yuhana fetri

menjadi guru adalah panggilan jiwa. Menyampaikan ilmu dan mendidik adalah kewajiban setiap individu maka jalan yang paling mulus adalah berprofesi sebagai guru....

Selengkapnya
Navigasi Web
MERINDUKAN RINDU

MERINDUKAN RINDU

Vina terdongak medengar ucapan Mak. Ia tidak menyangka sedikit pun perempuan yang keibuan itu memaksakan kehendaknya dalam perjodohan ini. Vina tahu bahwa sebenarnya Mak hanya sedang memikirkan masa depannya. Namun, Mak lupa bahwa pernikahan itu bukan hanya perkara finansial, jauh lebih berarti masalah kematangan dan rasa tanggung jawab dalam keluarga. Tak jarang terjadi orang yang berasal dari keluarga kaya-raya, tapi anaknya tidak punya kesiapan sedikit pun dalam menghadapi segala permasalah dalam rumah tangga. Akhirnya biduk yang diharapkan sampai ke pulau harapan tenggelam dan tidak bisa bangkit lagi

“Mak, bagaimana mungkin Vina bisa menerima Wawan, sedangkan permasalahan yang dihadapinya entah kapan akan selesai. Bukankah sama artinya dengan memasukan diri sendiri dalam kandang harimau?” Vina berucap sambil menundukan wajahnya.

“Vina, kesabaranmu dalam menunggun adalah sebuah cambuk yang dapat menyemangatinya dalam menjalani masa-masa sulit ini. Di situ teruji segala pengorbananmu yang akan diingatnya seumur hidup. Itu berpahala, Nak!” Mak mencoba meyakinkan putri sulungnya itu. Suara Mak tidak lagi terdengar memaksa, tetapi seperti permohonan terhadap sesuatu yang begitu penting.

“Mak, bagaimana mungkin berpahala, tidak ada ikatan halal yang memautkan hatiku dengannya. Jika Vina menunggu, dengan alasan apa? Bukankah hati bisa berubah? Siapa yang hisa menjamin ia tidak berpaling? Vina tidak mau Mak!” terang gadis itu tentang alasan mengapa ia tidak mau menerimanya.

“Vina, bagaimana kalau seandainya kalian menikah segera, itu alasan bagimu untuk bisa menunggunya?” Mak menyampaikan idenya. Vina terdiam, jika saja ia boleh berterus terang, sedikit pun hatinya tidak tertarik kepada Wawan. Kemarin ia mau menerima karena sangat kecewa kepada Fadil. Laki-laki yang diam-diam diidam-idamkannya, ternyata di depan mata kepalanya sendiri berpegangan tangan dengan Fira, seretaris remaja masjid yang menaruh hati kepadanya. Bagi sebagian orang itu hal biasa, tapi bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan keislaman dan menjunjung tinggi akhlak dan sopan santun sangat tidak patut. Bukankah Nabi yang mulia Muhammad SAW mengingatkan bahwa lebih baik memegang bara api dibanding menyentuh yang bukan mahram.

“Rini, jangan memaksa anakmu, beri dia kesempatan untuk berpikir serta memutuskan yang terbaik untuk hidupnya,” Ayah menengahi. Mak terdiam, ia tidak mau lagi berbantah-bantahan dengan Vina. Jauh di lubuk hati Mak, ia tetap berharap semoga perjodohan ini akan terlaksana. Diam-diam ia berdoa agar dilunakkan hati Vina untuk menerima Wawan.

Vina termenung di tempat tidur. Al-Qur’an yang telah selesai dibaca tetap di letakkan di pangkuannya. Persasaannya lebih tenang dan enteng dengan mendekap mushaf suci itu. Vina menerawang, Ia sedikit pun tidak berharap dengan pernikahan seperti dikatakan Mak. Namun, sepertinya Mak sangat Ridho jika ia mau menerimanya. Vina berpikir apa salahnya membahagiakan Mak? Mana tahu niat hatinya yang sangat tulus menyenangkan perempuan yang telah bersimbah darah dalam melahirkannya membawa berkah. Kalau saja ia tidak bahagia bersama Wawan, setidaknya Mak sangat senang bermenantukan dia.

Namun di bagian sisi yang lain, hatinya melarang keras, mengapa tidak menghindar jika saja jalan yang akan dilalui penuh dengan bahaya? Bukankah ia masuk penjara karena kesalahannya, biarlah ia menerima segala ganjaran akibat laku yang telah dibuatnya. Senang betul, keluar penjara telah ditunggu oleh perempuan sebaik Vina.

Gadis itu beristighfar, sesaat ia telah merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain. Boleh jadi di hadapan Allah Wawan yang lebih baik, mana tahu ia punya suatu amal yang tidak diketahui orang lain. Vina kembali beristighfar

Sampai sore, Vina belum ada kemantapan hati. Jika saja keluarga Wawan datang memastikan, ia belum bisa menjawab dengan satu kalimat pun. Jika menjawab tidak, Mak pasti kecewa. Kalau ia menganggukkan kepala, ia sama sekali tidak siap hidup bersama pemuda itu. Vina telah banyak melihat dalam kehidupan ini, perempuan baik-baik dan menjaga auratnya, lalu menikah dengan orang yang jauh dari agama, akhirnya ikut terpental bersama ritme kehidupan sang suami. Bukankah suami itu imam, yang akan dipatuhi dan dituruti.

Vina teringat Asiyah, salah satu wanita yang dikisahkan dalam Al-Quran, sukses menjalani harinya sebagai hamba Allah sekali pun bersuamikan laki-laki paling kafir sejagad. Bagaimana tidak, laki-laki itu memproklamirkan dirinya menjadi tuhan. Akan tetapi Asiyah teguh pada pendiriannya yang selalu berdoa kepada Allah agar dilindungi dari kejahatan suaminya serta m emohon agar dibuatkan rumah di surga.

Namun Vina sadar, kualitasnya diri dan keimanannya tentu tidak sehebat Asiyah, ia hanya gadis yang sedang berusaha istiqomah dalam menjalani hidup di bawah naungan dan ajaran agama yang telah dianut turun temurun. Ia hanya gadis yang punya asa untuk mendapatkan imam yang bisa mendidiknya dan membawa keluarga mereka kelak ke jalan yang Allah ridhoi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

semoga Vina mendapat imam yang dirindukan

24 Nov
Balas



search

New Post