Yus Neni

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Catatan dari Pak Cah 27

SALAT, SELAWAT DAN RAMADAN 23 April 2021

.

Oleh : Cahyadi Takariawan

.

Salah satu problematika yang lazim dijumpai dalam tradisi tulis menulis adalah yang terkait dengan kata serapan. Karena bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam, maka sangat banyak kata serapan dari bahasa Arab.

Ketika menyerap kata asing ke dalam bahasa Indonesia, tentu harus disesuaikan dengan kaidah kebahasaan yang berlaku di Indonesia. KBBI menyerap berbagai kata asing ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah kebahasaan yang berlaku.

Ketika menemukan kata serapan yang sudah akrab, karena sudah kita anggap menjadi bahasa Indonesia, sangat mudah menerima. Misalnya kata sedekah, ini sudah kita anggap sebagai bahasa Indonesia.

Kata “shadaqah” (bahasa Arab), diserap oleh KBBI menjadi sedekah. Demikian pula kata rizqi (bahasa Arab), yang diserap menjadi rezeki. Dalam KBBI Daring dinyatakan : re.ze.ki /rêzêki/, bentuk tidak baku: rejeki, rizeki, rizki. Penulisan sedekah dan rezeki cenderung mudah diterima.

Contoh lainnya adalah penulisan Al-Qur’an. Dalam KBBI Daring dinyatakan : Al-Qur.’an, bentuk tidak baku: Kuran, Al-Quran. Pada contoh penulisan kata Al-Qur’an ini, rasanya sudah sangat akrab, sehingga mudah diterima.

Namun banyak kalangan masyarakat muslim –termasuk saya, belum nyaman dengan penulisan beberapa kata serapan pilihan KBBI. Ada banyak contoh untuk ini, misalnya salat (KBBI), selawat (KBBI) dan ramadan (KBBI).

Studi Kasus Salat dan Selawat

Dalam KBBI Daring tertulis : sa.lat, bentuk tidak baku: solat, shalat, sholat. Menurut saya, kata salat itu pengucapannya sangat mirip dengan kata salad. Rasanya menjadi tidak sakral, karena pengucapan salat dan salad adalah sama, meski tulisannya berbeda. Seperti tengah membayangkan salad buah.

Untuk contoh kasus salat, saya lebih memilih bentuk tidak baku, yaitu shalat. Beberapa penulis lainnya, memilih bentuk tidak baku dengan solat atau sholat. Ini sah saja, sepanjang konsisten. Inilah yang disebut sebagai selingkung.

Tentang kata selawat, dalam KBBI Daring tertulis se.la.wat /sêlawat/, bentuk tidak baku: salawat, salwat, solawat, sholawat. Penulisan selawat rasa-rasanya juga membuat tidak nyaman, karena terbiasa mengucapkan dengan mantap kata shalawat.

Untuk contoh kasus selawat, saya lebih memilih bentuk tidak baku, yaitu shalawat. Beberapa penulis lainnya, memilih bentuk tidak baku dengan sholawat atau solawat. Ini juga sah saja, sepanjang konsisten.

Bagaimana dengan Ramadan?

Kata ramadhan berasal dari bahasa Arab, terdiri dari unsur huruf Arab : ra’, mim, dhad, alif, dan nun. Berasal dari akar kata ramidha atau arramadh yang berati panas terik matahari yang intens dan kering, terutama tanah. Dari akar yang sama terdapat kata ramdhaa, yaitu pasir terjemur.

Bulan Ramadhan dalam bahasa Arab diibaratkan sebagai panas terik, karena suasana padang pasir yang panas pada siang hari. Seseorang merasakan kehausan yang amat sangat karena terik matahari yang panas saat bulan Ramadhan.

Sedangkan kata ramadan dalam bahasa Arab, dengan menggunakan huruf dal, artinya adalah orang yang sakit mata dan hendak buta. Ini yang terasa mengganjal, saat menulis sesuai KBBI, yaitu ramadan. Karena terbayang sakit mata yang hendak buta. Bukan ibadah puasa sebulan lamanya.

Untuk contoh kasus ini, saya memilih menggunakan bentuk tidak baku, yaitu ramadhan. Beberapa penulis dan penerbit Islam, memilih menggunakan kata romadhon atau bahkan romadlon. Ini juga sah saja, karena menggunakan sebagai selingkung.

Mengapa Bisa Terjadi?

Sebagaimana kita tahu, dalam ejaan bahasa Arab, terdapat konsonan dh, gh, sh, dan lain sebagainya. Dalam tradisi bahasa Indonesia, dobel konsonan semacam itu tidak lazim. Maka KBBI memilih kata salat dan ramadan.

Umumnya masyarakat Indonesia lebih sering menggunakan sistem transkripsi, bukan transliterasi. Yang dimaksud transkripsi adalah pengalihan tuturan yang berwujud bunyi ke dalam bentuk tulisan. Sedangkan transliterasi adalah pengalihan suatu jenis huruf ke huruf lainnya.

Maka beberapa kalangan menjadi lebih mantap ketika menulis shalat atau sholat ketimbang salat. Karena lebih berasa huruf Arab sha’ hadir dalam tulisan dan pengucapan. Demikian pula merasa lebih mantap menulis shalawat atau sholawat ketimbang selawat. Karena pengucapan huruf sha’ menjadi lebih terasa.

Tidak perlu bingung. Boleh memilih, pahami alasannya, dan konsisten menggunakannya.

Selamat berkarya. Selamat menjalankan ibadah Ramadhan. Semoga terhindar dari ramadan –sakit mata yang hendak buta.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post