YAROH MUSTAIN

Yaroh Mustain, itulah pemberian nama dari orang tua saya. Saya lahir 19 maret 1979 di kota ukir Jepara, Jawa Tengah. Tahun 1992 saya menamatkan pendidikan dasar...

Selengkapnya
Navigasi Web
KECERDASAN ITU DINAMIS

KECERDASAN ITU DINAMIS

KECERDASAN ITU DINAMIS

Oleh : YAROH MUSTAIN, S.Si

SMP Negeri 1 Bangsri, Jepara

Jawa Tengah

Special moment itu ada di tahun 2016. Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan pengalaman yang saya alami. Bagaimana tidak, sepanjang tahun 2016 banyak kejutan yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam anganku bahkan mimpi pun tidak. Diawali adanya undangan dari LPMP untuk mengikuti Diklat Instruktur Kabupaten (IK) Kurikulum 2013 pada tanggal 26 Mei s.d 2 Juni, dan yang lebih special adalah sertifikatnya ditandatangani langsung oleh Menteri Pendidikan, Anis Baswedan (keren kan?), ternyata ini hanya kejutan kecil, kejutan demi kejutan lain yang lebih besar terus berdatangan.

Kejutan berikutnya adalah mendapatkan e-mail dari LPMP Jawa Tengah untuk menjadi Nara Sumber Diklat Guru Sasaran (GS) Kurikulum 2013 di Hotel Gressia Semarang tanggal 9 s.d. 13 Juni 2016. Kaget, itulah yang aku rasakan. Bagaimana mungkin saya yang baru seumur jagung ditunjuk untuk menjadi narasumber, di hotel lagi? Padahal dari tiga angkatan diklat IK yang setiap angkatan kira-kira ada 32 peserta yang terdiri dari unsur pengawas, kepala sekolah dan guru. Kemudian dipilih 9 IK oleh LPMP untuk mendampingi Instruktur Provinsi (IP). Waow, sekaligus deg-degan karena ini pengalaman pertama tampil ditingkat provinsi. Setelah menyelesaikan tugas tersebut selang kurang dari seminggu saya mendapatkan panggilan dari Disdikpora kabupaten Jepara untuk mempersiapkan diri mengikuti Diklat IN Guru Pembelajar pada tanggal 20 s.d 30 Juni di Hotel Swiss Bell In Surabaya. Belum usai Diklat saya mendapatkan telepon dari Disdikpora dan diminta mewakili Jepara untuk mengikuti seleksi OGN Tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 25 s.d 27 Juli 2016 di Hotel New Neo Semarang. Penunjukan ini didasarkan perolehan UKG Tertinggi. Serasa tidak percaya juga mendengarnya.

Pada sekitar bulan Mei saya mengirimkan karya inovasi pembelajaran dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran CIPIKA Pada Materi Listrik Statis Siswa SMP Terbuka 1 Bangsri” ke panitia dan pada 24 Agustus 2016 mendapatkan surat dari Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah, perihal Undangan Peserta Lomba Inovasi Pembelajaran Guru Pamong /Guru Bina SMP Terbuka sebagai Finalis yang dilombakan pada tanggal 30 Agustus s.d 2 September 2016 di Hotel Soll Marina BSD Tangerang Selatan.

Di bulan Oktober sekitar jam 10.30 WIB, ketika itu saya sedang menjadi pengawas Ulangan Tengah Semester 2 dikejutkan dengan suara HP dari nomor yang tak dikenal. Setelah saya angkat ternyata dari Pak Edy, Pegawai Disdikprov Jawa Tengah, untuk diberi ucapan selamat karena menjadi salah satu wakil dari Jawa Tengah dalam ajang Final Lomba OGN tingkat Nasional yang hanya diikuti oleh 34 peserta dari masing-masing cabang se-Indonesia, yang kemudian dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober s.d 4 Nopember 2016 di Hotel Grand Whiz Kelapa Gading Jakarta Utara. Kaget, haru, senang dan rasa tak percaya bercampur jadi satu.

Bila mengingat perjalanan pendidikan dan perjuangan saya menjadi Pegawai Negeri Sipil yang banyak mengalami kegagalan, kejadian yang saya ceritakan di atas ini sulit dipercaya. Baiklah, saya akan ceritakan secara singkat bagaimana perjalanan pendidikan saya mulai dari Sekolah Dasar hingga Pergutuan Tinggi khususnya prestasi mata pelajaran Matematika dan IPA, Fisika dan Biologi.

Sejak pendidikan dasar saya selalu sekolah di swasta, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Ujian Nasional (dulu EBTANAS) disetiap jenjang sekolah berakhir dengan tragis. Ketika di MI, 4,00 adalah nilai matematika saya, 6,70 adalah nilai IPA (lumayan). Ketika di MTs cuma dapat 3,35 dan 4,44 untuk Matematika dan IPA. Hmmm sungguh memalukan. Saat di MA hanya dapat 4,90; 4,75; 4,93; 4,89 untuk mata pelajaran matematika, fisika, biologi dan kimia. Sangat tidak masuk akal jika saya menjadi Finalis OGN.

Menjelang masuk ke Perguruan Tinggi, saat itu kondisi keuangan keluarga saya sangat pas-pasan. Saya terdiri dari tiga bersaudara, kakak saya belum menyelesaikan kuliahnya sedangkan adik saya masih di pondok pesantren. Kebayang kan berapa pengeluaran tiap bulannya yang harus ditanggung bapak saya? Beliau seorang PNS guru Madrasah, saat itu tahun 1998. Sehingga beliau berpesan, agar dapat kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Sehingga saya merasa tertantang untuk bersaing dengan calon mahasiswa lain yang hebat-hebat. Saya bekerja keras untuk mampu bersaing terutama mata pelajaran bahasa inggris, matematika, fisika dan kimia. Mengingat saya berasal dari pondok pesantren yang agak ‘alergi’ dengan mata pelajaran tersebut terutama bahasa inggris. Setelah mengikuti UMPTN di UNS Solo, akhirnya saya diterima di IKIP Yogyakarta sekarang UNY di jurusan Fisika. Hehe... ini namanya nekat karena memilih jurusan harus pasang strategi kan?

Ketika diawal-awal masa kuliah, tahun pertama kuliah saya amburadul dan hanya memperoleh IP 2,60 karena basic fisika dan matematika saya sangat lemah. Tapi akhirnya setelah kerja keras saya mampu menyelesaikan kuliah dalam waktu 4 tahun 5 bulan dengan IPK yang lumayan yaitu 3,10. Ceritaku belum berakhir disini, setelah tahun 2003 saya menyelesaikan kuliah saya kemudian baru di tahun 2010 dapat lolos seleksi PNS sebagai Guru Fisika SMP setelah mengalami lebih dari lima kali kegagalan dan ditempatkan di SMP Negeri 2 Karimunjawa, pulau parang dan harus meninggalkan anak dan istri.

Meski kisahku tidak sehebat Mashatoshi Koshiba peraih Nobel Fisika tahun 2002 dan Gelar Profesor fisika padahal ketika di SMA memiliki nilai Fisika sangat rendah dan menjadi cemoohan teman bahkan gurunya, juga tidak setenar Thomas Alfa Edison dan Albert Einstein yang sering membuat guru-gurunya kerepotan dengan pertanyaan-pertanyaan aneh sehingga dicap sebagai anak yang ‘bodoh’. Tapi sepertinya saya sedang mendukung pembuktian mereka bahwa kecerdasan seseorang itu dinamis.

Munif Chatib dan Alamsyah Said dalam bukunya Sekolah Anak-Anak Juara mengatakan ‘Kecerdasan ditentukan oleh gaya belajar, lingkungan, sikap dan perilaku, kreativitas dan kondisi terdesak’. Ketika Koshiba merasa terhina atas cemoohan guru dan temannya karena tidak mampu memahami fisika, hinaan tersebut membuat Koshiba berada pada kondisi kritis. Kondisi ini memaksa Koshiba untuk keluar dari kondisi kritis dengan cara memacu diri untuk membuktikan bahwa ia mampu memahami fisika. Dalam teori mestakung, ketika seseorang berada pada kondisi kritis maka sel-sel ototnya akan mengumpulkan energi secara bersama dan akan ‘diledakkan’ disaat yang tepat untuk keluar dari kondisi kritis tersebut. Ibarat seseorang sedang dikejar anjing kemudian dalam kondisi terjebak maka ia mampu melompat dengan ketinggian yang menakjubkan.

Dari perjalanan yang saya ceritakan, saya mencoba meciptakan kondisi kritis dalam diri saya. Selanjutnya setiap kondisi kritis yang tercipta akan memacu saya untuk menjadi seorang pembelajar. Setelah saya mutasi dari SMP Negeri 2 Karimunjawa ke SMP Negeri 1 Bangsri pada tahun 2012, tantangan berikutnya adalah ketika dipercaya untuk menjadi pembina OSN Fisika di SMP Negeri 1 Bangsri. Di tahun pertama saya gagal membawa siswa masuk tiga besar. Saya merasa ‘malu’ dan tertantang, kondisi kritis tercipta. Untuk menutupi rasa malu itu saya berusaha lebih keras, dan akhirnya ditahun ke-2 berhasil menempatkan siswaku diperingkat 1 dan 3 OSN Fisika Tingkat Kabupaten Jepara tahun 2014 dan berhak mengikuti seleksi di tingkat Provinsi. Tetapi sayangnya harus berhenti ditahap ini. Mulai tahun 2015 format OSN berubah menjadi OSN IPA, tidak lagi OSN Fisika dan OSN Biologi. Sehingga saya mengalami kesulitan dan butuh waktu penyesuaian. Al hasil 2015 dan 2016 gagal di tingkat kabupaten dan hanya menduduki 10 besar. Lagi-lagi kondisi kritis tercipta. Belajar lagi adalah langkah yang kutempuh untuk keluar dari kondisi kritis ini. Dan akhirnya menggeluti soal-soal OSN IPA membuat saya mampu menembus sebagai finalis OGN. Setelah dua tahun ‘puasa’, akhirnya pada tahun 2017 saya berhasil mengirimkan wakil OSN IPA ke tingkat Provinsi dengan status peringkat 2. Status Finalis OGN 2016 ternyata berdampak pada prestasi siswa.

Berbekal belajar dari pengalaman dan bergaul dengan orang-orang hebat membuat saya semakin bersemangat dan berusaha memecahkan ‘mitos’ bahwa SMP Negeri 1 Bangsri selalu mengalami kegagalan dan hanya mentok di tingkat Provinsi, kondisi kritis tercipta. Secara mengejutkan Marisa Fatwa, siswa dari pelosok desa Dermolo kecamatan kembang kabupaten Jepara berhasil mengukir sejarah menjadi Siswa SMP Negeri 1 Bangsri yang mampu menembus OSN Tingkat Nasional tahun 2017 yang dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 8 Juli 2017 di Pekan Baru, Riau, dengan status passing grade. Ini terasa sangat special karena merupakan penantian panjang sejak tahun 1978 di SMP Negeri 1 Bangsri.

Meski di ajang OGN tahun 2016 saya hanya berstatus sebagai peringkat ‘empat bersama’, tetapi banyak hikmah yang dapat dipetik. Ya setidaknya saya termasuk 10 peserta yang diundang dalam Simposium Nasional dalam rangka Peringatan Hari Guru Nasional di Sentul International Convention Center Bogor dan berkesempatan bertatap muka dengan Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Pendidikan Prof. Muhadjir Effendy.

Hal penting yang saya yakini adalah “Tuhan tidak mungkin menciptakan produk gagal”. Semua orang memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi ‘juara’. Semua tergantung kepada pribadi masing-masing untuk menemukan kemudian mengembangkan potensi yang telah diberikan Tuhan. Kondisi kritis merupakan salah satu cara untuk membangkitkan potensi terpendam dalam diri. Ketika kondisi kritis tercipta maka potensi kecerdasan akan terus berkembang sebesar usaha yang dilakukan. Di atas segalanya tentu masih ada Tuhan. Harus di yakini bahwa penentu hasil adalah keberuntungan dari Tuhan tetapi melakukan usaha maksimal akan semakin mendekatkan kepada keberuntungan.

Ketika siswa butuh figur, maka guru harus menjadi sosok yang pantas untuk di idolakan. Ketika siswa butuh inspirasi, maka guru harus menjadi seorang yang mampu menginspirasi. Ketika siswa butuh motivasi, maka guru harus menunjukkan daya juangnya. Inilah yang saya gunakan untuk menciptakan kondisi kritis dalam diri saya. Karena dengan menciptakan kondisi kritis dalam diri kemudian berjuang untuk keluar dari kondisi kritis tersebut akan memacu dan memproduksi energi untuk mengembangkan kecerdasan. Berusaha menjadi figur yang mengesankan dihadapan siswa adalah penantian akan hadirnya special moment.

Special Moment:

Daftar Pustaka

Munif Chatib dan Alamsyah Said, 2012, Sekolah Anak-anak Juara, Penerbit : Kaifa PT Mizan Pusta; Bandung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selamat Pak Yaroh. Sukses selalu. Terus menulis dan menulis.

05 Jun
Balas

Terima kasih pak Yudha atas apresiasinya dan Ibu Ermawati, dengan pemahaman ini serta teori kecerdasan majemuk kita jadi tidak mudah memvonis 'bodoh' pada siswa.

05 Jun
Balas

Trimakasih bu tri, berkat bu tri, bu rahmah, pak feri dll. kondisi kritis tercipta. memacuku untuk berkarya. sy ingat slogan saat HGN "guru mulia krn karya". anganku adalah one day one page. smg konsisten.

05 Jun
Balas

Luar biasa pengalamannya pak Yaroh. Saya terkesima.

05 Jun
Balas

Betul. Saya suka ttg ideu kecerdasan itu dinamis. Jadi manusia ditantang terus berusaha lebih baik

05 Jun
Balas

Semangat dan sukses untuk P. Yaroh, semoga siswa yang dibimbing menjadi juara OSN. Saya bangga Jepara punya guru sehebat P. Yaroh.

06 Jun
Balas

Semangat dan sukses untuk P. Yaroh, semoga siswa yang dibimbing menjadi juara OSN. Saya bangga Jepara punya guru sehebat P. Yaroh.

06 Jun
Balas

amiiinnnn

13 Jun



search

New Post