Yessy Eria, S.Pd

Guru SMAS Muhammadiyah 2 Medan. Belajar adalah sebuah keharusan dan belajar adalah ibadah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
ZAHRA

ZAHRA

#Tagur hari ke 110

Bagian 43

“Kenapa nasib mamak Indah jelek sekali. Setiap dapat anak satu, ditinggal pergi sama suami. Habis itu tak bertanggunjawab. Jarang adik Indah ditengok. Entah sekarang mereka ingat wajah Bapaknya entah enggak”

“Kok bicaranya seperti itu?”

“Iya Bu. Indah heran dan tak habis pikir dengan suami-suami mamak. Indah ajaaa... sampai hari ini tidak pernah bertemu dengan ayah Indah. Lalu adik Indah yang nomor dua Indah rasa ia sepertinya sudah mulai lupa dengan wajah ayahnya. Mamak ditinggal begitu saja waktu adik Indah umur tiga tahun. Kemudian mamak menikah lagi, dan lahirlah adik Indah yang nomor tiga kemudian laki-laki itu pergi lagi. Terus Indah bilang ke mamak untuk tidak usah menikah lagi. Indahnya yang trauma liat seperti itu Buk. Maka untuk mengurangi beban mamak Indah tinggal sama oma. Bukannya Indah tidak mau, tapi Indah merasa kasihan sama mamak.”

Selama dua kali berturut-turut aku menjadi walikelasnya Indah di kelas X dan XI, belum pernah ia bercerita sedetail ini padaku. Yang nampak olehku di permukaan adalah ia anak yang pintar, ceria dan disiplin dengan tugas-tugas yang diberikan. Ia selalu terdepan dalam menyelesaikan setiap tugas dan ujian yang diberikan ke padanya. Maka tidak heran bila juara kelas selalu jadi langganannya. Diam-diam hatiku mengangguminya. Indah namanya namun tidak cerita hidupnya.

Setiap pengambilan raporpun oma Indahlah yang mengambilnya. Ketika aku tanya mengapa yang mengambil rapornya bukan mamak Indah, Omanya menjelaskan padaku juga dihadapan Indah bahwa cucunya juga sekolah di Muhammadiyah, tetapi SMP jadi biar bisa sekalian. Lagi pula aku melihat nomor dan alamat orang tua yang bisa dihubungin oleh pihak sekolah bila ada sesuatu hal adalah nomor omanya Indah. Awalnya aku berfikir omanya Indah adalah neneknya. Mereka terlihat mirip.

Kutatap Zahra dengan sorot mata tajam. Berharap ia bisa belajar dari temanya Indah. Syafa tertunduk dan melihat Indah dengan mata yang berkaca-kaca.

“Sedihkan nasibku, tidak sama dengan kelen?” mereka berpelukan, kemudian disusul dengan aku.

“Tangan ibu tidak sampai untuk kita saling berangkulan. Mari merapat lagi!” ujarku dengan lara di hati. Aku tak sanggup berkata agak sepatahpun. Hanya air mataku yang mengalir. “Adakah cerita lain yang tak kutahui dari tunas-tunas bangsa ini?” Ku tatap langit-langit mushallah dan kulangitkan doa-doa untuk siswa-siswaku. “Jaga mereka dan kuatkan iman mereka dalam mengarungi cita-citanya ya Allah!”

Zahra kulihat terpaku. Matanya tak berkedip sedikitpun melihat ke arah temannya. “Kupikir kau tak ada masalah!”

“Apaan kau Zahra. Kau jauh beruntung. Meskipun kau tak melihat mamak kandungmu. Tapi kau punya orang-orang yang sayang dan peduli padamu!” Indah menepuk pundak Zahra.

“Iya sich. Tapi jangan kau sebut mama kandungku. Aku benci perempuan itu!”

“Kau tak pernah bertemu dia?”

“Andaikan dia ada aku tak sudi melihatnya”

“Jadi kau tak pengen tahu dengan mamakmu!”

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang asiik..ditunggu kelanjutannya bun

14 Aug
Balas



search

New Post