Wiwin Narti, M.Psi, Psikolog

Lahir di Muara Bungo Jambi pada 4 Oktober 1982. Alumnus Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta Fakultas Psikologi dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta Magiste...

Selengkapnya
Navigasi Web
DIA BUKAN SAHABAT (Terinspirasi dari kisah nyata)

DIA BUKAN SAHABAT (Terinspirasi dari kisah nyata)

Aku Terlahir dengan mata seperti orang normal namun sebenarnya penglihatanku sangat terganggu, semua yang kulihat hanyalah bayang-bayang kelabu. Aku selalu berusaha beradaptasi dengan lingkungan, ibu tidak pernah memperlakukanku seperti anak cacat, beliau selalu menyemangatiku tetapi tetap memberikanku peluang untuk bisa mandiri. Ketika memasuki sekolah dasar, aku belajar mengandalkan pendengaran dan ingatan. Tapi masalahnya ketika ujian aku tidak bisa membaca soal hingga akhirnya dibacakan oleh guru. Sering aku merasa begitu merepotkan guru, dan tak bisa kusingkirkan perasaan itu.

Duduk di bangku kelas 2 SD, kelasku kedatangan siswi baru, Laila namanya. Yah..aku tidak bisa mengenal wajahnya tapi aku suka dengan suaranya ketika memperkenalkan diri. Dan dia diminta oleh guru untuk duduk satu meja bersamaku. Persahabatan kami berjalan seperti persahabatan biasanya, ngobrol, bercanda tawa, sedih bersama, kadang juga pernah selisih paham tapi kami tetap bersahabat. Dengannya aku tak lagi merasa bersalah dengan guru karena tanpa aku minta dia membacakan soal di papan tulis untukku, menuliskan jawaban dariku. Beruntungnya mendapat sahabat seperti dia, sampai SMP dan SMA kami masih selalu bersama. Dia seperti mata bagiku.

Waktu berlalu begitu cepat, tiba saatnya kami harus memutuskan untuk kuliah. Kami ngobrol lama sekali, ada banyak utusan kampus yang datang ke sekolah kami untuk bersosialisasi, keputusan kami akhirnya tertuju pada satu kampus, mahasiswa BEM yang datang katanya berjas almamater warna biru muda. Bukan warna jas biru muda yang membuatku memutuskan memilih kampus itu karena aku tidak tahu seperti apa warna biru, tetapi karena dari nada bicara para dosennya yang sangat menyejukkan, aku sangat peka dengan suara. Kampus ini berbasis Agama tentunya akan terasa lebih tenang dan nyaman untukku. Selain itu ada 7 pilihan jurusan yang ditawarkan dan 2 jurusan diantaranya kami sukai.

Kampus sudah kami pilih, yaitu kampus biru Institut Agama Islam Yasni Bungo, kami kembali berembuk untuk memilih jurusan kuliah masing-masing. Menurut guru Bimbingan Konseling (BK) tempat kami berkonsultasi, memilih kuliah harus sesuai dengan bakat minat masing-masing. Laila memilik jurusan Ekonomi Syariah (ESY) dan aku memilih jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Aku sempat merasa takut jauh dari Laila, tak bisa dibayangkan bagaimana kuliah nanti tanpa Laila namun bismillah kami mulai kuliah di kelas kami masing-masing.

Satu semester kulewati, dengan nilai yang tidak aku harapkan. Karena aku telah kehilangan mataku, tidak ada yang seperti Laila, yang bernego dengan guru, mau membacakan soal, membacakan yang guru tulis di papan tulis agar aku paham, dan menulis jawaban untukku. Lama aku berpikir, apakah akan tetap seperti ini atau berhenti kuliah? Apa bisa aku pindah ke ekonomi saja mengikuti Laila? Aku menemui beberapa dosen dan administrasi kampus, sepertinya pindah ke kelas Laila adalah keputusan terbaik. Dan Alhamdulillah, permohonanku dipenuhi oleh pihak kampus.

Kuliah berjalan kembali seperti biasa, kali ini aku memiliki mataku yaitu Laila. Namun masalah kembali terjadi, mata kuliah di jurusan Ekonomi Syariah sebagian besar adalah matematika, sementara aku tidak bisa matematika, bagaimana pun Laila berusaha menjelaskan, membacakan yang ditulis dosen di papan tulis, membacakan slide dilayar infokus tapi aku selalu gagal untuk paham. Aku benar-benar kewalahan dan merasa tidak tega jika kekuranganku ini akan mengganggu kuliahnya Laila.

“Sepertinya kamu memang cocok di jurusan KPI Nana” kata Laila.

“Iya Laila, di Ekonomi Syariah ternyata berat untukku, apa mungkin aku bisa balik lagi ke KPI ya? Aku gak ada keberanian untuk menemui dosen dan admin lagi” kurasakan air mataku mengalir tanpa bisa kutahan, mengapa begitu sulitnya pilihan ini?? Jeritku dalam hati.

“Gak apa-apa Nana, ayo kita berdua menemuinya” ajak Laila.

Aku, Laila dan beberapa dosen duduk berembuk,

“kalian sudah dari kecil bersama-sama, salah satu pilihan terbaik yaitu Laila iklas untuk pindah ke KPI juga, disini Laila sedang diuji ketulusan bersahabatnya, mungkin Laila gak suka KPI tapi bisa jadi kelak berkat keiklasan Laila ilmu yang Laila dapat menjadi lebih berkah” kata salah satu dosen memberikan pendapatnya.

“Jangan Pak, Laila jangan keluar dari Ekonomi Syariah, itu sangat cocok untuk Laila” kataku sambil menelan ludah, tenggorokanku terasa sangat kering.

Laila lama terdiam. Hatiku merasa sangat hancur membayangkan Laila terpaksa menyetujui pendapat Pak Hari tuk pindah ke KPI bersamaku, Laila punya impian menjadi akuntan, dia sudah menjalaninya selama 2 semester dengan nilai yang sangat baik. Aku ini siapa?? Menjadi penghalang bagi cita-cita besar sahabat baikku. Tanpa mampu kucegah, air mataku deras mengalir.

“Coba dipertimbangkan dengan baik Laila, niatkan semua karena Allah, tidak mungkin Allah akan memburamkan masa depanmu hanya karena membantu teman yang membutuhkan. Ini jadi amal yang tidak putus-putus untukmu” kata Pak Syukri menguatkan.

“Jangan Laila, aku bisa kok di KPI, tolong jangan jadi beban pikiranmu Laila” mohonku pada Laila. “Jangan seperti itu Pak, biar saya saja yang kembali lagi ke KPI, Laila tidak punya kewajiban tuk melupakan impiannya karena saya, tolong jangan paksa Laila Pak”.

“Ya sudah kalau seperti itu......kalian kembali ke jurusan masing-masing”

“Saya mau Pak, saya mau pindah ke KPI, biar Allah yang menuntun masa depan saya, insyaAllah saya iklas, bismillah” sahut Laila. Tangisku semakin kencang, kututup wajahku dengan kedua telapak tangan, merunduk sedalam-dalamnya.

“Ya Allah....” sahutku dalam tangis. “teman seperti apa kamu Laila? kamu sudah banyak membantuku, dari kita kecil, sekarang bantuan ini terlalu besar, kamu bukan sahabat Laila tapi kamu malaikat” tangisku tersedu-sedu.

“Peluk sahabatmu Nana, jangan pernah lupakan pengorbanan Laila ini” kata Pak Syukri, semua dosen dan staf admin yang melihat saat itu pun meneteskan air mata haru.

Kupeluk Laila yang ikut menangis, kumenangis haru sambil memanjatkan doa dalam hati “Ya Allah, balaslah kebaikan hati sahabatku ini, Ya Allah..terima kasih tuk menjadikan Laila sebagai mata dan mailaikat pelindungku”.

Dia bukan sahabat, tapi lebih dari itu..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post