Wiji hastutik

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Terjerat Asmara Hitam 124 (Tagur 402)

Terjerat Asmara Hitam 124 (Tagur 402)

#Tantangan Gurusiana 365# Hari ke 402

Terjerat Asmara Hitam 124

Oleh Wiji Hastutik

Dimas berpamit berangkat ke kalimantan pada Mamanya. Ia bahagia bisa memgembalikan senyum manis itu tersungging di bibir Mamanya yang telah sekian lama kayu terkembang.

"Bude, tutup Mama ya," punya Dimas pada kakak Mamanya.

"Tentu sayang, Mamamu kan adik Bude," jawab Bude

Jawaban itu membuat Dimas merasa tenang meninggalkan wanita mulia pembuka pintu surga baginya. Dimas tak pernah lupa meninggalkan uang belanja bulanan juga biaya berobat buat sang Mama. Ia melangkah menatap masa depan dan semoga selalu ada kesempatan baginya untuk bisa berbakti pada satu-satunya orang tua yang ia miliki. "Bismillah, bisiknya.

****

Waktu terus bergulir tanpa bisa dijeda perputarannya. Bu Arma sudah kembali ke sekolah untuk menunaikan tugas mendidik para siswa yang telah lama ia tinggalkan. Kakaknya meminta salah satu tetangga, yaitu Bu Nunuk untuk mengantar jemput beliau. Kebetulan Bu Nunuk adalah single parent yang setiap harinya bekerja sebagai tukang cuci.di beberapa rumah tetangga.

Melihat kemandirian Bu Arma, sang Kakak berpamit pulang ke kampung sekaligus menjenguk orang tuanya. Ia menitipkan Bu Arma pada Bu Nunuk.

Minggu pun bergulir, setiap malam Bu Arma hanya menghabiskan waktu sendirian, Bu Nunuk tak mungkin bisa menemaninya siang malam karena ia juga memiliki keluarga terutama anak-anak yang harus ia rawat dan besarkan ditambahi lagi ia harus berpisah dari satu rumah ke rumah lainnya untuk bekerja.

Bu Arma merasa sangat kesepian, rasa malas mulai menggelayuti diri, terkadang ia tak sempat memasak, bahkan terkadang untuk makan pun ia malas.

Suatu sore, aku pegi ke pasar membeki keperluan Mak, terlihat Bu Arma sedang duduk di depan rumah. Aku hanya melihatnya dari kejauhan. Disaat yang bersamaan seorang teman menyapaku dan terlibat obrolan antara aku dan temanku.

Tetiba, Bu Arma berlari masuk ke dalam rumahnya.

Sepertinya ia masih tetap ketakutan melihatku. Padahal aku tak pernah lagi menemuinya, aku sudah belajar melupakannya jika itu yang terbaik untuknya. Cinta tak harus memiliki, aku cukup memiliki hatinya, karena aku yakin hingga saat ini cinta ini masih begitu dalam dihatinya sebagaimana aku tak bisa memungkirinya. Aku masih sering mencuri-curi waktu dan pandangan padanya, mencari info perkembangannya serta aktivitas kesehariannya.

Kebetulan aku juga mengenal Bu Nunuk, langganannya mengantar dan menjemputnya ke sekolah sehingga tak sulit bagiku untuk mencari info tentang Bu Arma.

Bersambung..

Muara Bungo, 23 Oktober 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post