Wiji astuti

Saya Ibu dari 7 anak, mengajar Biologi di SMAN 1 Tanjung Raya.Kini sedang belajar agar bisa menghasilkan tulisan yang bermanfaat bagi saya dan orang banyak....

Selengkapnya
Navigasi Web

IBU, SEPARUH NYAWAKU ADA DALAM JIWAMU

Mengingat Ibu, bagiku seperti mengingat diriku. Kedekatan jiwa antara aku dan ibu,bagaikan madu dengan rasa manis. Bagai kereta dengan masinis. Hal ini yang kadang membuat Ibu tidak pernah bisa marah denganku. Tidak bisa melihatku bersedih. Aku masih ingat ketika saat aku sedang ngambek atau baper, maka ibu akan mencari berbagai cara agar aku bisa kembali tersenyum ceria. Aku juga bertanya dalam hati, mengapa rasa sayang ibu kepadaku lebih besar dibanding dengan saudaraku yang lain, itu yang kurasa. Aku benar-benar penasaran. Sampai akhirnya aku tahu jawabanya setelah ibu banyak bercerita tentang masa lalunya…

Saat itu Ibu sedang mengandung adikku yang ke delapan. Aku adalah anak ibu yang ke tujuh. Ibu sering mendapat cemoohan orang karena tidak mau ikut program keluarga berencana (KB).

“Ibu malu kalau aurat ibu dilihat tenaga kesehatan” begitu cerita Ibu. Menurut cerita Ibu, saat itu alat KB yang sedang diterapkan adalah spiral atau yang sekarang kita kenal dengan IUD, yang sudah tentu ketika memakainya sebagai alat kontrasepsi, pasien akan diminta untuk membuka organ kewanitaannya, karena alat tersebut akan dimasukkan ke dalam organ Rahim. Kebetulan salah satu kakakku juga jadi tim sukses program KB. Dia sangat malu ketika ibu yang saat itu sudah berusia 45 tahun ternyata hamil lagi anak yang ke delapan. Bahkan kakakku sempat memberi masukan kepada ibu untuk menggugurkan kandungannya. Ibu pun menangis, ia tak akan sanggup membunuh anak yang tumbuh dalam rahimnya. Dalam keadaan kalut, Ibu yang saat itu dalam keadaan hamil, nekat pergi dari rumah. Sampai di jembatan sebuah sungai Kali Brantas, pikiran Ibu kacau, saat itu bisikan syaithan ingin mengajak ibu mengakhiri kegalauannya dengan mengakhiri hidupnya di Sungai yang terkenal sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba ketika ibu hendak terjun ke Sungai itu, ada suara memanggil,

“Ibu jangan lakukan itu, aku sayang Ibu”. Ibupun menoleh ke arah suara itu. Dan suara itu adalah suaraku, anaknya yang ketujuh yang ikut diajak ibu pergi dari rumah.

“Kamu adalah penyelamat yang dikirimkan Allah untuk ibu nak” begitu kata ibu mengakhiri ceritanya. Akhirnya ibu mengajakku untuk merantau ke Lampung. Sampai akhirnya anggota keluarga yang lainpun ikut menyusul setelahnya. Dan hingga detik ini Ibu yang kini usianya menjelang 90 tahun masih sehat dan tidak pernah melupakan kisah itu. Setiap mengingatku tak akan lepas dari peristiwa itu.

Akupun sangat menyanyangi ibu. Kalau ibu merasa bahwa ada separuh nyawaku dalam jiwanya maka aku merasa Ibu adalah pendonor energi utama dalam setiap sel tubuhku. Karena disetiap sel tubuhku telah ibu titipkan Mitokondria yang jadi satu-satunya The Power house Of Cel. Tanpa mitokondria sel tidak memiliki energi. Tanpa energi sel akan mati. Terima kasih ibu, di setiap desah napasku ada energi yang telah kau wariskan untukku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post