Pangkalan Bun, 23/7/17

Pelatihan di kota besar di Jawa itu biasa. Meski begitu banyak guru di daerah yang ingin mengikuti pelatihan di kota-kota besar di Jawa. Hasil pelatihan, selain ilmu, tentu juga pengalaman melakukan perjalanan ke kota-kota besar itu. Meski begitu, tidak semua guru memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti berbagai pelatihan itu. Dalam banyak peristiwa, yang ada adalah pelatihan dengan peserta “lu lagi, lu lagi”. Artinya yang berkesempatan mengikuti pelatihan, ya itu-itu saja.

Penulis, meski sebenarnya adalah seorang guru yang tidak memiliki kesempatan besar untuk mengikuti berbagai pelatihan, namun karena penulis adalah seorang guru yang akitf di MGMP, pernah mengikuti seleksi guru berprestasi – meski hanya sampai finalis tingkat nasional – dan banyak bergaul dengan guru-guru hebat, maka penulis memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengikkuti pelatihan-pelatihan itu. Jakarta, Bogor, Denapasar, dan Solo, adalah kota-kota besar yang pernah dikunjungi, selain Samarinda, Palangkaraya, dan Banjarmasin. Pangkalan Bun sebagai kota kabupaten tempat penulis bertugas, tentu saja sering penulis ikuti kegiatan-kegiatannya.

Berbagai jenis pelatihan, pernah penulis ikuti. Namun bisa dikata semua pelatihan itu hanya membekas pada portofolio sertifikat pelatihan. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh, berangsur-angsur hilang bersamaan dengan bergantinya kurikulum sekolah.

Pelatihan literasi Dikdas yang dilaksanakan di Solo pada tanggal 3-7 Mei 2017 memberi nuansa lain. Tidak ada beban kurikulum yang membosankan. Pelatihan literasi yang bertaajuk Satu Guru Satu Buku dan berumah di Media Guru Indonesia ini, begitu menggerakkan hati. Penulis tidak peduli dengan sertifikat pelatihan. Penulis lebih antusias untuk pelatihannya. Sebuah pelatihan yang memotivasi penulis untuk kembali menghasilkan tulisan setelah hampir lima tahun vakum dari dunia kepenulisan. Sebelumnya penulis pernah menerbitkan buku berjudul “Guru Menggugat Mutu Pendidikan”. Penulis juga menulis di berbagai surat kabar yang ada. Namun karena tidak ada tantangan apapun, penulis boleh dikatakan menikmati zona nyaman. Buat apa menulis, toh tidak menulis pun gaji tetap lancar., ikan di kolam tetap berenang, dan kucing tetap mengeong setiap kali penulis pulang kerja.

Pengalaman menulis yang dipandu oleh Muhamad Ihsan, CEO Media Guru Indonesia bersama Eko Prasetyo dan Istiqomah Almaky, membangkitkan kembali gairah menulis. Namun gairah menulis ini memunculkan imbas gairah untuk menghidupkan dunia kepenulisan di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, bahkan Kalimantan Tengah.

Untuk itu, dengan tekad, penulis mengundang tim Media Guru Indonesia ke Pangkalan Bun untuk mengadakan pelatihan menulis. Dari Media Guru Indonesia, dikirimlah Eko Prasetyo yang lebih sering dipanggil Pak RT dan Murman, yang lebih dikenal dengan Leck Murman.

Meski hanya lima hari mengenal Mohammad Ihsan, Eko Prasetyo, dan Istiqomah Almaky, di dunia maya, di Facebook penulis sudah mengenai cukup lama, penulis terinspirasi untuk mengundang mereka ke Pangkalan Bun. Keinginan penulis disambut hangat oleh Mohamad Ihsan di lobby hotel.

Mereka bertiga berbeda dengan Leck Murman. Dengan Leck Murman ini penulis saat kuliah memang satu kampus meski selama kuliah kami kurang akrab karena berbeda kelas. Saya mengenal sebatas nama selebihnya tidak ada.

Jadilah, penulis mengadakan pelatihan di Pangkalan Bun pada tanggal 22 dan 23 Mei 2017. Karena biaya mandiri, bukan dari Bank Mandiri, meski rekening pendaftaran melalui Bank Syariah Mandiri, maka penulis harus menghemat biaya. Penulis melobby aula MTs Negeri Pangkalan Bun, sekarang berubah menjadi MTs Negeri 2 Kotarawaringin Barat, dan mendapat izin. Selanjutnya, penulis melobby Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kotawaringin Barat agar mau mengakui legalitas melalui penandatanganan sertifikat dan sambutan saat pembukaan. Itu pun gol.

Yang menghawatirkan justru saat menanti dering ponsel adanya pesan pendafta yang akan mengikuti pelatihan atau sms notifikasi dari bank tentang adanya dana masuk pendaftaran. Karena puasa, lebaran dan libur yang panjang, rupanya lebih dinikmati oleh para guru untuk berlibur. Penulis sempat stress karena minimnya minat peserta. Terlebih mendengar sikap menyepelekan dari guru senior di kota ini.

Dengan doa dan harapan hanya kepada Sang Pencipta, sampai akhir batas pendaftaran terdata ada 72 pendaftar. Alhamdulillah. Minat yang sangat baik untuk sebuah pelatihan di daerah dengan biaya sendiri.

Saat ini, penulis terharu, karena di aula yang sederhana dan panas ini, 70-an guru, sedang serius menekuri laptopnya mengikuti arahan dari Eko Prasetyo. Bravo guru penulis Panglalan Bun. Insyaallah, November nanti kita akan pamerkan buku kita saat Hari Guru.. Kalau para guru lainnya ikut berpanas dalam upacara bendera, kita akan memamerkan cover buku kita. Jangan lupa juga foto kita.