Yanisa Yuni Alfiati

Guru SMA Negeri 1 Padamara Mapel Biologi Unnes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta yang Kumiliki

Cinta yang Kumiliki

Memiliki tiga orang anak yang masih kecil-kecil saat suaminya meninggal dunia, menjadi ujian hidup terberat dalam hidup Ningsih. Segala upaya sudah dilakukan Ningsih untuk menyelamatkan nyawa suaminya. Namun takdir berkata lain. Allah menginginkan suaminya untuk segera kembali ke sisihnya, meski dia dan ketiga anaknya masih sangat membutuhkan keberadaan mas Bambang.

Sakit yang diderita suaminya memang bukan penyakit ringan. Beberapa organ tubuh sudah mengalami kerusakan. Kalau istilah dokter suaminya mengalaminya komplikasi. Tidak hanya satu dua minggu Ningsih merawat sakit suaminya. Ada waktu berbulan-bulan Ningsih harus bolak-balik memeriksakan sakit yang diderita suaminya. Terakhir hampir dua minggu suaminya koma dan berada di rumah sakit dengan alat bantu yang menopang kehidupannya. Sampai suatu saat dokter menyatakan angkat tangan dan meminta Ningsih untuk merelakan kepergian suaminya. Menurut dokter hidup dengan alat bantu tak akan membuat suaminya terhindar dari takdir kematian.

Dengan tangis kepedihan, Ningsih akhirnya mengijinkan alat bantu dilepaskan dari tubuh suaminya. Tak ada salam perpisahan dengan suaminya. Suaminya menghembuskan napas terakhirnya begitu alat bantu yang menempel di tubuhnya dilepas. Saat itu Ningsih hanya bisa memeluk ketiga anaknya sembari menangis tersedu karena ditinggalkan orang yang sangat dikasihinya.

" Kenapa kamu tinggalkan aku mas. Aku memang banyak salah padamu. Tapi jangan tinggalkan aku. Aku akan berubah." Ucap Ningsih ditengah tangis yang tak pernah mau berhenti melihat kepergian suaminya. "Mas ...mas Bambang...jangan tinggalkan Ningsih mas. Ningsih minta maaaafff..." Ningsih benar-benar kehilangan sosok suami yang begitu mengayominya selama ini.

" Lihat anak-anakmu mas...mereka masih membutuhkan mu..." Tangis Ningsih semakin keras melihat jasad suaminya terbujur kaku di depannya. Tak lama berselang Ningsih pingsan. Keluarga segera membawa Ningsih pulang. Sementara jasad suaminya diurus oleh keluarganya.

Tak bisa dipungkiri, mas Bambang adalah sosok suami yang sangat bertanggung jawab pada keluarganya. Laki-laki yang tak pernah keberatan dengan omelan Ningsih saat dia ngambek karena keinginan tidak dipenuhi suaminya. Mas Bambang yang begitu setia mendampingi Ningsih dan anak-anaknya. Laki-laki Nrimo dengan segala permasalahan pekerjaan dan keluarga yang sering menghampirinya. Mas Bambang nyaris tanpa cela sebagai sosok suami dan bapak bagi anak-anaknya. Mungkin karena kebaikannya itulah Allah lebih suka jika mas Bambang berada di sisihNya.

Melihat jasad suaminya sampai di rumah dengan dibawa mobil jenazah, membuat Ningsih tak sanggup berdiri. Ningsih benar-benar kehilangan energi. Dia segera di bawa ke dalam kamar oleh keluarganya. Beberapa kali dia pingsan saat berusaha berdiri. Ningsih bahkan tak sanggup keluar dari kamarnya untuk menemani jasad suaminya terakhir kali. Hingga akhirnya keputusan keluarga akhirnya menguburkan mas Bambang tanpa kehadirannya. Ningsih tak sanggup hadir di pemakaman suaminya.

Beruntung dua anaknya yang masih kecil-kecil itu tidak rewel. Mereka hanya tampak kebingungan karena rumahnya sesak dengan banyak orang. Dari ketiga anaknya mungkin hanya Ikhsan yang sudah paham akan arti kematian bapaknya. Maklum usia Ikhsan saat itu sudah 14 tahun. Sedangkan Akbar, dan Zahra masih terlalu kecil untuk memahaminya. Akbar baru duduk di kelas dua sekolah dasar. Sedangkan Zahrah masih berumur 6 bulan. Alhamdulillah, Zahra begitu anteng dengan Bik Minah. Bik Minah adalah wanita paruh baya yang merawat Zahra sejak lahir.

Sejak kematian suaminya, Ningsih tak memiliki semangat untuk melanjutkan hidupnya. Hari-harinya hanya diisi dengan tangisan. Keluarganyalah yang kemudian merawat ketiga anaknya. Mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk Ningsih menerima kenyataan ini. Rasa kehilangan yang begitu besar membuat Ningsih berlarut dalam kepedihannya. Warung kelontongnya terpaksa tutup karena Ningsih belum mau melanjutkan usahanya. Beruntung dia punya hasil sawah dan hasil kebun untuk menopang hidupnya dan anak-anak. Berat badan Ningsih turun drastis di tiga bulan pertama sejak kematian suaminya. Zahra pun pada akhirnya harus di sapih karena air susu ibunya yang tidak lancar. Menurut bidan kondisi stress yang telah membuat air susu Ningsih tidak mau keluar.

Keluarganya sudah banyak memberikan nasihat kepada Ningsih untuk mengikhlaskan kepergian suaminya. Mereka juga mengingatkan Ningsih bahwa anak-anak masih sangat membutuhkan kasih sayang ibunya. Namun semua usaha keluarganya tidak sia-sia. Sampai suatu saat Zahra putrinya yang kecil sakit. Ningsih tetap saja larut dalam kesedihannya.

Sudah tiga hari panasnya tidak mau turun. Zahra pun terpaksa dibawa ke rumah sakit. Saat Ningsih harus kembali datang ke rumah sakit, Ningsih seperti dihadapkan pada situasi dimana dia telah kehilangan suaminya. Saat inilah Ningsih sadar bahwa selama ini dia telah melupakan anak-anaknya karena larut oleh kesedihan akibat ditinggal suaminya.

Ningsih kembali menangis pilu, ada ketakutan yang melanda jiwanya. Dia takut Allah kembali mengambil Zahra karena ketidakpeduliannya selama ini. Dengan penuh penyesalan Ningsih memohon kepada Allah agar putrinya itu disembuhkan dari sakitnya. Saat itulah hati Ningsih berjanji akan menjaga anak-anaknya.

" Maafkan ibu ya Nak. Ibu sudah mengabaikan kamu selama ini. Ibu janji ibu akan menjagamu setelah ini." Ucap Ningsih. Air matanya jatuh di pipinya yang tirus. Digendongnya Zahra kecil yang tertidur lelap karena minum obat itu. Ningsih mencium kening Zahra dengan lembut. Zahra cantik yang merupakan buah cinta Ningsih dengan mas Bambang suaminya.

Hampir satu minggu Zahra berada di rumah sakit. Beruntung, Allah mengabulkan doa Ningsih. Makin hari kesehatan Zahra semakin membaik Hingga akhirnya dokter mengijinkan Zahra pulang ke rumah. Betapa bahagianya Ningsih dengan keadaan tersebut. Dipeluknya Zahra dengan penuh cinta.

Sekembalinya Zahra dari rumah sakit, membawa perubahan pada diri Ningsih. Seiring waktu Ningsih mulai bangkit dari keterpurukannya. Memandang wajah anak-anaknya yang lugu, membuat Ningsih sadar bahwa kehadirannya masih sangat dibutuhkan oleh anak-anaknya. Ketiga anaknya inilah yang memberikan Ningsih kekuatan untuk bertahan hidup. Dia pun bertekad untuk menjaga ketiga anaknya dengan penuh kasih. Tiga anak yang mas Bambang tinggalkan untuk dirawat olehnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap cerpennya Bunda

03 Mar
Balas

Sukses selalu bunda...

03 Mar

Semakin keren cerpen nya Bunda. Barakallah

02 Mar
Balas

Terima kasih bunda...sukses selalu

03 Mar



search

New Post