Wiji hastutik

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Rasa yang Tertahan 3 (Tagur 414)

Rasa yang Tertahan 3 (Tagur 414)

#Tantanfan Gurusiana 365# Hari ke 414

Rasa yang Tertahan 3

Oleh Wiji Hastutik

Lagi-lagi kami harus menelan pil pahit sebagaimana hari-hari yang lain.

Semunarnya cahaya mentari pagi yang memgantarkanku melangkah ke rumah kedua tak mampu menghangatkan tubuh yang haus akan pembaharian atau inovasi.

Ya pagi ini harusnya aku berada diantara orang-orang hebat yang berwawasan luas dan berpikiran maju. Faktanya itu semua hanya tinggal angan. Aku seperti berdiri di pinggir tebing yang jika aku tak hati-hati hembusan sang Bayu yang terasa sepoi pun bisa membuatku terperosok ke dalam jurang.

Dengan siapa aku mesti mengadu? Tiada tempat ku berbagi selain diatas sajadah yang terbentang lebar.dan mengabadikan segala rasa ini hanya dengan menekan alpabet pada layar handphone.

Mak (panggilan saja) yang kubanggakan dan dambakan justru memberi sinyal yang tak ku mengerti. Aku yakin engkau tahu apa kubutuhkan saat ini tapi engkau seperti tak tahu dan memghindar.

Aku ibarat dalam penjara yang tak bisa melihat apalagi mengenyam perubahan ke arah yang lebih baik. Jika aku tak pernah melihat mereka bagaimana aku bisa mendeskripsikannya apalagi mengaplikasikannya.

Dulu, aku pengguna rumah belajar, juga aktif di classroom, pembelajaran berbasis IT, aktuf di berbagai forum pendidikan, ikut berkompetisi dalam berbagai event sekarang semulai layu seperti tanaman di musim kemarau, berangsur kering dan menunggu gugur. Semoga akar ini tak kan tumbang menahan terpaan angin yang terus berhembus dari segala arah.

Jum'at berlimpah berkah yang kuharapkan mendadak menjadi memanas karena hal sepele yang seharusnya bisa dibicarakan secara kekeluargaan.

Kata kata pedas

Memanas

Tanpa batas

Mengganas

Di kursi panas.

Aku hanya bisa mengelus dada atas penomena ini Ataukah ini hanyalah hembusan angin yang mencari api? Pasalnya suasana tegang sudah diawali di pagi yang benderang oleh ujaran yang menantang dengan wajah yang garang.

Wahah-wajah masa bodi, jelas terlihat di wajah mereka, sepertinya mereka sudah kenyang, puas dan teebuasa dengan hal demikian. Faktanya mereka tetap cuek. Mereka lebih memfokusksn diri untuk mrncerdaskan generasi calon pemimpin bangsa

Langkah-langkah lesu menapaki lantai teras gedung menuju kelas. Celotehan demi celotehan untuk mengobati atau menghibur diri terucap dari bibir mereka .

"Sabar ya Bu, " ucapnya menepuk pundakku.

"Masya Allah

Aku terkesuao dan menoleh ke samping, Ternyata kolegaku.

"Nanti juga terbiasa, kami sudah biasa bodoh jadi nggak mau peduli lagi," saran mereka.

Aku kembali beristigfar, jika pendidik sudah masa bodoh, mau jadi apa siswa-siswa ini?, pikirku.

Siapa yang salah?

Ya Allah, yang membolak-balikkan hati manusia, mohon ampuni kami, bimbing kami, jangan jadikan keangkuhan merajai jiwa kami hingga menodai pendidikan bagi para generasi, aamiin

Muara Bungo 4 November 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post