Wiji hastutik

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Terjerat Asmara Hitam 107 (Tagur 380)

Terjerat Asmara Hitam 107 (Tagur 380)

#Tantangan Gurusiana 365# hari ke 380

Terjerat Asmara Hitam 107

Oleh Wiji Hastutik

Matahari belum lagi sempurna menampakkan wujud keindahannya. Aku yang ditemani oleh salah satu guruku sudah melangkahkan kaki menuju rumah sakit. Aku ingin mengetahui dengan cepat bagaimana perkembangan kesehatan Bu Arma. Meski aku tahu bahwa dokter yang menangani Bu Arma baru akan ada pada pukul 9,00 tapi batin ini sudah tak sabar untuk mengetahui dan melihat Bu Arma secara langsung.

Aku langsung masuk ke ruang rawat dimana Bu Arma terbaring lemah, tak ada yang berbeda seperti yang kulihat. Bu Arma tampak membuang muka dariku. Tadinya ia berbaring menelantang dan kala aku masuk ke ruangannya ia memiringkan tubuh ke arah jendela, yang dibantu oleh kakaknya. Apakah ini kebetulan ataukah kesengajaan? Apa salahku. Aku berupaya mengoreksi diri. Di ruangan ini juga tak terlihat kedua putra putri Bu Arma, kemana mereka? Tidakkah mereka tahu jika mamanya sedang sakit parah? Aku tak berani menanyakan kepada kakaknya. Aku tak mau menunjukkan kedekatanku pada kakaknya. Tapi aku berusaha menyimak dan menggali informasi melalui guruku.

"Mana anak-anak Bu Arma,Bu? tanya guruku.

"Anak-anak baru kembali ke kampus dan kerja kemarin lusa," jawab kakaknya Bu Arma.

Aku menahan nafas panjang mendengar penjelasan keluarganya.

Aku mendekati Bu Arma, kupeluk dan kucium dia. Ia hanya diam tanpa kata..ada bulir bening yang keluar dari sudut netranya tapi aku tak mengerti kenapa?, Hatiku berkata, ia mengerti dan merasakan pelukan dan ciumanku. Kami berdua terhanyut dalam pikiran masing-masing. Hanya bunyi tetesan cairan infus ke tubuh Bu Arma yang terdengar pelan tapi pasti menyalurkan obat dan vitamin yang dibutuhkan. Aku membuka keheningan dengan memberi semangat padanya meski aku tahu ia hanya diam tak bergeming. Aku menjadi risih, apakah kehadiranku ini tak diharapkan oleh keluarga? Kenapa mereka tak welcome pada kami? Apa sebenarnya yang terjadi? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hati, kami berempat, berada dalam satu tempat tapi seperti sendirian mematung dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Beberapa saat kemudian, perawat meminta kami keluar ruangan dan menyisakan dua orang saja menjaga pasien. Aku sadar siapa diri ini, aku keluar ruangan dan kembali ke penginapan membawakan sarapan untuk Pak Bayu dan temannya. Beberapa saat kemudian aku kembali ke rumah sakit, siapa tahu para cleaning service sudah selesai membersihkan ruangan. Aku benar-benar penasaran tentang penyakit Bu Arma.

Ternyata, perawat tak juga mengizinkan kami masuk, aku duduk di kursi kayu yang terletak di luar bangunan, membaur bersama para keluarga pasien yang siaga menjaga dan melakukan segala keperluan pasien. Terdengar dua orang wanita sedang membicarakan Bu Arma. Aku sengaja menguping untuk mendapatkan informasi yang kucari.

"Jadi anak-anak memarahi Bu Arma?, Tega sekali mereka, gumamku.

Aku kembali memfokuskan diri dengan pendengaranku agar aku tak salah berasumsi dan menilai seseorang. "Apa? Anak-anak marah karena Bu Arma menjalin kedekatan denganku? Mereka menuduh aku dan Bu Arma menjalin cinta sesama jenis?

Wajahku terasa terpanggang mendengar obrolan mereka. Untung saja mereka tak mengenaliku dan aku tak mengajak guruku tadi.

Bersambung ..

Muara Bungo, 1 Oktober 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

02 Oct
Balas



search

New Post