Yayah Robiatul Adawiyah

Hj Yayah Robiatul Adawiyah,M.Pd ( YARA 21275) "Jadilah diri sendiri", tetap harus semangat dan optimis dalam menjalankan hidup Mengajar di MTs Nurul Hidayah Y...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Nyata Social Distancing

Kisah Nyata Social Distancing

#Tantangan Menulis Gurusiana Hari Ke-24

Pemerintah menyarankan masyarakat melakukan social distancing atau jaga jarak selama penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia.

Pikiran atau rasional tetap berada di atas tingkat kecemasan. Namun secara kenyataan di lapangan, masih banyak terlihat ketidak khawatirannya mereka terhadap virus corona ini. Terkesan begitu pasrah. Tidak menjaga jarak, tidak memakai masker, apalagi untuk selalu mencuci tangannya.

Mari sejenak aku ajak jalan-jalan kedunia nyata, yang aku alami dihari sabtu pagi ini. Setelah sholat subuh, aku pergi ke Pasar Pondok Labu. Sengaja aku pergi kesana, untuk memantau situasi social distancing. Apakah kondisi pasar sudah sepi, apakah para pembeli sedikit yang berbelanja di pasar?,karena mereka stay dirumah masing-masing?. Ternyata yang aku lihat masih seperti biasanya, terkesan tidak terlihat ada kecemasan atau ketakutan. Yang menjadi perbedaan hanya kebanyakan orang-orang disana menggunakan masker. Dan mereka pun tidak menjaga jarak 1 meter saat berbelanja.

Ada dua tempat langganan aku belanja, dan semua aku tanyakan terkait masalah yang sedang dalam kondisi siaga ini.

Penjual 1 ( tukang ayam potong )

Aku : Bude, masih sehat dan amankah ?

Penjual 1 : oya ya, sehat bu, dan masih aman-aman “aja”.

Aku : Koq engga pake masker toh bude? Padahal antispasi lho….

Penjual : “wis embuh”, aku engga betah bu, mulutku ditutup, sumpek.

Aku :Apa saran bude, kalau seandainya pasar ditutup?

Penjual : Yo wis, istirahat di rumah, lawong sekarang aja banyak pelanggan yang libur “koq”, cateringnya diliburin.

Aku : ya sudah, sehat dan tetap semangat ya bude…

Penjual ke 2 ( tukang sayur )

Aku : Kumaha aa, damang?

Penjual : Alhamdulillah pengestuna.

Aku : “koq” engga pakai masker sih a, engga hawatir tah?

Penjual : biasa aja neng, kalau memang taqdirnya sehat mah ya sudah engga usah mikir mati. Semua sudah ada catatannya.

Aku : waduh, tong kitu atuh (jangan begitu dong), harus ikhtiar/usaha dulu aa, yang sehat aja bisa kena virus corona itu, apalagi yang sakit.

Penjual : iya juga seh, tapi kita sebagai pedagang sudah antispasi neng, selalu minum empon-empon, setiap hari buat minuman sehat itu sepanci besar nih. Pagi, siang dan sore, saya dan keluarga minum itu. Makanya saya julukin “Jamu Corona”.

Melihat percakapan aku dengan para penjual tadi, ternyata mereka masih dengan santainya menghadapi kasus virus corona ini. Sepertinya pemerintah harus lebih tegas lagi,bisa kompak untuk menghimbau karantina bagi wilayah-wilayah tertentu.

Konsekwensinya pasti akan banyak. Akan tetapi karantina juga bisa menekan semakin banyaknya korban yang berjatuham. Bayangkan saja, setiap harinya menambah hampir 200 orang yang terkena virus mematikan itu. Akankah menambah korban-korban berikutnya? Akankah selalu memperpanjang masa karantina dengan belajar dan bekerja di rumah. Sampai kapan?

Kalau bukan dari sekarang mau kapan lagi? Jangan sampai korban akan terus bertambah, dengan adanya orang-orang yang tidak mempedulikan masalah besar dinegara kita ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ya bun, semoga saja masyarakat pada sadar pentingnya menjaga kesehatan diri masing-masing

29 Mar
Balas



search

New Post