Wurti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mencarimu, Engkau Di Mana ?

#Tantangangurusiana

Tantangan Hari Ke-81

Mencarimu, Engkau Di Mana?

“Sudah dicari di belakang?” tanyaku. Melihat si Bulan anak perempuanku yang tengah kebingungan, akhirnya ikut jadi bingung juga.

“Sudah, Ma. Tapi nggak ada. Di depan rumah juga nggak ada.” Bulan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Wajahnya kelihatan suntuk.

“Kalau seperti ini aku nggak bisa ngapa-ngapain. Ini kan penting, Ma. Ayo, Mama bantuin dong!” Bulan mulai merajuk. Wajahnya tambah cemberut. Aku yang punya jadwal malas-malasan hari ini terpaksa harus bangkit.

“Iya, mama bantu,” kataku. “Sudah tanya Ayah atau kakak?”

“Sudah, tapi nggak ada yang tahu. Aku capai dari pagi dicari nggak ketemu.”

Aku keluar diikuti Bulan.

“Coba kamu cari di garasi.”

Bulan segera pergi ke garasi, sementara aku mencari di sela-sela pot dekat pagar rumah. Setelah beberapa saat,”Disini juga nggak ada, Ma!”

“Mbak Bulan, ini cangkulnya. Maaf ya baru dikembalikan. Soalnya kemarin sore Nantulang lihat pintu pagarnya terkunci terus.” Tetanggaku yang asli medan itu mengagetkanku. Bulanpun ikut menoleh. Tiba-tiba wajahnya berbinar.

“Oh iya, aku lupa kemarin dipinjam Nantulang.” Bulan bergegas menghampiri tetanggaku lalu mengambil cangkul kecil yang dibawa Nantulang. Kami memang biasa memanggilnya Nantulang pada tetanggaku yang rumahnya berada persis di depan rumahku. Panggilan Teteh pada anggota keluarga berjenis kelamin perempuan untuk tetanggaku yang berada di sebelah kiri rumahku. Mereka memang berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Sementara ibu Ida kami biasa memanggilnya Nauda. Kami sendiri sebenarnya orang sunda tetapi bukan dari Jawa Barat. Di Kabupaten Brebes memang ada dua bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi atau bertutur sapa dalam kehidupan sehari-hari yaitu, bahasa jawa dan bahasa sunda. Di perumahan tempat kami tinggal memang cukup heterogen. Namun perbedaan suku, bahasa, dan agama tidak pernah menjadikan kami untuk saling bermusuhan. Justeru perbedaan itulah yang membuat kami selalu hidup rukun.

“Kemarin perayaan Paskahnya di rumah saja ya?” tanyaku pada Nantulang.

“Iya, Bu. Lagi zaman seperti ini, kita ikuti saja anjuran pemerintah. Maaf saya permisi dulu.”

Aku menganggukkan kepala. Setelah itu kuhampiri Bulan yang tengah sibuk mencangkul tanah di bawah pohon pandan bali. Ia mendapatkan tugas untuk menanam kunyit atau jahe dalam rangka mengisi waktu luang selama kegiatan belajar di rumah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post