Yesi Arisanti

Guru di Yayasan Igasar Semen Padang, Kota Padang, Sumatra Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Wasiat Kerinduan

Wasiat Kerinduan

Oleh: Yesi Arisanti

Bagaimana bisa kuhapus kenangan itu. Di setiap helaan napas, di tiap itu pula ia menjalar. Membunuh beku dalam ingatanku. Ingin kutepis. Lagi-lagi aku kalah, bahkan pikiranku meronta. Hatiku berada di persimpangan.

Aku sangat mencintai Reyhan. Dia yang selalu mengajarkanku untuk selalu mengadu kepada Allah. Jangan mengadu kepada manusia, tapi mengadulah kepada Allah. Semua akan Allah jawab. Akhlak dan kesalehannya yang selalu menuntunku untuk lebih dekat kepada-Nya, membuat aku semakin menyayanginya.

Tak pernah terbayangkan olehku akan menikah dengan seorang duda. Apalagi duda itu adalah kakak iparku sendiri. Ya, Rafa adalah suami dari almarhumah kakakku yang meninggal satu tahun yang lalu.

Kakakku, Arini, meninggalkan dua anak yang masih kecil-kecil. Alya duduk di bangku sekolah dasar, sedangkan Keysa berumur tiga tahun. Kedua anaknya perempuan. Mereka bahagia mendengar aku akan menikah dengan ayahnya.

Sudah kutolak permintaan ibu untuk menikah dengan Rafa. Mana bisa aku menikah dengannya. Aku sudah menjalin kasih dengan Reyhan. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk kami menapaki hubungan ini. Apalagi tahun depan dia akan melamarku menjadi istrinya. Aku resah. Apa yang akan kukatakan kepadanya tentang keadaan ini.

Masih terbayang ucapan ibu beberapa waktu yang lalu.

“Ibu tidak memaksamu. Coba saja kamu pikirkan, untuk mencari perempuan lain bukan hal yang sulit bagi Rafa. Dia punya segalanya, jabatan, wajah yang rupawan, dan harta,” ucap ibu kepadaku, “tapi, anak-anak Arini sangat dekat denganmu. Bahkan mereka mengatakan, tidak mau ibu yang lain. Mereka mau kamu yang menjadi ibunya. Coba renungkan kembali, jika kamu benar-benar menyayangi almarhumah kakakmu dan anak-anaknya.”

Aku hanya diam dalam tangis. Tak bisa menjawab perkataan ibu. Terbayang Alya dan Keysa yang tak pernah lepas dariku sejak ibu mereka tiada. Semua kebutuhan mereka harus aku yang menyiapkan. Tidur pun mereka bersamaku. Keadaan ini membuatku berada di persimpangan.

***

Rintik rahmat Yang Mahakuasa tak hentinya hadir dari tadi malam. Bulirnya masih bertengger di dedaunan belakang rumah. Seakan ikut merasakan lukaku. Lima tahun kujaga hati ini dari segala kerikil yang menghalangi. Mengapa cinta tak berpihak kepadaku.

Ah, aku tak sanggup mengenang perpisahan ini. Meregang tali cinta yang sedang hangat-hangatnya. Terputus oleh keadaan yang meminta kami saling memahami. Aku mencoba tegar. Kuharap Reyhan juga menerima keputusanku.

Siang ini aku janji bertemu dengan Reyhan. Perasaanku tidak enak, tapi aku akan menjelaskan kepadanya. Semoga dia mau menerima. Keputusan ini kuambil karena sudah mengadu kepada-Nya. Inilah pilihanku. Aku menerima pinangan Rafa demi Alya dan Keysa. Aku sangat menyayangi mereka.

“Kamu hebat ya, aku pergi untuk masa depan kita, tapi ini balasanmu. Dengan mudahnya menerima pinangan orang lain dengan alasan yang tidak bisa kuterima,” tegas Reyhan dengan wajah memerah menahan marah, “jika itu keputusanmu, kuterima. Satu hal yang perlu kamu ketahui, aku sangat mencintaimu.”

Ya, Allah, aku menangis mendengar perkataan Reyhan. Dia pergi tanpa menoleh kepadaku. Aku merasakan pedih, sama seperti yang dirasakannya.

***

Hari ini aku resmi menjadi Nyonya Rafa, lelaki yang sebelumnya menjadi iparku. Alya dan Keysa sangat bahagia. Mereka mengatakan kepada semua orang bahwa sudah mempunyai ibu yang menyayanginya. Aku hanya tersenyum. Ya, inilah alasanku menikah dengan ayah mereka. Aku sangat mencintai Alya dan Keysa. Kukorbankan perasaanku kepada Reyhan, laki-laki yang sangat kucintai.

Hari-hari kujalani sebagai istri dan ibu dari Alya dan Keysa. Kuterima takdir yang sudah digariskan. Kesibukan mengurus keluarga kecilku, membuat hatiku sedikit melupakan Reyhan.

Di saat hatiku sudah mulai tenang, tiba-tiba Allah mengujiku lagi. Pagi ini di tengah derasnya air hujan, suamiku merasakan sesak napas. Tidak tahan melihatnya, kubawa dia ke rumah sakit. Selama di perjalanan, air mata tak henti-hentinya mengalir.

“Jika terjadi sesuatu denganku, tolong jaga Alya dan Keysa. Aku tahu kamu menyayanginya. Aku minta maaf telah mengganggu hubunganmu dengan Reyhan. Dia sangat mencintaimu,” ucap Rafa dengan lirih, “aku tak kuasa menolak permintaan anak-anak. Mereka hanya mau kamu menjadi ibunya."

Belum sampai di rumah sakit, napas Rafa semakin sesak. Doa tak putus-putusnya kulafazkan kepada Sang Pencipta. Berharap untuk kesembuhannya. Tapi, Allah lebih menyayanginya. Rafa pergi untuk selamanya. Dia meninggalkan aku bersama anak-anak.

Padang, 29 Mei 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post