WIWIK DIAH AGUSTININGSIH

Menulis itu, indah, menghapus gundah, bisa bernilai ibadah. Kuharap bisa menjadi ladang amal shalih, aamiin...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berbagi

KEPEMIMPINAN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI OPTIMALISASI TRIPUSAT BELAJAR

Menjadi pemimpin (Kepala Sekolah) memang bukan termasuk dalam daftar impian atau cita-cita saya. Namun ketika tugas itu diletakkan di hadapan saya, saya menyambutnya dengan penuh tanggung jawab, seperti tekad saya ketika berangkat menjadi guru. Apalagi ketika mengerti bahwa jabatan kepala sekolah adalah tugas tambahan bagi seorang guru, maka ini meringankan hati saya untuk melangkah, karena cita-cita saya dari kecil adalah menjadi guru. Sejak kecil rupanya orang tua saya dalam hal ini Bapak yang juga seorang guru SD telah menyiapkan anak sulungnya ini untuk menjadi guru juga. Agar dapat menjadi teladan sekaligus panutan bagi ketiga adik saya. Ketika kelas empat SD, Bapak sering menyuruh saya membantu menulis program-program mengajarnya, membantu memeriksa pekerjaan siswanya, bahkan melatih untuk menulis di papan tulis. Ini sangat berarti bagi pekerjaan saya kelak.

Setelah 23 tahun mengajar, pimpinan mengikutsertakan saya dalam seleksi calon kepala sekolah. Bersama beberapa teman calon kepala sekolah lainnya saya ikuti seleksi tahap demi tahap hingga pada akhir tahun yang lalu nama saya termasuk dalam peserta pelantikan kepala sekolah di kabupaten.

Hari-hari awal saya menjalankan tugas, memerlukan kesungguhan untuk beradaptasi mengaplikasikan teori kepemimpinan yang saya dapatkan di berbagai pelatihan dan pembekalan untuk calon kepala sekolah. Teori tidak selalu bisa persis sama dan lancar diterapkan di lapangan. Di sinilah kesungguhan dan ketangguhan kita diuji. Alhamdulillah, saya ditempatkan di SD Karangbendo 02, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Kecamatan tempat saya tinggal tetapi agak jauh dari SD tempat saya mengajar sebelumnya. Terletak di perbatasan dengan kecamatan lain, dengan jarak sekitar 12 kilometer dari rumah. Secara geografis terletak di tepi hutan dengan perjalanan memutar di sepanjang sisi luar hutan.

Masyarakat yang relatif lebih sederhana kehidupannya, menjadi anugerah tersendiri bagi saya. Pada gilirannya, masyarakat inilah yang sangat baik membantu dan sukarela menjadi rekan kerja bagi sekolah.

Ketika Pemerintah mencanangkan Penguatan Pendidikan Karakter atau PPK, maka menjadi sangat mudah bagi saya untuk memanfaatkan berbagai potensi yang ada di sekitar sekolah guna melaksanakan program nasional ini. Dalam Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan. Pengintegrasian yang dimaksud berupa pemaduan kegiatan kelas, luar kelas, di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas); pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat ini saya aplikasikan dalam kerja tim yang solid yang kemudian terwujud dalam istilah Tripusat Belajar.

Sekolah kami yang berada di tengah warga dua RW dan beberapa RT menjadi seperti aset warga yang begitu diperhatikan. Di depan sekolah ada dua rumah pengurus komite sekolah. Ini baik untuk menjaga keamanan sekolah karena semua guru dan PTK berasal dari luar desa bahkan luar kecamatan. Di rumah salah satu pengurus komite tadi terdapat masjid. Di masjid ini warga sekolah melaksanakan berbagai kegiatan pembelajaran keagamaan dan penerapan pendidikan karakter, seperti shalat dhuha berjamaah, pelajaran praktek Pendidikan Agama Islam, juga belajar membaca dan menulis Al Qur’an. Guru mengaji, dan ta’mir masjid kami libatkan dalam mendampingi anak-anak belajar di masjid. Jadi kami tidak merasa kekurangan tenaga pengajar meski secara jumlah PTK dan rombel yang ada di sekolah kami masih kurang. Wali kelas hanya lima orang sedangkan rombongan belajar enam. Guru Pendidikan Agama Islam juga belum ada, sehingga memanfaatkan tenaga sukarelawan, dibantu guru mengaji dari TPA di masjid.

Berbicara tentang Tripusat Belajar dalam Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah kami ini, sebenarnya tidaklah terlihat tersekat antara pusat belajar yang satu dengan yang lain. Dalam satu lokasi sekolah kami ada dua lembaga pendidikan yaitu SD dan TK. Kondisi ini kami jadikan bahan belajar karakter kebersamaan, tinggal dalam lokasi yang sama, belajar, bermain, berbagi bersama. Guru berperan aktif dalam memberi nasihat dan teladan belajar berdampingan.

Wali murid TK ada beberapa orang yang masih menunggui anaknya sampai saat pulang tiba. Mereka tidak kami biarkan duduk-duduk bergerombol tanpa melakukan kemanfaatan. Kami ajak mereka mendukung Gerakan Literasi Sekolah. Antara lain dengan melibatkan mereka dalam mendampingi anak-anak SD memilih buku bacaan, menganjurkan anak-anak untuk merapikan bacaan, bahkan ada yang kami minta untuk membacakan cerita. Kegiatan ini tidak saja meringankan tugas guru atau pihak sekolah, tetapi juga merekatkan hubungan harmonis sekolah dan masyarakat, menumbuhkan rasa dihargai dan dibutuhkan, juga menanamkan perhatian dan kepedulian.

Tidak itu saja, wali murid ini juga kami ajak untuk peduli kebersihan lingkungan. Sebagian ada yang menjadi mitra dengan berjualan di kantin sehat. Ini selain menjamin keamanan kesehatan anak juga memberi peluang untuk mendapat penghasilan. Wali murid yang berjualan ini kita beri pesan karakter untuk membiasakan anak membuang sampah pada tempatnya. Kebiasaan baik yang kita tanam dan kita jalankan bersama ini, tanpa disadari menumbuhkan rasa memiliki dan mencintai sekolah dengan sendirinya.

Pemerintah Kabupaten Blitar memiliki program yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Program yang dilaksanakan bersama oleh berbagai elemen masyarakat ini disebut Gerakan Bersama Pramuka Pemantau Jentik (Gema Pramantik). Dalam rangka melaksanakan program inilah tercipta kerjasama di tiga pusat belajar pula. Setiap Pramuka di sekolah kami bertanggung jawab memantau jentik-jentik di setiap lima rumah terdekat mereka. Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali. Hari Jumat guru membagikan form pemantauan jentik-jentik yang berisi nama KK pemilik rumah yang dipantau, ada dan tidaknya jentik, dan jumlah jentik yang ditemukan. Hari Sabtu dikumpulkan kemudian guru merekap hasil untuk dilaporkan ke UPTD. Dalam proses ini karakter yang diharapkan tumbuh pada diri anak adalah ketelitian, kepedulian, kewaspadaan, kejujuran, kerjasama, keberanian, dan tanggung jawab. Karakter itu ditanam oleh tim dalam tripusat belajar yakni sekolah, orang tua, dan masyarakat.

Dalam rangka menguatkan dimensi olah hati, kami menanamkan kebiasaan pada anak untuk peduli dan berempati pada beban penderitaan orang lain. Misalnya ada teman yang sakit, atau ada tetangga sekolah yang meninggal dunia, kami ajak mereka berkunjung untuk menjenguk atau menyampaikan duka-cita. Di tempat yanng didatangi kami ajarkan sekaligus contohkan bagaimana bersikap sopan dan hormat pada orang-orang yang ada di dekatnya.

Dimensi pendidikan yang lain yang tidak kami abaikan adalah olah rasa atau seni. Alhamdulillah masyarakat sekitar sekolah adalah masyarakat yang suka berkesenian. Setiap event peringatan hari-hari besar nasional atau hari-hari keagamaan selalu menggelar acara kesenian. Anak-anak kami libatkan antara lain menyanyi, menari, pawai, juga seni hadrah. Ketua RT menyampaikan pidato yang berisi ajakan untuk berkontribusi pada masyarakat, agar anak-anak mengetahui sejarah dan hikmah dari peristiwa yang diperingati. Di sini terbukti benar, masyarakat menjadi pusat sekaligus sumber belajar.

Dalam dimensi olahraga, kami tidak hanya mengkondisikan agar anak-anak sehat badannya. Mereka juga diberi tantangan kompetisi. Contohnya pada lomba layang-layang yang diadakan masyarakat, sekolah ikut serta. Ini membuat anak-anak dan juga para guru mendapatkan kesempatan rekreasi sederhana.

Di sekolah kami juga mengajak anak dan orang tua berkebun. Anak-anak belajar menyambung tanaman antara lain singkong, menanam pepaya, juga beberapa jenis sayuran. Jika panen singkong, anak-anak mencabutnya, wali murid mengupas dan membuat berbagai jajanan sederhana lalu dimakan bersama guru-guru juga. Di sekolah yang seperti ini waktu berlalu terasa cepat. Jam pulang sesuai kurikulum kami, Kurikulum 2006 adalah pukul 12.15. Tetapi kami sama-sama nyaman menghabiskan waktu di sekolah. Hingga seringkali sampai di rumah guru-guru rata-rata pukul 15.00.

Sampai di rumah, anak-anak belum selesai dengan kegiatan kebersamaan itu. Paguyuban wali murid menyelenggarakan pelajaran tambahan bagi anak-anaknya di salah satu rumah yang mereka sepakati. Mereka bergiliran mengawasi dan memotivasi anak-anak untuk belajar. Kegiatan ini murni dilakukan oleh masyarakat wali murid yang tergabung dalam paguyuban kelas.

Demikian aplikasi Penguatan Pendidikan Karakter yang bisa kami lakukan dengan mengoptimalkan Tripusat Belajar di tempat kami. Kondisi nyata yang saya tuangkan dalam program dan pedoman kerja. Harapannya ini bisa menjadi upaya mendayagunakan apa yang ada agar menjadi manfaat yang lebih besar bagi pendidikan di Indonesia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya sangat mendukung kebersamaan dengaan wali kelas itu

01 Jan
Balas

Terima kasih, mungkin maksudnya kerjasama dengan wali murid?

01 Jan

Indahnya berbagi dan kebersamaan.Salam kenal,Salam Literasi Bu Wiwik.Ma'af Ibu , boleh saya memperoleh no Hp Ibu....? Terimakasih Bu...,sukses selalu.

01 Jan
Balas

Terima kasih, Ibu, tentu boleh ini no wa sy 085232100064. salam literasi

01 Jan



search

New Post