yazid adiwiryo

Navigasi Web
Mempertanyakan Pengambilan Keputusan Elit

Mempertanyakan Pengambilan Keputusan Elit

Elit bisa jadi dimaknai dengan sekelompok orang yang memiliki peran penting dalam melahirkan keputusan public. Berbicara di Indonesia tentu ini adalah mereka yang duduk pada lembaga eksekutif, legislatif, dan Yudikatif (meminjam pernyataan John Locke dalam Trias Politica) yang saat ini dianut oleh Indonesia.

Menyimak pernyataan DR.Zaenuddin Maliki terkait pengambilan keputusan elit, masih berorientasi pada pasar dan cendrung pragmatis, belum berbasis ilmu pengetahuan " riset".

Hal ini tentu tidak bisa disalahkan, karena elit kita hari ini adalah elit yang dihasilkan dari proses pemilu yang bersifat "demokrasi prosedural" dan bukan demokrasi subtansial. Sehingga pemimpin yang lahir bukanlah pemimpin yang diinginkan, kebijakan pemimpin bukan juga kebijakan yang di inginkan oleh public.

Contoh, bagaimana pemimpin menghadapi situasi genting wabah Covid 19. Tampak betul kebijakan kebijakan masih belum berbasis riset. Ini dapat dilihat dari penyaluran anggaran sebagai hasil dari rasionalisasi anggaran, lebih diarahkan pada faktor lain, bukan pada kesehatan (BLP: 110 T, relaksasi pajak:70 T, pemulihan ekonomi: 150 T, dan kesehatan: 75 T).

Melihat ini semua kedepan, tentu dibutuhkan elit yang mampu mengikuti perkembangan kemajuan. Ia haruslah memiliki kemampuan adaptif, sehingga mampu membangun relasi/jaringan. Saatnya untuk meninggalkan konsep lama "persaingan". Maka tak jarang para pesaing politik atau apa saja harus hengkan dari gerbong lokomotifnya.

Pada clossing acara, beliau menyebut tiga kualitas yang harus dimiliki dan diasah oleh elit, yaitu amal, ilmu, iman. Amal sebagai aktualisasi kebijakan public haruslah didasarkan ilmu "riset" dan dijalankan dengan iman (nilai-nilai), mengetahui "Sangkan paraning dumadi".

Pembicara berikutnya prof. Al Makin menyebut keputusan elit masih sangat didominasi oleh ekonomi, politik, sementara yang berbasis ilmu masih sedikit sekali kisaran 3%. Bahkan di wilayah tertentu agama yang seharusnya sebagai sumber ilmu pengetahuan, dalam prakteknya lebih banyak menjadi "justifikasi" kepentingan. Semisal kapitalisme di Indonesia, Islam memiliki andil yang cukup besar.

Beliau menambahkan, ilmu pengetahuan yang berkembang baru pada wilayah teknologi, sehingga bersifat pragmatis. Ini bisa dilihat TV yang ada lebih menampilkan senetron, pengajian, dari pada hasil riset.

Bahkan ia menyebut secara implisit bahwa apa yang terlihat elit hari ini sesungguhnya tak jauh dari apa yang ada di masyarakat. Karena elit "termasuk juga da'i" adalah produk yang dihasilkan dari masyarakat. Maka yang muncul adalah pemimpin kita lebih mengikuti masa dari pada memimpin masa. Maka dai yang laju jual, politikus yang laku jual adalah yang mengikuti selera masyarakatnya, bukan berbasis intlektual "keilmuan".

Sementara DR. Raditya, mengangkat tentang "Candu Intlectual dan Predator pendidikan". Ia melihat bahwa pendidikan kita masih sekedar mencetak Wolker/pekerja, belum mencetak Intlectual, demikian halya perguruan tinggi.

Ia menyebut budaya predator masih cukup mewarnai "dan sengaja dipertahankan" untuk melanggengkan kekuasaan. Victimisasi lelembut "berkutat pada administrasi, jika perlu cctv untuk pengintip".

Selain itu juga pendidikan masih bersifat politik oposisional. Juga mobilisasi disipliner.

Pendidikan harus nya bersifat bebas, sehingga menghasilkan intlektual. Bukan dengan segudang aturan yang mengungkung layaknya kuli bangunan begitu kalau boleh saya istilahkan.

Maka kedepan tentu harus menjadi pemikiran, jika perlu dilakukan riset, agar lahir elit-elit yang berkualitas, memiliki kapabilitas, dan bukan sekedar dipilih berdasarkan "isi tas" meminjam kata prof Zaenudin Maliki.

*)Catatan seminar "peran ilmu pengetahuan dalam pengambilan keputusan elit, Fakultas Sosiologi UNESA, 22 Juni 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post