Windi Tri Hastuti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Dalam Temaram Malam

Dalam Temaram Malam

DALAM TEMARAM MALAM

by Windi Tri Hastuti

Asap rokok mengepul memenuhi ruangan bilik bambu yang telah keropos dimakan usia jaman. Bau rokok yang pengap semakin menambah sesak udara. Dalam keremangan lampu tempel yang usang, seraut wajah tua Parmin tampak samar-samar dilukis bayangan. Hening malam ini melabuhkan kenangan Parmin tentang tiga puluh tahun lalu. Tentang Andi, anak semata wayang yang telah mencampakkkan dirinya bak sampah yang tak berguna. Terkenang akan hal ini, butiran ar mata Parmin mengalir membasahi kedua pipinya yang keriput. Teringat pula akan Laksmi, kekasih hati yang telah sekian lama setia mendampingi hari-harinya membesarkan Andi. Laksmi, istrinya yang malang telah meninggal dunia sebelum sempat menyaksikan putranya berhasil dalam hidup.

Terbayang jelas di pelupuk mata Parmin, sore itu Andi berpamitan hendak menuntut ilmu di kota lain. Berbekal sepetak sawah, Andi berangkat menuju Yogyakarta meraih sebuah harapan akan kehidupan yang lebih baik. Meneruskan impian dan cita-cita Parmin di masa muda.

Sepeninggal Andi, Parmin dan Laksmi berjuang membanting tulang agar bisa memenuhi segala kebutuhan Andi. Kedatangan surat Andi tiap bulan bagaikan air hujan yang menyejukkan kepenatan dan kelelahan mereka. Ketika malam dingin mencekam, aliran doa tak henti-hentinya dipanjatkan menghidupkan suasana malam.

Sebulan lagi Andi selesai kuliah dan berita ini telah menyebar seantero kampung. Kebanggaan terukir dalam jiwa Parmin dan Laksmi karena telah melahirkan seorang sarjana. Sebuah gelar yang masih jarang ditemukan saat itu. Lantunan puji syukur dikumandangkan seiring tetes air mata bahagia. Namun sayang, seminggu sebelum keberangkatan mereka ke acara wisuda, Laksmi jatuh sakit. Menurut diagnosa dokter, Laksmi terserang penyakit TBC. Sebuah penyakit yang sangat susah diobati. Laksmi hanya bisa bertahan lima hari dan nyawanya pun tidak mampu terselamatkan lagi. .Laksmi meninggal sebelum sempat menyaksikan puteranya memakai jubah dan toga kebesaran.

Kepergian Laksmi meninggalkan kesedihan dan luka yang mendalam di hati Parmin. Di antara bahagia dan kependihan yang mendalam, Parmin berangkat mendampingi Andi diwisuda. Setelah acara wisuda selesai, Parmin dan Andi kembali ke kampung. Setelah kurang dari sebulan berada di kampung halaman, Andi memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta dan memilih untuk menetap di sana. Katanya, di sana banyak memberikan kesempatan untuk berkembang. Parmin pun tidak keberatan karena baginya yang penting puteranya bisa berhasil dalam hidup.

Tak terasa sepuluh tahun berlalu, hanya ada sepuluh pucuk surat Andi yang datang menemani kesepian panjang Parmin. Beribu pertanyaan mulai melintas dalam benak Parmin tapi tak satu pun mampu terjawab. Ada sedikit kekhawatiran mulai menghantui, namun semua itu ditepisnya jauh-jauh.

Suatu ketika terbersit kabar dari Tarno, seorang tetangganya, tentang kabar Andi yang telah menjadi seorang pejabat penting di kota Yogyakarta. Kata Tarno, kehidupan Andi telah berubah,. Konon rumahnya kini megah bak istana dengan berpuluh-puluh kereta roda empat pemakan bensin.

“Masa anakmu sudah sukses kayak gitu kok kamu tidak tahu sih, Kang ?’ujar Tarno kala itu.

Parmin hanya terdiam.

“Apa kamu tidak ingin menengok anakmu ke Yogya , Kang?”tanya Tarno seakan menggugah rasa rindu Parmin ada anaknya.

Memang, selama ini Parmin sangat merindukan pelukan hangat And. Kabar dari Tarno telah benar-benar melambungkan dirinya. Parmin ingin seluruh dunia mengetahui bahwa ia adalah seorang ayah dari pejabat penting di Yogya. Ia ingin semua orang tahu bahwa ia adalah salah satu orang yang memiliki andil besar di balik kesuksesan puteranya.

Akhirnya, Parmin pun berangkat ke Yogya dengan membawa segudang impian. Impian untuk berkumpul kembali dengan Andi. Impian untuk menghabiskan sisa usianya bersama anak kebanggaannya itu.

Tak terasa langkah Parmin sampai di depan rumah megah nan luas. Parmn terpesona dengan kemegahan dan arsitektur bangunan itu. Sesaat keraguan menyergap jiwanya. Benarkah ini rumah Andi anak semata wayangnya. Tapi keraguan itu ditepisnya jauh-jauh. Dua orang satpam yang berjaga memandang curiga ke arahnya. Tiba-tiba sebuah sedan mewah melintas di depan Parmin. Dari balik kaca mobil terlihat sosok yang sangat Parmin kenal. Andi, anak lelakinya.

Parmin melongok melalui kaca mobl seraya mengetuk-ngetuk kaca mobil tersebut. Kaca mobil pun diturunkan dan kini tampak semakin jelas wajah di balik kaca mobil tersebut.

Parmin berteriak, “Andi, ini Bapak, Nak!’

Lelaki muda berjas rapi itu membuka kacamata hitam yang dipakainya. Dipandanginya lekat-lekat sosok tua dan kumal di depannya dari atas turun ke bawah. Lalu dengan nada tanpa ekspresi, Andi berkata, “Bapak, aku kan sudah bilang, kalau Bapak butuh uang tinggal telepon atau kirim surat saja ke aku ! Bapak tidak usah datang kemari !’

“Andi, Bapak kemari karena bapak rindu padamu. Bapak ingin kita berkumpul lagi seperti dahulu,”kata Parmin dengan nada penuh harap puteranya mengajak dirinya tinggal bersamanya. Namun kata-kata yang dinantikan itu tak juga kunjung keluar dari mulut Andi.

“Sudah dulu, Pak. Aku masih banyak pekerjaan. Ini uang buat bapak dan sekarang lebih baik bapak pulang saja ke kampung ! Nanti kita bicarakan lagi di sana, “ucap Andi seraya meninggalkan bapaknya begitu saja.

Parmin terhenyak menerima semua perlakuan ini. Dadanya sakit dan dengan sekuat tenaga dilemparkannya segepok uang pemberian Andi ke arah pintu pagar rumah Andi. Suara kedua satpam yang berebut uang tersebut, sudah tak terekam lagi dalam pikirannya. Yang ada hanya suara cambukan sembilu mengoyak dadanya. Parmin terluka batin. Inikah balas budi seorang anak terhadap orang tua yang telah banyak berkorban untuknya! Dunia ini memang kejam !

Malam ini begitu dingin. Bulan tampak malu menampakkan cahayanya. Binatang malam pun enggan bernyanyi seolah turut berduka bersama Parmin.

“Oh, Laksmi, benarkah itu kau yang datang ? Tunggu aku Laksmi! Aku ingin bersamamu malam ini !”ucap Parmin di sela-sela sekaratnya. Dalam temaram malam, tak seorangpun mengetahui Malaikat Kematian telah menjemput Parmin dalam dunia yang gelap. Tidak juga Andi puteranya. Hanya hujan gerimis yang setia menghantar Parmin menuju peristirahatan terakhir di alam baka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus banget ceritanya bu...

17 Apr
Balas

makasih bu. Saya menulisnya sambil menangis bu

17 Apr

salam kenal bu

17 Apr

Bagus ceritanya, Sala kenal Bu Windi Tri Hastuti Kalau boleh saya memberi sedikit masukan ya, untuk kalimat "Berbekal sepetak sawah, Andi berangkat menuju ...dst, Mungkin perlu diperjelas. Sedangkan untuk kata sebuah penyakit mungkin lebih tepat suatu penyakit. Maaf kalau saya salah. Saya bukan guru bahasa Indonesia Di sini kita diskusi agar karya lebih baik. Begitu masukan dari saya Bu Windi Tri Hastuti. Terima kasih

18 Apr
Balas

Makasih atas masukan yang berarti ini untuk bahan perbaikan selanjutnya. Salam kenal juga

18 Apr

Subhanallah, kisah nyata atau bukan itu bu.... Inspiratif

17 Apr
Balas

Bukan pak. itu hasil imajinasi saya. saya merantau jauh dari keluarga dan dulu paling dekat dengan bapak. Itu seperti peringatan buat saya, apapun keadaannya saya harus berbakti pada orangtua

17 Apr

Bukan pak. itu hasil imajinasi saya. saya merantau jauh dari keluarga dan dulu paling dekat dengan bapak. Itu seperti peringatan buat saya, apapun keadaannya saya harus berbakti pada orangtua

17 Apr

salam kenal ya Pak

17 Apr

Keren, Bun. Baru bisa komentar di sini. Semangat terus!!!

23 Apr
Balas

makasih anakku

24 Apr



search

New Post