Yudi Karsono

Menjadi guru sejak tahun 1991, 15 tahun kemudian, tepatnya tahun 2006 diangkat sbg Kepala Sekolah. sekarang bekerja sbg Pengawas Sekolah di Koorwilcam Di...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ia yang Sedang Menanti

Guru memiliki tugas berat. Sebelum berada di kelas ia membuat perencanaan pembelajaran. Kemudian membaca persiapan tersebut dan melengkapinya dengan berbagai alat peraga. Saat mengajar ia dituntut berbicara jelas, runtut, dan mudah dimengerti oleh peserta didik. Ia berhadapan, berinteraksi dengan benda hidup yang disebut siswa. Keberadaan siswa tentu ada yang menyenangkan, menjengkelkan, dan menggemaskan. Mereka dititipkan orangtua kepada guru untuk dididik, dibimbing, diajari tentang berbagai hal. Guru mendapat amanah untuk menransfer ilmu dan nilai-nilai. Ia harus memiliki bekal tentang banyak hal, dan menjadi teladan murid-muridnya. Guru masih sesuai disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Rambut guru mudah rontok karena berpikir. Rambut guru lekas memutih karena harus segera meninggalkan dunia hitam. Kembali ke jalan yang benar. Ia manusia pilihan. Guru pantas meraih gelar pendekar berambut perak. Ia bersenjatakan ilmu dan pena untuk melawan kebodohan sebuah bangsa. Orang memahami bahwa rambut merupakan mahkota bagi siapa saja. Orang kadang melihat sosok guru dengan melihat kepalanya. Kalau botak berarti pinter. Meski bukan guru besar, yang botak sering dipanggil profesor. Kepala seorang guru selalu aktif dengan berbagai ide, gagasan dan inovasi pembelajaran. Ini memerlukan energi berpikir. Kerja otak memang secara pandangan mata lahiriah tidak kelihatan. Ia seperti mesin saat berputar dan beraksi melepas energi panas. Guru memiliki kening yang mengkilap tanda otaknya hidup. Guru seperti tampak lebih tua dari umurnya, satu hal yang wajar. Aktifitas guru akhir-akhir ini sangat sibuk. Hal yang danggap lazim pada kehidupan guru. Aktifitas duduk menjadi keniscayaan. Hari ini guru dimanjakan dengan tempat duduk yang empuk. Guru pekerja keras, tetapi keringat tidak mengucur. Berbeda dengan petani saat mencangkul. Petani bekerja membanting tulang bercucuran keringat. Ia disengat panasnya mentari. Kerja jantung lebih cepat dan keringat tuntas terbuang. Pembuluh-pembuluh darah mengembang, menjadi longgar. Aliran darah menjadi lancar. Darah yang mengandung oksigen menembus ke seluruh bagian tubuh. Saat duduk tentu gerak anggota tubuh berkurang. Itu awal dari sebuah cerita memilukan. Guru terserang stroke sudah tidak mengagetkan. Seperti yang dialami oleh Pak Guru Suparjo. Usianya masih kepala empat. Tidak terlalu muda memang, tetapi tidak pas pula disebut uzur. Itu usia produktif. Saat semangat masih menyala. Pak Guru Suparjo ini terserang stroke beberapa hari yang lalu. Pulang dari kantor tubuh terasa lemas tak berdaya. Dia ambruk di kamar mandi. Lalu di bawa ke rumah sakit. Opname seminggu. Pulang ke rumah sudah tidak bisa menggerakan kaki dan tangan kirinya. Terpaksa berjalan dengan kruk. Terseok-seok. Lidahnya ikut-ikutan pelo. Bicaranya kurang jelas. Berikutnya, Pak Guru Alex. Usianya sudah kepala lima, belum terlalu tua karena ia belum pensiun. Ia suka olahraga. Setiap pagi hobi sepedaan. Renang juga. Hidupnya sudah memenuhi standar. Pola hidup sehat oke. Secara lahiriah begitu. Tetapi ia tidak luput dari serangan stroke. Tiba-tiba tubuhnya lemas. Handphone di tangannya lepas. Matanya memutih kehilangan darah. Ia dilarikan ke rumah sakit. Masuk ke ruang gawat darurat. Dokter mendiagnosa, kena stroke. Segera disuntik obat pencair darah. Dokter melaksanakan prosedur operasi standar dalam penanganan stroke. Pak Guru Alex dirujuk ke rumah sakit terbaik. Opname hampir dua minggu. Pulan ke rumah kaki kirinya tidak dapat digerakkan. Tangannya diam saja. Kakinya juga. Beruntung, tangan dan kaki bagian kanannya masih berfungsi dengan baik. Orang kampung mengatakan, itu lumpuh setengah. Tanda tangan masih dapat ia lakukan. Tanda tangan setiap dokumen harus disodorkan kepadanya. Ia tidak dapat mengambil sendiri. Selanjutnya, Ibu Guru Juminten. Guru nan lincah dan energik dalam mengajar di kelas. Tidak terlalu tua, juga tidak terlalu muda. Pulang dari aktifitas di sekolah ia ambruk tak berdaya. Dilarikan ke rumah sakit. Dokter mendiagnosa, ini serangan stroke ringan. Opname hampir dua minggu. Pulang ke rumah kaki dan tangan kanan sulit digerakkan. Sekarang memakai kursi roda. Yang ini bicaranya juga cadel. Gangguan pada fungsi organ mulut. Suara keluar dari kerongkongan terdengar tidak seperti biasanya. Tangan kanan sudah kurang berfungsi. Tanda tangan sudah tidak lancar. Ada hasil tetapi tidak sesuai keinginan. Akhrnya ijazah anak-anak tertunda penyelesainnya. Ijazah anak-anak tidak dapat dibagikan sampai batas akhir. Apa boleh buat anak-anak menunggu tanpa batas waktu. Kepala sekolahnya sakit belum dapat tanda tangan. Dokumen lainnya antre menunggu yang bersangkutan tanda tangan. Lalu sampai kapan? Dokter ahlinya pun tidak dapat menjawab. Kemudian Pak Tukino. Seorang kepala sekolah muda. Masih usia kepala empat. Tidak gemuk, tidak kurus. Sudah berhenti merokok. Kehidupan rumah tangganya aman-aman saja. Ekonomi tidak kurang. Tunjangan guru lancar mengalir ke rekeningnya setiap tiga bulan. Secara materi hidupnya tercukupi. Isterinya bekerja sebagai PNS di sebuah instansi pemerintah daerah. Seperti tidak ada yang kurang di rumahnya. Saat aktifitas di sekolah kepalanya terasa pusing dan tidak enak badan. Teman guru di dekatnya segera menghubungi keluarga. Ia segera dibawa ke rumah sakit. Dokter mengharuskan opname. Beberapa jam kemudian Pak Tukino muntah-muntah. Tekanan darahnya atas hampir 300, bawah 180. Hasil cek ternyata terserang stroke juga. Pembuluh darahnya ada yang pecah. Jam sebelas malam ia berpulang ke hariaban-Nya. Lalu Pak Karyono, tengah malam setengah dua belas, dadanya terasa sakit. Guru ganteng ini memanggil isterinya. “Bu, dadaku sakit. Tolong bedaki dengan minyak kayu putih!” pinta suaminya. “Ya, pak!” jawab isterinya. Hangat minyak kayu putih tidak menolong apa-apa. Jam tiga pagi ia pamit untuk selama-lamanya. Pagi-pagi geger. Sontak pecah tangis di pagi buta. “Kemarin saja ia ngobrol bareng di tempat ronda,” ujar tetangganya. Setelah beberapa saat terjadi kegaduhan akhirnya keluarga menyadari. Tuhan telah menuliskan segala takdir. Apa yang dialaminya sudah tertulis di Lauhul Mahfud. Pasrah menjadi kata yang terbaik. Manusia bukan mesin, jawabannya, ya, benar. Tapi aktifitas organ tubuh manusia ibarat mesin yang menderu. Aktifitas itu tak tampak mata tapi dapat dirasakan. Seperti sebuah lomba lari, semuanya harus diawali dari pemanasan. Guru mengajar juga memperhatikan pemanasan. Kerja otak yang aktif dan semakin berat menuntut aliran darah harus lancar. Darah mengalir melalui saluran-saluran pembuluh darah yang juga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Guru lelah mengajar, perutnya lapar. Saat berangkat sekolah belum sempat menyiapkan bekal untuk makan siang. Yah, ikut-ikutan makan di kantin. Makan sekenanya, itulah yang terjadi. Sebagian besar guru memiliki kesamaan dalam soal makan siang. Terkecuali sekolah-sekolah yang menyediakan makan siang. Makanan yang masuk ke perut para guru kadang tidak dilihat kadar kolesterolnya, kadar lemak jahatnya. Makanan yang masuk ke perut tidak selamanya makanan sehat. Usia guru yang masih muda tubuhnya sudah menyimpan lemak jahat. Tak disadari sama sekali. Orang baru mengetahui setelah terjadi serangan stroke yang menakutkan itu. Serangan stroke menyisakan bermacam-macam penderitaan. Ada yang tidak bisa jalan, pincang, cadel, mati separo, dan tergeletak tidak berdaya. Terapi stroke memerlukan waktu. Tugas mengajar harus datang setiap hari. Ini mengganggu aktifitas pembelajaran, pihak siswa tentu saja dirugikan. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan? Serangan stroke telah melumpuhkan banyak guru, bahkan megakhiri hidup mereka. Begitu cepat mereka pergi. Seakan-akan baru kemarin mereka bercanda ria, berkelakar dengan beraneka kisah lucu. Mereka sahabatku, sahabatmu, dan sahabat banyak orang. Masih banyak hal yang belum dilakukan, tetapi umur manusia sudah habis masa kontrak hidup di dunia, ia harus pulang. Kepulangan mereka mengagetkan banyak orang. Keluarga dan sahabat masih belum bisa menghapus wajah-wajah mereka dari memori di benak lubuk hati. Semua sedang menempuh perjalanan hidup menuju sebuah titik. Di sana sudah ada yang menunggu, yakni: sebuah kepastian. Ada yang menunggu dan menanti kita, dia sangat setia, ialah kematian ...!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

monggo nunggu ada yg bertamu .....

24 Sep
Balas

banyak sekali yg sakit pak Yudi? semoga kita bisa jg kesehatan ya Pak

24 Sep
Balas

betul, smg

24 Sep

Subhaanalloh...bagus Pak...

24 Sep
Balas

trmksh, salam sukses

24 Sep

Salamkenal pak. Bagus pak. Betul komentar Bu pengawas .mudah mudahan kita tidak termasuk yg tertulis di lohmahfud.seberat apapun tugas yg harus kita pikul . untuk mendidik anak-anak.

24 Sep
Balas

slm kenal

24 Sep

Salam kenal pak yudi

24 Sep
Balas

salam kenal, ... smg silaturahmi dpt membuka pintu2 rezeki dan keberkahan, aamiin

24 Sep



search

New Post