Wiwin Narti, M.Psi, Psikolog

Lahir di Muara Bungo Jambi pada 4 Oktober 1982. Alumnus Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta Fakultas Psikologi dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta Magiste...

Selengkapnya
Navigasi Web

SAAT NYAWA TAK MAU PERGI (terinsiprasi dari kisah nyata)

“Tolong....” jeritan ibu memenuhi ruangan. Aku masih mendengar suaranya, tapi wajah ibu sudah terlihat buram di mataku. Pandanganku pun gelap. Ini sudah ke lima kalinya aku mencoba mengakhiri hidup. Tapi selalu saja gagal. Selalu ada pertolongan datang. Aku pun kembali membuka mata..

“Aahh..kenapa aku selamat?” jerit batinku, sambil mengacak-acak rambut yang telah lama tak lagi dipotong.

Ingin aku murka pada ibu, tapi mulut terasa sangat perih. Yah terang saja perih, mulutku melepuh karena meminum cairan pembersih lantai. Kudengar dokter sudah melakukan pengurasan terhadap lambungku. Ahh sudahlah, aku tak mau tahu. Aku menangis sesenggukan.

“Sial.....untuk apa aku hidup??” jerit batinku lagi. Kuhabiskan hari-hariku di Rumah Sakit dengan memaki-maki dalam hati. Aku letih walaupun tak melakukan apa pun. Sesekali aku menangis lagi. Kakak pun sudah berkali-kali menasehatiku.

“Kenapa sih Ndi..kamu ni cowok lho, koq ya lemah sekali jadi cowok?” nada bicaranya seperti penuh kekesalan.

“Di mana otakmu? Sudahlah..buat apa dipikirkan lagi, pikirkan hidupmu sendiri” katanya lagi di lain waktu.

Bla..bla..bla..bicara sih enak, coba dia jadi aku belum tentu kuat. Hardikku kembali dalam hati. Tidak mudah bagiku kehilangan dia, perempuan yang kunikahi selama 7 bulan. Kusukai selama belasan tahun sebelumnya. Aku masih teramat menyayanginya. Tiba-tiba dia meninggalkanku, pergi bersama lelaki brengsek yang baru dia kenal. Jangan dikira aku tidak berusaha mengobati hati ini. Berkali-kali aku mencoba mengenal wanita lain, tapi hanya dalam waktu tidak lebih dari satu minggu aku kembali ditinggalkan.

Setahun semenjak istri brengsek itu pergi, aku tak lagi merasakan ketenangan. Aku juga pernah masuk pesantren tuk menenangkan jiwaku yang semakin gila tapi disana pun aku tak tenang dan akhirnya kembali pulang. Kemana harus kucari kebahagian itu? Kujalani hari-hari dengan perasaan kacau. Hingga aku sering juga mengamuk tanpa sebab. Ibu dan ayah seringkali jadi korbanku kala emosi ini memuncak. Ibu sering menangis dan menyelamatkan diri dalam ketakutan saat aku sudah kesetanan. Tak ada lagi harapan. Hidup ini tak ada gunanya. Aku ingin pergi...pergi jauh dari hiruk pikuk kehidupan. Tidur tenang selamanya. Maka kematian sepertinya lebih baik untukku.

Aku sudah pernah mencoba menggantungkan diri dengan tali di dapur rumah. Pernah juga menyayat pergelangan tangan. Mengunyah obat nyamuk. Menelan obat tidur dalam jumlah banyak. Masih saja aku hidup. Heran juga..nyawaku seperti kucing konon katanya memiliki 7 nyawa.

*

Entah kemana mereka membawaku. Aku hanya terdiam, mematung dan membisu. Sebenarnya aku sudah bisa bicara walaupun mulutku masih terasa perih. Tapi aku memang tidak berminat tuk bicara. Mobil itu pun berhenti di sebuah rumah minimalis berwarna merah hitam putih. Ada plang di depan rumah itu, aku membaca dalam hati. Praktek Psikolog. Kurang ajar!!! aku dianggap gila. Ya..mungkin benar aku ini sudah gila. Aku mengikut saja masuk ke dalam rumah itu. Kakak mulai menceritakan perihalku. Aku hanya memerhatikan wanita itu, berusia sekitar 35 tahun, sepertinya belum sampai 40 tahun. Dia menyimak dengan sesekali mengeryitkan keningnya. Nada suaranya hangat dan tenang. Aku sibuk dengan pikiranku. Tiba-tiba aku tersadar saat tangannya mengusap punggung tanganku. Kakak dan orangtuaku sudah menunggu di luar, kali ini hanya ada aku dan dia di ruangan.

“Dik, saya panggil kamu adik ya? Usiamu masih 20-an kan?” tanyanya mengawali percakapan. Aku hanya tersenyum kecut.

“Saya sudah mendengar sekilas tentang masalahmu. Saya ingin sekali menolong. Tapi sebenarnya yang bisa menolong dirimu adalah kamu sendiri. Kalau kamu tidak ingin ditolong, tidak ada gunanya kamu kesini. Kamu mau saya tolong?” lanjutnya. Aku mengangguk dengan ragu.

Kami mulai mengobrol. Lama sih sebenarnya..tapi ada beberapa kata-katanya yang aku garis-bawahi.

“Kamu tahu, pasien di Rumah Sakit itu setiap saat berdoa memohon kesembuhan tapi kamu dengan suka rela ingin jadi pasien di sana. Kamu tahu, mayat di dalam kuburan setiap saat meminta untuk kembali ke dunia agar bisa beribadah dan bermanfaat untuk orang lain. Tapi kamu dengan suka rela ingin kesana”

“Kamu seperti ini karena dia, apakah dia memikirkanmu? Kamu korbankan diri untuk orang yang pergi dengan pria lain. Sementara orang yang menyayangimu kau buat ketakutan, menangis dan ingin kau tinggalkan”

“PLAAAAKKK” kutampar wajahku sendiri. Yaahh..aku melupakan ayah dan ibu. Kucari kebahagiaan itu dimana-mana tapi sumber kebahagiaan itu kuabaikan. Kenapa aku bisa lupa, ada syurga di dekatku selama ini. Aku memang bodoh.. sebodoh-bodohnya manusia. Pantaslah aku selalu ditinggalkan. Jika aku menjadi perempuan-perempuan itu, sudah pasti akan melakukan hal yang sama. Aku saja tidak suka dengan diri ini, apalagi orang lain.

“Pantaskan dirimu, bahagiakan orangtuamu, tunggu kejutan dari Yang Maha Kaya dan Maha Pemberi” kata-kata itu kukunci dalam hati.

***

Air mata ini kembali menetes. Dua buah passport dan berkas-berkas lain telah lengkap. Kuserahkan ke tangan keriput ibu nan hangat, kucium punggung tangannya bolak-balik. Ibu mengusap kepalaku dengan lembutnya. Tak ingin kuingat perempuan mana pun. Tuhan memberiku kesempatan hidup berkali-kali mungkin hanya untuk perempuan mulia ini.

“Bu, ini berkas umroh ibu dan ayah sudah lengkap. InsyaAllah bulan depan ibu dan ayah akan berangkat” bulir-bulir kristal menggelinding di pipi wajah keriputnya..tak mampu berkata-kata.

“Alhamdulillah...Alhamdulillah..” Hanya kata syukur itu yang kudengar dari mulutnya.

Ketukan pintu terdengar dari luar. Aku bergegas membukanya. Perempuan cantik dengan mata basah berdiri kaku di hadapanku.

“Mas....” katanya lirih..

T A M A T

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih byk Bu atas dukungannya, saya baru belajar menulis cerpen, masih membutuhkan kritikan dan saran

08 Dec
Balas

Terhanyut aku membacanya dan hampir meneteskan air mata. Sungguh cerita yang mengharu biru. Keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiiik

08 Dec
Balas



search

New Post