Yanisa Yuni Alfiati

Guru SMA Negeri 1 Padamara Mapel Biologi Unnes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menghitung Sedekah

Menghitung Sedekah

Susi merasa hari ini begitu melelahkan. Persiapan untuk penilaian kerja kepala sekolah benar-benar menguras waktunya. Mulai dari rapat sampai pada mempersiapkan berkas-berkas yang tercecer entah dimana. Jam menunjukkan pukul 17.00 WIB, saat Susi menstarter motor maticnya. Dibutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai ke rumahnya. Dan begitu sampai di rumahnya, Susi langsung bergegas untuk mandi. " Sebentar lagi adzan maghrib. Tak baik kalau aku harus mandi selepas magrib." Gumam Susi dalam hati.

Diambilnya handuk warna pink kesayangannya. Handuk yang setia menemaninya di dua bulan terakhir ini. Selesai mandi Susi langsung mengambil air wudhu. Susi bermaksud langsung menuju mushola dekat rumahnya untuk menunaikan ibadah shalat maghrib secara berjamaah. Sehingga begitu selesai berganti pakaian Susi pun segera pergi ke mushola.

___ Kakinya baru saja memasuki teras rumah, ketika terdengar suara handphonenya berbunyi dari dalam rumah. Begitu masuk ke kamar, Susi langsung mengambil handphone yang sedari tadi berada di atas kasur. " Dari Arti," ucap Susi dalam hati. Dibukanya WA dari tetangganya itu "Bu, tolongin aku lah. Aku lagi butuh uang. Anakku si Topan harus melunasi biaya out door activity Rp. 50 ribu. Kalau ibu berkenan tolong aku di pinjami uang. Tapi kalau gak ya aku dibantu dengan membeli sepatu yang baru aku beli minggu kemarin. Aku beli sepatu ini seharga Rp. 145 ribu. Tolong di ganti, Rp. 50 ribu aja gak apa-apa. Tapi kalau bisa sih Rp. 75 ribu. Sepatunya belum pernah aku pakai bu." Demikian bahasa WA dari Arti untuk Susi. Susi pun terdiam. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Mau bantu tapi duit lagi tipis. Gak dibantu kasihan, teman sedang butuh bantuan. Setelah lama berfikir, akhirnya Susi memutuskan untuk membantunya.

" Bawa ke sini sepatu nya Ti, aku mau lihat," balas Susi.

"Oke. Aku kesitu sekarang."

Begitu Arti sampai di rumah, Susi segera mengambil uang dari dalam kamarnya. Kebetulan memang ukuran sepatu Arti dan Susi sama. Jadi Susi tidak perlu banyak pertimbangan lagi untuk menggantinya. " Makasih ya Sus, semoga kamu makin lancar rejekinya."

" Aamiin."

" Aku langsung pulang ya Sus," ucap Arti sambil tersenyum. "Iya." Jawab Susi singkat. Di pandangi nya punggung temannya sampai berlalu dari pandangannya. Meskipun Susi tidak butuh sepatu, dibayarnya sepatu Arti seharga yang dimintanya. "Alhamdulillah, bisa menolong orang hari ini." Gumam Susi dalam hati. ____

Esok paginya, Susi kedatangan temannya yang lain yakni Nanik. Waktu itu Nanik menceritakan tentang kesialannya. Ceritanya tadi Nanik membawa uang Rp. 20 ribu yang sedianya untuk uang saku anaknya pada saat membeli nasi rames untuk sarapan. Namun ketika sampai rumah, ternyata uang itu tak di temukan di kantongnya. Kemungkinan uang itu terjatuh tapi tak tahu jatuhnya dimana. Mengingat Nanik harus memberi uang saku untuk sekolah anak-anaknya, maka ia pun datang ke rumah Susi. Dia bermaksud untuk meminjam uang 20 ribu kepada Susi.

Mendengar cerita Nanik, Susi jadi merasa serba salah. Uang di dompetnya tinggal 100 ribu. Uang itu hanya cukup untuk makan, jajan dan uang saku anak-anak nya hari itu. Sehingga berat untuk Susi memberi pinjaman untuk Nanik. Merasa sudah menolong Arti tadi malam, semakin memantapkan keputusan Susi untuk tidak menolong Nanik. " Aduh, gimana ya Nik. Uangku sudah aku pakai untuk membeli sepatu dari Arti. Uangku habis." Demikian Susi memberi alasan kenapa dia tidak bisa membantu Nanik.

" Ya udah gak apa-apa." Jawab Nanik. Meski agak kecewa, Nanik pun akhirnya pamitan pulang. Rasanya tak tega melihat Nanik pulang dengan tangan kosong. Namun mau bagaimana lagi. Uang Susi memang hanya tinggal 100 ribu. ____ Hari itu, kebetulan Susi ada panggilan di sekolah anaknya. Rasanya paling malas kalau pergi ke sekolah karena kenakalan anaknya. Anaknya ini benar-benar kelewatan, point pelanggarannya sudah hampir mencapai angka 100. Tapi tetap saja kebiasaan buruknya untuk terlambat masuk kelas dan tidak berangkat sekolah tak pernah mau berubah. Sebagai ibu yang bertanggung jawab akan anaknya, maka Susi pun terpaksa berangkat memenuhi panggilan sekolah.

Saat mau berangkat, Susi mengambil uangd100 rb dari dompetnya. Dan diletakkannya di saku yang sama dengan handphonenya. Setelah sampai di sekolah anaknya, Susi pun mencari ruang BK. setelah menemukan tempatnya, ternyata ibu Rara sedang menemui orang tua siswa dengan kasus yang hampir sama dengan anaknya Susi. Akhirnya Susi harus menunggu di depan ruang BK. Diambilnya handphone dari sakunya. Susi pun segera membuka aplikasi media sosial nya untuk melihat info yang masuk. Hingga akhirnya giliran Susi masuk ke dalam ruang BK dan mendapatkan peringatan tentang perilaku anaknya.

Susi tak ingin marah dengan anaknya. Rencananya nanti sepulang sekolah dia hanya akan memberi tahu tentang kredit point yang susah diperoleh anaknya. Selebihnya Susi menyerahkan semua kepada anaknya. Mau berubah atau tidak itu terserah anaknya.

Begitu Sampai di rumah, iapun bermaksud menggunakan uangnya untuk belanja. Namun betapa kagetnya Susi ketika dia tidak menemukan uang di sakunya. Susi pun berfikir bahwa kemungkinan tadi uang itu terjatuh saat Susi mengambil HP dari sakunya. Nasib-nasib, kalau bukan rejeki meski sudah di kantong tetap saja hilang. Begitulah Allah memberikan isyarat pada manusia untuk tidak pelit ketika membelanjakan uangnya untuk menolong sesama. Susi jadi ingat tadi pagi Nanik membutuhkan bantuannya. Tapi Susi tidak mau menolongnya. Padahal Niken hanya butuh 20 ribu, sedang Susi punya 100 ribu. Jika Susi mau berbagi masih ada sisa 80 ribu. Cukuplah untuk makan sehari. Hehehe...ternyata saat Susi menghitung jumlah uang yang di sedekahkan, Allah benar-benar tidak ridho. Allah langsung mengambil uang yang dititipkan ke Susi dengan cara dihilangkan dari sakunya. Coba saja kalau tadi Susi kasih uang Nanik 20 ribu mungkin uang 100 rb tidak hilang. "Maafkan aku Nanik." Gumam Susi penuh penyesalan.

Sebuah pelajaran berharga untuk Susi. Semoga ke depan tidak berhitung lagi saat harus menolong sesama. Aamiin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pertama, Nanik atau Niken..., Bunda? Oh...sedekah pastinya tak perlu matematik. Demikian pula rezeki di dalam hidup ini. Ada keberkahan yang Allah berikan dalam tiap rezeki yang tidak bisa kita hitung dengan matematik duniawi. Jazakillah khoir Bunda, untuk cerita sarat hikmah ini. Mengingatkan diri ini yang sering khilaf dan lupa. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Bunda.

11 Feb
Balas

Hehehe...itu tuts nya suka ganti sendiri Bun...Nanik yang bener.. makasih koreksinya bunda... sukses selalu bunda dan barakallah

11 Feb

Terima kasih pengimgatnya, kadang diri ini masih pelit Bund. Sukses selalu dan barakallah

11 Feb
Balas

Sama bunda..kayaknya bawaan manusia... hehehe... sukses selalu bunda dan barakallah

11 Feb

Duh...cerita yang nonjok banget nih...Terima kasih Bu Yanisa..Sebagai pengingat untuk selalu menolong orang ..Karena Allah Maha Kaya...Salam sukses dan sehat selalu...Barakallah... .

11 Feb
Balas

Sama-sama bunda Rini yang cantik.. Sukses selalu

11 Feb

Uang yang kita sedekahkan hakekatnya itulah harta kita didunia sampai akherat Bund. Sangat menginspirasi ceritanya Bund. Salam sukses barakah.

12 Feb
Balas

Terima kasih pak Mardi...semoga kita semua jadi ahli sedekah .. aamiin Sukses pak Mardi

12 Feb

Inspiratif bunda. Semoga kita bisa selalu bersedekah. Sehat sukses selalu bund Barakallah

11 Feb
Balas

Aamiin...sehat selalu bunda Barakallah

11 Feb

Dilematis, tetapi perlu mempertimbangkan sisi manusiawi daripada matematis.... Menginspirasi.... Salam takzim Bu Guru

11 Feb
Balas

Terima kasih komentar nya pak Arif. Sukses selalu pak Arif dan barakallah

11 Feb



search

New Post