentang ibu selalu membuatku ingin menangis. Aku anak tunggal. Bapakku meninggalkan ibuku saat ibuku mengandung aku. Sejak saat itu ibuku membesarkanku sendiri sampai jadi sarjana. Besok lusa adalah hari pertamaku sebagai mahasiswa pasca sarjana salah satu universitas ternama di Yogyakarta. Aku dapat beasiswa. Aku tidak mau membebani ibuku lagi. Bapakku? Aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Aku sudah membencinya sejak dari kandungan. Membenci laki -laki yang menjadi bapakku tidak berarti aku membenci laki -laki. Aku sudah memiliki kekasih. Mas Dian kukenal ketika aku KKN di Sleman Yogya. Dia dosen di salah satu universitas ternama di kota itu. Bahwa aku dapat beasiswa S2 di universitasnya bukan karena dia tapi IPK ku yang 4,00.Tidak tahu berapa lama aku tertidur. Sinar matahari pagi yang menimpa mukaku membuatku terbangun. Kulihat jam tanganku menunjuk pukul 6.07. Kulihat kursi sebelahku kosong. Rupanya bapak itu sudah turun entah di mana. " Sudah sampai mana ini, Pak ?" Tanyaku ke kondektur bus yang lewat sampingku ke depan. " Prambanan, Mbak ! Mbak mau turun mana? "Aku tidak menjawab pertanyaanya karena aku sibuk mencari sandalku, yang salah satunya entah dimana.Tanganku yang meranggeh di bawah kursiku mendapati sesuatu. Ketika kutarik, kudapati sebuah, bukan ding, dua buah foto seukuran postcard yang diseteples, yang atas nampak kekuningan, sebuah foto kuno sebuah keluarga, sementara yang satunya masih baru dan mengkilat.Foto siapa ini? Bathinku. Mungkinkah punya bapak sebelahku yang semalaman mengajakku mengobrol, tepatnya bercerita tentang dirinya sendiri karena aku tidak diberi kesempatan cerita apapun tentang diriku selain ditanya nama.Tiba-Tiba mataku mau melompat dan jantungku seakan berhenti berdetak. Dalam foto kuno itu kulihat bapak yang duduk di sebelahku menggandeng seorang perempuan cantik berambut kepang, di sebelah bawah ada tulisan cetak "Selamat dan bahagia untuk mempelai berdua". Laki-laki di foto itu jelas bapak tadi, masih sangat muda dan ganteng. Tapi perempuan itu? Dia ibuku!Mataku jadi pedas. Ingin rasanya kurobek foto itu. Tapi kugigit bibirku kuat-kuat. Dengan sekali sentak kutarik foto itu dan kulihat foto yang ke dua. Foto kekasihku mas Dian yang dirangkul bapak tadi, di bagian bawah foto tertulis tulisan tinta " Anakku satu-satunya yang kubanggakan."Aku tumbang!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sedihnya, ternyata bapak sendiri, dan orang yang dicintai adalah saudara sendiri..., kami tunggu kadya berikutnya, sukses, dan salam literasi!

17 Nov
Balas

Matur nuwun atas apresiasinya Mbak Dyah

17 Nov

Cerpen keren..ditunggu kelanjutannya.

17 Nov
Balas

Cerita yg mampu menhentakkan rasa sekaligus jiwa. Menohok sekali bund. Sukses selalu dan barakallah

17 Nov
Balas

Matur nuwun, Mbak Ropi. Sukses juga untuk njenengan

17 Nov
Balas



search

New Post