Yuni Handayani,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Seputih Hati Rianti (bag 1)

Seputih Hati Rianti (bag 1)

Tantangan hari ke- 56

# Tantangan GuruSiana

Seputih Hati Rianti ( Bag I )

Aku percaya setiap episode kehidupan, memiliki banyak makna dan hikmah. Kisah bahagia mengajarkan kita bagaimana rasa bersyukur, sedangkan kisah sedih menyentil kita untuk belajar memiliki rasa sabar yang tak berbatas

Namaku Rianti, lahir dan besar di kota Jakarta. Usia 35 tahun merupakan usia yang belum terlalu tua, tapi diusia ini aku sudah mengalami banyak peristiwa manis pahitnya kehidupan.

Aku menikah diusia yang masih belia yaitu 16 tahun. Tergoda dengan rayuan gombal dan seribu janji manis kekasih, membuatku rela untuk putus sekolah saat kelas 2 SMA dan menerima pinangannya. Tak kuhiraukan wajah Ayah yang memucat dan Bunda yang menangis berusaha mencegah agar aku tidak berhenti sekolah dan memberitau jika bang Arga bukan lelaki yang tepat untukku.

Aku merupakan anak tunggal dan satu-satunya harapan mereka. Aku tetap ngotot pada pendirian, mata dan hati seakan buta tertutup syair cinta yang disenandungkan bang Arga. Aku nekad lari dari rumah dan menikah tanpa restu dari orangtua,

Satu minggu kemudian, kami pergi dari Jakarta merantau ke Belitung yang dikenal dengan julukan Negeri Laskar Pelangi. Kota yang terkenal karena keindahan pantai dan batu-batu granitnya yang unik. Hingga akhirnya kami menetap di daerah pesisir yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan yaitu Desa Tanjungbinga.

Sebuah keputusan yang pada akhirnya membuatku menyesal sepanjang hidup. Menyesal telah menjadi anak yang durhaka.

Hidup bahagia yang kuimpikan hanyala mimpi dan khayalan yang tak berkesudahan. Sikap manis dan lembutnya saat pacaran hanyalah topeng, berganti dengan sikap yang kasar bahkan tak segan mulai main kekerasan. Setiap hari, suamiku selalu pulang malam dalam keadaan mabuk karena minuman keras. Jika ada yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka tamparan dan tendangan akan mendarat ditubuhku. Saat terpuruk dalam luka hati yang tercabik, aku hanya bisa menangis. Ingin rasanya, keluar dari kubangan lumpur derita pekat yang menjerat. Aku terseret…

Ibu…rindu dengan pelukan kasih sayang Ibu yang tak berbatas.

Ayah…rindu dengan Ayah yang selalu bercanda membuatku tertawa. Memeluk mereka hanya dalam doa dan angan.

Sampai melahirkan anak kedua, aku masih bertahan. Berharap mimpiku menjadi nyata. Suamiku bisa berubah menjadi pemimpin keluarga yang bertanggungjawab menafkahi keluarga, menjadi imam yang bisa membimbing dan membawa istri dan anak- anaknya bersama menggapai surga. Setiap sujudku yang penuh derai airmata selalu terhampar doa agar dia berubah.

Ternyata, jodohku dan suami hanya sebentar. Dia dan beberapa temannya yang pergi memancing terkena badai sehingga perahu mereka terbalik. Suamiku yang tidak bisa berenang dikabarkan tewas tenggelam, jenazahnya baru diketemukan dua hari kemudian. Bulir bening perlahan mengalir di pipiku, perih hati membias lirih. Di saat terakhir, dia belum sempat bertobat. Takdir Allah benar adanya, takkan ada manusia yang bisa menebak panjang pendek usia. Pemakaman suamiku hanya dihadiri tetangga. Kami perantau yang sebatangkara, Alhamdulillah tetangga sangat baik dan sudah menganggapku sebagai keluarga.

Bersambung

Tanjungpandan, 07 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post