Winarsuci Rahayu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Abu-abu

Abu-abu

Mataku menatap nanar tubuh yang berada di hadapanku, tubuh yang sama besar dengan diriku itu terkulai, tergolek lemah tak lagi bergerak, wajahnya memerah tertutup cairan amis berwarna merah yang terus mengucur deras dari dahi yang sepertinya berlubang karena aku memukulnya dengan sebuah kunci inggris yang aku ambil dari garasi rumahku. Zidan temanku benar-benar tak berdaya karenaku, tubuhku gemetar, rasa takut menggerogoti diriku, berfikir keras apa yang telah aku lakukan padanya, menyesal... Rasanya sudah terlambat, aku sudah melakukannya.

Aku memejamkan mata, menarik nafas dalam, meraup oksigen sebanyak-banyaknya demi mendapat ketenanganku kembali. Tidak apa-apa ... Tidak apa-apa, hatiku berbisik seolah menenangkanku. Bukankah tidak sekali ini saja aku melakukan kenakalan seperti ini, ayah dan ibu pasti akan segera menyelesaikannya, mereka tidak akan marah seperti yang sudah-sudah. Hal seperti ini pasti hanya masalah kecil untuk mereka. Ya, ayah ku hanya akan marah jika nilai matematikaku mendapat 40, atau nilai IPA dan IPS ku mendapat 50.

Aku ingat, ayahku marah kepada pak Zainal guru agamaku karena beliau menahanku pulang demi menghafalkan surat-surat pendek karena aku melewatkan kegiatan sholat dzuha, hingga aku harus terlambat mengikuti les Matematika. Tidak penting katanya, karena pelajaran Fiqih tidak akan masuk dalam Ujian Nasional. Ayah dan ibuku juga tidak akan peduli jika aku berlaku kasar dan tidak sopan pada orang yang lebih tua, asalkan aku bisa mendapatkan juara 1 dalam berbagai kompetisi olimpiade dan membuat mereka bangga memamerkan prestasiku kepada teman-temannya.

Aku pernah melawan guruku di sekolah karena ia memaksaku untuk mengikuti kegiatan bakti sosial yang begitu melelahkan, padahal aku harus belajar keras demi mengikuti kompetisi olimpiade sains. Aku mengadukan hal itu pada ibu dan lagi-lagi ibu membelaku, baginya menjadi juara olimpiade itu lebih penting dari pada belajar tentang berbagi dan peduli dengan sesama. Tak jarang aku juga menyakiti teman-teman sekolah, tetapi ayah dan ibu selalu segera menyelesaikan dengan uang mereka yang entah berapa jumlahnya. Tapi seberapa banyak pun mereka mengeluarkan uang untukku mereka tidak akan merasa berat asalkan aku tetap mempunyai nilai terbaik dan guru-guruku harus mengalah karena memang aku selalu mendapat nilai sempurna.

Dan sekarang, aku mengulanginya, menyakiti temanku, memukulnya hingga berdarah dan tidak berdaya. Itu karena aku kesal padanya, kenapa ia lebih punya banyak teman padahal prestasi yang ia miliki biasa-biasa saja, Sementara mereka mau berteman dengan ku jika aku memberi contekan PR atau mentraktir mereka jajan. Aku menjadi lebih marah padanya ketika dia mengabaikan ajakanku menjahili salah satu guru yang sudah tua dan malah mengadukannya.

Tapi, sepertinya uang ayah dan ibu hanya mampu menyelesaikan masalahku kali ini sampai dengan orang tua Zidan membatalkan tuntutan dan tidak menghukumku, serta memilih memaafkan aku. Tetapi uang ayah dan ibu tak mampu menghentikan sikap mereka yang terus mencelaku sebagai anak pintar yang tidak beradab. Teman-teman semakin menjauhi dan mengcuhkanku, mereka bilang aku nakal, dan sekarang aku sendirian. Angka-angka memukau yang aku torehkan dalam buku raport dan juara-juara yang menjadi kebanggaan ayah dan ibu tidak mampu membuat mereka menyukaiku. Kini aku tau, bahwa nilai hanyalah angka sebagai pengukur saja, dan bersekolah bukan hanya untuk mendapatkan angka-angka memukau itu, tetapi belajar menjadi pribadi luhur yang berkarakter Jauh lebih penting.

Semarang, 24 Januari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Benar, Bunda Winarni. Terkadang kita terjebak pada deretan angka nan memukau mata, tetapi abai pada karakter luhur budi pekerti. Semoga banyak orang tua sadar pentingnya akhlak mulia. Sukses selalu, Bunda!

24 Jan
Balas

Maaf, bunda Winarsuci. Tertulis Bunda Winarni.

24 Jan

Trimakasih apresiasinya bunda .... Amiinn

24 Jan

Amiinnn ... Amiinn ...

24 Jan
Balas

Orang yang berharta sering kali menyelesaikan masalahnya dengan uang. Padahal, tak selamanya uang bisa menjadi sumber penyelesaian masalah dan kebahagiaan. Kereeen tu kak WInar kisahnya. Semoh=ga bisa menginspirasi kita semua ya? Sukses untuk karir, keluargaa n impian kak Winar ya? Salam rinduku untukmu disini ^_^

24 Jan
Balas



search

New Post