Yuswanto Raider

Saya adalah pendidik (Guru) yang tinggal di Kabupaten Mojokerto. Saya lahir di Surabaya, 14 Februari 1974. Saya alumnus Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS IKIP S...

Selengkapnya
Navigasi Web
KPK Targetkan Penindakan Korupsi Sektor Pendidikan, Ternyata Ini Jawabannya!
KORBAN KORUPTIF : Sosok dalam foto ini merupakan korban adanya indikator perilaku koruptif di sekolah. Dirinya sering berdaya upaya membongkar korupsi disekolah yang akhirnya berakibat dirinya "dibuang" ke sekolah yang lebih jauh dari rumahnya. (Sumber Foto : Dokumen Pribadi)

KPK Targetkan Penindakan Korupsi Sektor Pendidikan, Ternyata Ini Jawabannya!

“Makin Tinggi Tingkat Pendidikan, Makin Tinggi Perilaku Koruptifnya!”

(Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK)

Pernyataan wakil ketua KPK di atas, sebagaimana dilansir pada www.kompas.com pada 1 Oktober 2020, faktanya menunjukkan banyak bukti. Banyak tersangka dan terpidana korupsi di Negara kita, didominasi manusia berstatus sarjana. Hal itu dapat diasumsikan, dunia pendidikan gagal mendidik mental peserta didiknya dalam proses pendidikan.

Sejenak kita mengingat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pernah menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bertempat di kantor Kemendikbud, Jakarta, saat Mendikbudnya dijabat Muhadjir Effendy.

Dalam sambutannya, Muhadjir menyampaikan secata tegas, bahwa nota kesepahaman tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan korupsi di sektor pendidikan. (www.nasional.kompas.com Kamis, 3 Agustus 2027)

Sementara itu, merujuk pada laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagaimana yang dilansir www.databoks.katadata.co.id pada (24/1/22), menunjukkan sebanyak 240 kasus korupsi pendidikan yang ditindak Aparat Penegak Hukum (APH), pada 2016 - September 2021 melibatkan 621 tersangka. Berdasarkan latar belakangnya, tersangka didominasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Secara tegas dinyatakan, sebanyak 288 ASN menjadi tersangka atau 46,3%. Secara lebih rinci, ASN yang dimaksud merupakan ASN Staf di Dinas Pendidikan sebanyak 160 tersangka, ASN instansi lain (seperti Kementerian, Dinas Sosial, Dinas Syariat Islam, Dinas Komunikasi dan Informasi, dan lain-lain) sebanyak 84 tersangka, serta Kepala Dinas Pendidikan 44 tersangka.

Tersangka koruptor sektor pendidikan paling banyak selanjutnya berasal dari pihak sekolah, yaitu 157 tersangka atau 25,3%. Kepala dan wakil kepala sekolah menjadi tersangka terbanyak kasus korupsi di sekolah, yaitu sebanyak 91 tersangka. Kemudian disusul pihak lain seperti guru, kepala tata usaha, dan penanggung jawab teknis kegiatan mencapai 36 tersangka, serta staf keuangan atau bendahara sekolah sebanyak 31 tersangka.

Data ini menunjukkan fakta bahwa korupsi pendidikan juga marak terjadi di sekolah. Padahal, sekolah merupakan tempat peserta didik menuntut ilmu yang seharusnya mengajarkan sekaligus mencontohkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan keadilan.

SPI PENDIDIKAN

Melihat perkembangan data dan informasi bobroknya perilaku korup di sekolah, maka tahun 2023 KPK melakukan Survei Penilaian Integritas Pendidikan. Tindakan itu dilaksanakan dari bulan Agustus hingga September 2023.

Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan, adalah survei yang dilakukan sebagai upaya untuk memetakan kondisi integritas pendidikan, baik pada lingkup peserta didik maupun ekosistem pendidikan yang memengaruhinya seperti tenaga pendidik, pimpinan, termasuk aspek pengelolaan. Hasil pemetaan melalui SPI Pendidikan diharapkan dapat dijadikan dasar dan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi peningkatan dan pengembangan upaya implementasi pendidikan karakter dan budaya antikorupsi yang lebih tepat sasaran.

Berdasarkan data pelaksanaa SPI Pendidikan yang termuat pada www.spipendidikan.kpk.go.id dijelaskan, bila survei ini melibatkan 3.537 satuan pendidikan yang terdiri dari 1.636 Sekolah Dasar; 999 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat; 657 Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat; dan 245 Perguruan Tinggi.

Sedangkan pada siaran pers tertanggal 30 Januari 2024 yang diterbitkan di kanal berita www.kpk.go.id Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 dengan skor indeks 70,97 dari skala 0-100. Skor ini mengalami penurunan dari capaian tahun sebelumnya dengan skor indeks 71,94. Data ini menunjukkan bahwa resiko korupsi pada lembaga pemerintah cukup rentan.

Secara tegas, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, penurunan nilai rata-rata nasional SPI harus disikapi dan ditindaklanjuti secara serius. Karenanya, Tanak mengajak seluruh penyelenggara negara di pemerintah pusat dan daerah bekerja keras untuk kembali menguatkan integritas.

KORUPSI PENDIDIKAN

Sektor pendidikan menjadi skala prioritas penindakan korupsi oleh KPK. Hal itu wajar karena sektor pendidikan menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas dan integritas bangsa ini. Faktanya, meskipun pendidikan anti korupsi dilakukan, tetapi sektor pendidikan masih masuk 5 besar dalam jajaran instansi terkorup di negeri ini.

Uniknya, pelaku korupsi di sektor pendidikan itu terbilang merata, mulai pejabat struktural, komite sekolah, kepala sekolah, hingga tenaga pendidik dan tenaga kependidikannya. Sungguh mengasyikkan lagi ironis bagi masa depan bangsa dan Negara.

Pernyataan unik dan ironis pun diluncurkan Dr. Chatarina Muliana, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek. Seperti yang dilansir pada laman www.rri.co.id pada 23 September 2023. “Ternyata pendidikan itu masih masuk rangking 5 korupsi, karena anggarannya besar yang dikucurkan dari APBN,” kata Chatarina Muliana.

Sementara itu hingga februari 2023 Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sektor pendidikan masih berada dalam jajaran 10 besar sektor terkorup di Indonesia. Dilansir dari puslapdik.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa pemerintah akan mempersiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp.660,8 triliun atau 20 persen pada APBN 2024.

Anggaran pendidikan sebesar itu meningkat dibanding anggaran pendidikan tahun 2023 yang mencapai Rp.612,2 triliun. Dr. Chatarina Muliana menambahkan semakin besar anggaran maka semakin besar peluang korupsi dalam pengelolaan anggaran tersebut.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan perundangan itu, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Dalam undang-undang itu pula, dijelaskan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi, sebagaimana termaktub dalam aturan hukumnya, pada dasarnya dapat dikelompokkan : (1) Kerugian keuangan Negara; (2) Suap-menyuap; (3) Penggelapan dalam jabatan; (4) Pemerasan; (5) Perbuatan curang; (6) Benturan kepentingan dalam pengadaan; dan (7) Gratifikasi.

“Hebatnya” dari 7 pengelompokkan di atas, 6 hal pasti terjadi dalam sektor pendidikan. Mau tahu siapa pelaku dan bagaimana modus korupsinya, ikuti lanjutan tulisan ini. Penulis akan mengupas kebiasaan dan budaya serta perilaku korup di sektor pendidikan berdasarkan pengalaman penulis yang sekitar 16 tahunan sebagai pegiat pendidikan.*****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

08 Apr
Balas

Terima kasih Pak Dede

08 Apr

Ulasan yang sangat menarik

08 Apr
Balas



search

New Post