WIWIK DIAH AGUSTININGSIH

Menulis itu, indah, menghapus gundah, bisa bernilai ibadah. Kuharap bisa menjadi ladang amal shalih, aamiin...

Selengkapnya
Navigasi Web

CINTA

MEMIMPIN DENGAN CINTA

Ketika namaku disebut sebagai salah satu dari ratusan peserta pelantikan kepala sekolah di pendopo Kabupaten Blitar, alhamdulillah hatiku biasa saja, jantungku berdetak biasa, darahku mengalir biasa. Kalaupun ada desiran di dadaku insyaa Allah itu hanya desiran syukur yang sewajarnya saja. Selebihnya aku telah mengucapkan kalimat tarji’ sebelum berangkat tadi.

Teringat sikap para sahabat ketika mendapat tugas dan amanah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka sami’na wa atha’na. Secara resmi aku telah menjadi Kepala Sekolah di SD Negeri Karangbendo 02, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terhitung sejak dilantik, 27 Desember 2016, namun untuk menyesuaikan dengan kelaziman di daerah kami, aku harus menunggu untuk diantar kepala sekolah di tempat tugasku yang lama ke tempat tugasku yang baru.

Tibalah hari pengantaranku, maka hari itulah ujianku dimulai. Aku tidak diterima oleh Komite Sekolah yang mengatasnamakan masyarakat setempat. Alasan yang mengemuka mereka ingin mempertahankan kepala sekolah yang lama. Namun dari informasi yang berkembang berita miringnya adalah aku tidak diterima karena dicurigai sebagai orang yang eksklusif, fanatik, bahkan lebih jauh aku dituduh berafiliasi pada gerakan teroris internasional.

Sebagai guru yang dipromosikan untuk mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah baru, aku terhenyak. Tak ada yang muncul di otakku untuk menuntunku harus berbuat apa. Aku hanya diam, menyerahkan semua urusan kedinasan ini pada para pimpinan di UPTD Kecamatan, para Pengawas SD, maupun kepada Dinas Pendidikan di Tingkat Kabupaten. Lalu kubenamkan diriku dalam keasyikan pelukan kepasrahan pada Allah. Kalaupun aku harus kembali menjadi guru biasa saja itu lebih aku suka. Toh dulu aku didesak pimpinan untuk mengikuti tes penyaringan calon kepala sekolah kalau bukan dikatakan “dipaksa”. Kemudian aku mengikuti beberapa tes dan dinyatakan lulus. Rupanya para pimpinan memilih untuk terus menempatkanku sesuai dengan SK-ku, alasannya karena itu sudah definitif SK Bupati. Argumen itu pula yang dihadapkan pada pihak yang menolakku. Beranikah mereka “menentang” keputusan bupati?

Singkat cerita, aku bisa diterima. Kumulai hari-hariku di sekolah dengan langkah-langkah konsolidasi dengan semua pihak. Kusuguhkan semua sikap manis dan mengalah yang kumiliki. Kucari berbagai celah untuk masuk dengan damai. Kuabaikan rasaku sebagai pendatang yang tak dianggap.

Alhamdulillah, Allah memberiku jalan untuk menyemai arti. Ada lomba kepramukaan pada dua bulan pertama aku bertugas. Kukerahkan seluruh tenaga, pikiran, biaya pribadi, dan seluruh yang mungkin untuk kuberikan. Waktu yang tak banyak untuk menyiapkan kontingen lomba justru kujadikan senjata untuk tak sedikitpun lengah. Hingga Allahpun iba padaku, kontingen sekolahku menjuarai lomba pionering. Kecil mungkin, tapi sangat berarti bagiku. Mulailah mata yang sebelah mengikuti sebelahnya untuk memandangku.

Perjuangan baru dimulai. Kemudian pada bulan keempat aku mendapat informasi sekolahku mendapat giliran untuk diakreditasi pada akhir bulan kelima. Beberapa teman guru meragukanku. Tak mengapa, aku iyakan saja ketika mereka berkata apa aku bisa, orang baru yang masih muda. Satu prinsipku dalam bekerja pantang menolak tugas.

Maka kutata langkah persiapan menghadapi akreditasi yang bagi sekolah swasta justru lebih sering diminta karena merupakan ajang menunjukkan posisi sekolah secara kualitas administrasi. Aku distribusikan pekerjaan sesuai komponen akreditasi. Kuhadapi dengan sabar teman yang entah enggan atau belum bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang kuberikan. Kulibatkan berbagai lini termasuk kubulatkan simpul-simpul massa antara lain paguyuban wali murid. Kutempatkan diriku sejajar dengan tim yang kubentuk. Seminim mungkin aku menyebut posisi leader. Kusediakan sebanyak mungkin kata “iya”, “bagus”, “terima kasih”. Juga berbagai pujian untuk keberhasilan sekecil apapun. Toh tak harus aku membeli semua itu ke pasar.

Allah menolongku yang diwujudkan dalam banyak kerja-Nya. Akreditasi yang mulai tahun ini menggunakan sistem pelaporan online, karena satu dan lain hal diundur-undur pelaksanaannya. Dalam penguluran waktu, tak bisa dicegah berpengaruh juga pada semangat kerja. Tetapi aku tetap bersyukur, konsolidasi yang sudah berhasil kulakukan menjadi makin matang. Aku lihat wali murid yang tergabung dalam paguyuban makin baik, makin mendukungku. Mereka tak keberatan bekerja untuk sekolah. Sore mereka berdatangan untuk mengatur taman, menanam bunga, mengecat dinding dan pagar sekolah. Yang membuatku haru lebih banyak dari mereka ibu-ibu yang dulu alumni sekolah ini. Tak sedikit pula yang sudah tua.

Di tengah penguluran waktu itu ada acara hari jadi Kabupaten Blitar ke 693 ada “Gebyar 1001 Souvenir Pariwisata 2017” yang digelar di kompleks Candi Penataran. Pesertanya boleh guru, murid, atau kolaborasi guru dan murid. Kuambil kesempatan ini untuk mengajak teman guru dan anak-anak “berani keluar”. Dalam gebyar ini panitia bermaksud menggali kreativitas utamanya dengan bahan bekas yang ramah lingkungan. Maka aku carikan di youtube bahan sekaligus tutorialnya. Karena tidak ada teman yang bersedia maka aku sendiri mengajak salah murid kelas lima membuat keranjang dari koran. Pada hari pelaksanaan kulihat hanya aku kepala sekolah yang ikut serta. Tidak juara, tidak terpilih jadi favorit, juga tidak diajak foto bersama Bupati, tetapi hari-hari menyiapkan acara ini sangat berarti bagiku. Berhari-hari aku masuk kelas, melibatkan semua anak di kelas untuk membantu menggunting dan menggulung koran bekas, kemudian berangkat ke lokasi gebyar, dilihat masyarakat sekitar sekolah, sudah merupakan bentuk kerja istimewa.

Cerita selanjutnya ada event lomba menulis cerpen dan bercerita untuk guru dalam rangka ulang tahun PGRI ke 72 tahun 2017. Aku yang hobi menulis sejak kanak-kanak tak menyia-nyiakan kesempatan, ikut. Saat pengumuman pemenang namaku termasuk dalam 10 penulis terbaik yang diundang ke Surabaya untuk mempresentasikan karya. Momen paling baik ini kugunakan untuk mengokohkan hubungan dengan masyarakat sekitar sekolah. Aku pamit secara resmi kepada ketua paguyuban dan komite. Alhamdulillah ketika aku menjadi juara harapan I, pulangnya disambut dengan banner ucapan selamat yang dibikin ada fotoku bersama ketua komite dan ketua paguyuban wali murid. Perjuangan mulai diwarnai cinta, alhamdulillah.

Selanjutnya, persiapan akreditasi harus diteruskan. Selama persiapan itu kami bekerja dengan senang. Rasanya tak ada yang berat untuk dilakukan. Semua bekerjasama. Guru-guru, anak-anak, wali murid, komite. Seperti tak pernah ada cerita kepala sekolah pernah tak diterima di sini. Alhamdulillah hingga saat visitasi tiba, kami hadapi bersama. Indahnya bekerja dengan cinta.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terharu membacanya..

30 Dec
Balas

Terharu membacanya..

30 Dec
Balas

Terharu membacanya..

30 Dec
Balas

terima kasih

30 Dec



search

New Post