Dua Duka
remidi #37 (harusnya #150)
Sudah berapa kali kita saling bercerita tentang duka? Tapi sungguh aku heran bahwa cerita kita tidak berderai-derai air mata. Justru banyak tawa mewarna. Mungkin kita sudah sampai pada titik dimana takdir kita hanya bercanda. Pada luka yang mampir di jiwa, kita tidak pernah lagi mengijinkannya berlama-lama. Entah aku yang sembarang melempar tanya, atau hatimu yang begitu ringan bercerita, hingga duka tak lagi terasa. Atau mungkin karena kita bersama, hingga yang menyakitkan tiba-tiba sirna? Ah, aku tak tahu. Yang jelas, kita berdua saling bercerita sambil tertawa atas luka-luka yang pernah kita rasa.
Aku senang menatap matamu saat kau bicara. Lagi-lagi aku tak tahu sebabnya. Aku hanya mencari sebuah jawaban jujur atas kata yang sering kau ucapkan. Adakah kutemukan rindu disana? Karena mata adalah jendela jiwa. Sementara kau tetap mengalirkan cerita. Aku senang saat kau mengatakan hatimu selalu berderap saat kita bersama. Andaikan bisa sejenak dadamu kubuka akan kulihat bagaimana bentuknya. Ah, sudahlah, mengapa aku jadi sibuk demikian?
Besok kita akan bertemu lagi. Dan aku akan mendengar ceritamu kembali. Mungkin panjang sekali tentang duka yang sering melanda hati. Kau tahu, akupun banyak mengalami. Tapi aku akan menjadi pendengar sejati. Menjadi teman perjalananmu nanti. Entahlah akan berakhir seperti apa kebersamaan ini. Tugasku hanya menjalani.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar