yuli zarnita

Guru ppkn...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ka Rantau Bujang Dahulu

Ka Rantau Bujang Dahulu

Tantangan Hari Ke-15

#Tantangan Gurusiana

‘’ Mak, saya pamit ya, nanti saat sudah sampai di Selangor saya akan kirim kabar, mak dan adik tidak apakan saya tinggal?’’ sambil memeluk ibunya, Zamrun mengucapkan pesan perpisahan untuk pergi merantau.

Pagi itu hari yang berat bagi si ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya, karena tak pernah sebelumnya berpisah. Namun apakan daya hendak hati untuk menahan dia agar di kampung saja, tapi ini semua harus dilalui demi masa depan yang lebih baik. Adiknya Lathifah sebentar lagi akan tamat Sekolah Menengah Atas, namun biaya tidak ada untuk masuk perguruan tinggi. Kepergiannya jauh untuk mambangkik batang tarandam (membangkit batang yang terendam), artinya ingin merubah nasib keluarga yang sudah lama terpuruk jatuh dalam lingkaran kemiskinan.

Jangankan untuk memperbaiki rumah yang atapnya sudah banyak yang bocor, untuk makan sehari- hari saja susah. Saat hujan lebat pemandangan ember menampung hujan dalam rumah sudah biasa bagi mereka. Kadang jika tidak ada menerima upah serabutan ibunya terpaksa berhutang beras dulu ke warung sebelah rumah. Syukur- syukur kadang tidak marah si empunya warung, pernah suatu kali sipenjual marah- marah karena saat ingin berhutang beras lagi. Semua itu terpaksa dilakukan karena mereka tak punya sawah, adapun ladang hanya bisa ditanami sayur untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari saja.

Zamrun nekad menjadi Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia bermodalkan ijazah SMP, karena baru 6 bulan di SMA ayahnya meninggal dunia. Jadi dia memilih berhenti sekolah dan bekerja jadi kuli bangunan dan kadang ke ladang orang untuk membantu keuangan keluarga. Dia menyadari betul bahwa adiknya tidak boleh bernasib sama dengannya. Semangat merantaunya demi si adik yang selalu juara kelas setiap semesternya, sehingga dia tidak ingin adiknya hanya sampai bangku SMA.

Meski banyak yang mencibir dan mencemooh keinginannya agar si adik juga kuliah seperti anak lainnya, tapi dia menganggap itu sebagai cambuk yang terus menyemangatinya.

Sebelum naik bus pagi itu yang akan mengantarnya ke bandara, si ibu berpesan

walau hujan batu di kampung kita,meski hujan emas di rantau, jangan pernah melupakan tanah kelahiranmu!.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post