Yunik Ekowati

Si sulung dari empat bersaudara cewek semua Lahir di Sragen di bulan Juni suka mencoba hal baru dan suka tantangan Menggembala kambing sambil membaca buku ad

Selengkapnya
Navigasi Web
KREDO SANG RAHWANA
KREDO SANG RAHWANA

KREDO SANG RAHWANA

KREDO SANG RAHWANA

Tantangan Hari ke-16#TantanganGurusiana

Hampir semua orang Jawa tidak asing lagi dengan pemahaman falsafah Jawa, yang berbunyi banyak anak banyak rizky, mangan ora mangan asal kumpul (makan tidak makan asal kumpul) yang berarti mengutamakan selalu dekat dengan seluruh anggota keluarga atau kerabat, meski dalam keadaan bagaimanapun bisa dipahami jika masyarakat Jawa mempunyai falsafah yang diyakininya benar. Bayangkan zaman dahulu jumlah penduduk tidak sepadat sekarang, persaingan hidup tidak sesulit sekarang, sehingga dengan berkumpul dengan keluarga dirasa sudah cukup, baik sandang, pangan dan papan. Masyarakat Jawa di masa lalu, mempunyai anak rata-rata tujuh hingga dua belas atau selusin.

Bagaimana tidak cukup, tanah atau sawahnya luas, bisa menanam tanaman dan sayuran untuk dikonsumsi hari-hari. Menanam padi dan jenis tanaman untuk kebutuhan manusia, tidak harus mengeluarkan uang. Tetapi ada yang sangat bisa diterima salah satu pemahaman masyarakat Jawa wayang sa kotak werno-werno watake, yang mempunyai maksud adalah wayang adalah gambaran dari tokoh manusia di dunia, yang menjalankan karakter sesuai lakonnya, yaitu bermacam-macam dan tidak sama. Begitu juga dengan karakter anak yang merupakan satu bapak dan satu ibu, meskipun diasuh dan dibesarkan oleh orang yang sama dan dengan pola tata cara yang sama, tetapi akan mempunyai watak atau karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Mempunyai anak banyak merupakan kebanggaan tersendiri, apa lagi iso mikul dhuwur mendhem jero. Iso mikul dhuwur yang artinya menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik atau mengangkat derajat orang tua dan keluarga, sedangkan mendhem jero mempunyai arti segala sesuatu kejelekan orang tua atau keluarga tida perlu ditonjol-tonjolkan, harus dipendam dalam-dalam supaya tidak terlihat oleh orang lain. Hampir semua orang tua dulu memesan kepada anak-anaknya seperti itu, dengan disertai wejangan-wejangan yang menuju kebaikan di masa mendatang. Seorang bapak atau ibu akan merasa senang, bangga atau mempunyai raos bingah, tatkala melihat anak-anaknya berhasil.

Rasa atau raos senang, menurut pendapat Sugiharto psikologi raos sering silih berganti, susah dapat membuat orang terluka. Menurut ahli medis, otak dan tubuh manusia hanya mampu merespon dan merasakan sakit 12 titik luka atau bagian tubuh yang sakit secara bersamaan. Jadi bisa disimpulkan, jika terluka atau sakit lebih dari dua belas titik atau bagian tubuh manusia, berarti justru tidak terasa sakit, karena saking sakitnya. Seperti halnya seorang ibu saat melahirkan, saat rasa sakit datang bermula dari kontraksi kemudian bukaan satu, dua, tiga hingga sepuluh. Sakitnya luar biasa karena kontraksi terus menerus, hingga serviks mulai membesar, fase inilah sang ibu merasakan sakit, nyeri, saat luar biasa. Si bayi akan keluar melalui vagina, bisa anda bayangkan bagaimana rasanya. Perjuangan seorang ibu belum berakhir, setelah bayi sudah berhasil keluar, sang ibu harus menjalani proses dijahit secara manual tanpa bius. Tidak tanggung-tanggung luka akibat robeknya jalan bayi bisa mencapai dua belas jahitan bahkan ada yang lebih. Dengan rasa sakit yang luar biasa, masih dijahit dengan jarum dan benang ditarik ulur terlihat oleh mata kepala. Sungguh luar biasa, justru rasa sakit saat dijahit tidak begitu terasa dibandingkan saat proses kepala bayi akan keluar.

Bisa diartikan dalam sebuah suasana senang susah, jika rasa susah atau sedih dengan kadar yang sedikit atau tanggung justru akan terasa pedih dan menyakitkan, tetapi jika sedih atau duka itu datang bertubi-tubi mungkin malah tidak akan terasa apa-apa alias mati rasa, begitulah kira-kira. Marilah kita renungi apa yang sudah terjadi pada diri kita masing-masing, benarkah? Hanya anda pembaca yang budiman yang lebih tahu.

Di dalam kehidupan masing-masing pernah merasakan bahagia, sakit, kecewa, ragu-ragu atau mamang dan masih banyak lagi rasa yang terselubung dalam diri manusia. Seperti tokoh pewayangan Rama adalah pahlawan dan Rahwana adalah penjahat, kredo yang sudah mendarah daging mungkin benar adanya dan mungkn saja salah. Tetapi untuk urusan cinta, sekali lagi tentang ce i en te a CINTA, kredo ini bisa diperdebatkan. Rahwana mencintai hanya satu wanita dalam hidupnya yaitu Sri Widowati istrinya Betara Wisnu, hingga suatu saat Sri Widowati meninggal, Rahwana sangat terpukul. Rasa hatinya tersimpan utuh hingga suatu masa dipertemuakanlah dengn Dewi Shinta, yang diyakini adalah titisan dari Sri Widowati yaitu wanita pujaannya. Meskipun Shinta tidak mencintai Rahwana, tetapi Rahwana tetap dengan sabar mencari celah dan berupaya mendapatkan cinta tulus Shinta.

Sri Rama, begitu mengetahui istrinya Dewi Shinta diculik Rahwana sekian lama, Rama meragukan kesucian Shinta. Bahkan membiarkan Shinta melakukan upacara pembakaran diri untuk membuktikan kesuciannya. Jika api bisa membakar tubuh Shinta, maka dia sudah tidak suci lagi, tetapi jika api tidak menyentuh atau membakar tubuh Shinta maka Shinta benar-benar suci. benar saja api tidak sedikitpun membakar tubuh Shinta. Ternyata Rama masih belum mempercayai, dan tetap membenci istri yang mencintai sepenuh hati bahkan membuang kehutan dalam keadaan sedang mengandung anaknya. Beranggapan bahwa Shinta sudah dinodai Rahwana, sehingga tidak mau berdekatan apalagi menyentuhnya. Dalam konsep pemikiran Jawa disebut aja cedhak-cedhak kebo gupak yang artinya jangan berdekatan dengan orang yang berbuat buruk. Sikap Rama termasuk apriori.

Sangat berbeda dengan Rahwana, meskipun terkenal dengan tokoh yang super jahat dan keji, mempunyai sepuluh kepala. Akan tetapi di kepalanya hanya ada satu nama yaitu Sri Widowati yang menitis kepada Dewi Shinta. Sehingga meskipun selama tiga tahun dalam tawanan Rahwana, Shinta justru diperlakukan sangat istimewa dan disanjung bak seorang ratu. Mengalah dan menuruti permintaan Shinta, kecuali kembali kepada Rama. Rahwana bisa saja memperkosa Shinta dengan tipu daya dan kesaktiannya, tetapi tidak dilakukan karena menurutnya cinta sejati tidak butuh dipaksa, dia menginginkan ketulusan cinta Shinta.

Berbeda dengan Rama yang memperlakukan istri yang begitu setia dan mencintainya dengan semena-mena, benarkah ini yang namanya mencintai. Manusia mempunyai sisi yang terkadang jauh dari kulit luarnya, bahkan seorang yang alimpun masih menyimpan sikap tidak terpuji. Begitu sebaliknya penjahat kelas kakap bisa saja mempunyai jiwa kstria dan cinta sejati. Hal itu tidak semuanya tercermin dari apa yang kita lihat. Tidak ada yang kekal dan sempurna di muka bumi ini. Segala yang diagungkan suatu saat akan musnah pada waktunya, hanya yang kekal abadi adalah Dia yang mempunyai kekekalan itu sendiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post