Zaimatun

Dia Ibu rumah tangga. Menulis membuatnya bahagia. Menurutnya, hidup ini indah. Seberapapun sulit hidup, harus dilalui dengan cara-cara yang indah. Hanya itu yan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ini Pasti Bukan Mimpi

Ini Pasti Bukan Mimpi

Sepenggal kisah dari novel  Cinta Zahra

 

Sebulan berikutnya, tepatnya 26 Desember, pertemuan tanpa rencana itu kembali terjadi. Tak seperti sebelumnya, sore ini kita berdua saja. Entah pergi kemana dua teman setiamu itu. Mungkin saja mereka mulai menyadari tentang kita dan membiarkan kita melewati senja di tepi danau ini.

 

Harusnya pertemuan ini akan mencairkan rinduku yang mulai membeku. Matamu yang sendu saat menatapku, tenangnya gaya bicaramu, serta aura wibawamu, semuanya ada di depanku. Sayang, kali ini pun seperti  pertemuan bulan kemarin. Tak jua ada sepatah kata terucap dari bibirmu. Bibir yang teramat kukagumi. Bibir yang tak pernah terkotori asap seperti kebanyakan lelaki.

 

Setelah beberapa menit berlalu, aku menjadi bimbang pada diriku. Kucubit tanganku keras-keras untuk meyakinkanku apakah aku sedang bermimpi atau bukan. Aku meringis kesakitan tanpa berani mengaduh. Ya, meski cuma perlahan. Aku tak tega mengusik ketenanganmu.

 

"Kenapa? Ada apa? Apa yang sakit? Kamu sakit?" aku melihat kekhawatiran menghiasi wajahmu. 

 

Ah, aku tak tega menyaksikan wajah yang selalu memenuhi ruang hatiku itu diliputi rasa cemas. Segera kusunggingkan senyum sambil menggelengkan kepala. Aku berharap senyum itu dapat menutupi kebohongan pada wajahku yang menurutmu ayu. 

 

Ya Tuhan, entah mengapa satu kata itu begitu membekas di hatiku. Ada desir aneh tiap kali mengingatnya. Tiba-tiba aku merasa cantik tiap kali mengenangnya.

 

"Kamu nginap dimana?" kembali suaramu yang kurindu mengalir menanyaku. Sedang tatapan matamu begitu tajam menembus dadaku. Seketika jantungku berdegup begitu kencang. Nafasku terasa berat. Aku seperti kelelahan dan tak berdaya, meski hanya untuk menjawab aku nginap dimana.

 

Aku tak sanggup menatapmu. Tak ada cara lain, aku memalingkan muka. Beranjak pergi ke tepian telaga. Kusapu pemandangan di sekitar telaga Sarangan yang menurut sebagian orang adalah surganya kota Magetan. Spot wisata yang yang terkenal dengan hawa sejuknya itu terletak di lereng gunung lawu. Banyak fasilitas yang disediakan di sana. Mulai souvenir yang dijual oleh pedagang kaki lima hingga hotel berbintang siap menunggu kehadiran para wisatawan. 

 

Hawa dingin pada jam lima-an memaksaku memasukkan kedua tanganku pada saku jaketku. Mataku tak lelah menikmati kilauan lampu dari hotel maupun penginapan yang terletak melingkar di tepian telaga. Terlihat sangat indah. Telaga Sarangan tampak seperti telaga yang berpagar hotel. 

 

Tak kupedulikan aroma pesing yang mulai mengganggu kenyamanan hidungku. Ah, biarkan saja. Itu pasti sisa-sisa kencing kuda yang seharian mengantar para pelancong mengitari danau ini. 

 

"Makan dulu, yuk!' sebuah sentuhan di punggungku mengagetkanku. 

 

Aku tak segera berpaling untuk memandangmu. Aku berharap tanganmu lebih lama singgah di punggungku. Aku bahkan berharap kau memelukku dari belakang, kemudian membisikkan sesuatu. Mungkin saja sekadar kata rindu jika kata cinta memang tak pantas kuterima darimu. 

 

Aduh Zahra, jangan mimpi. Lihat dirimu! Kamu itu hanya pegawai rendahan, sedang Amman punya kedudukan. Lihat penamilanya, hem putihnya, jaket kulit coklat tuanya. Semua bermerk, branded! Pasti banyak cewek yang ngejar-ngejar dia. Mungkin juga dia sudah punya pacar, atau bahkan sudah punya istri. Kamu itu siapa? 

 

Menyadari itu semua aku segera berbalik mengikuti ajakanmu. Dua piring sate kelinci dengan bumbu kecap khas Sarangan telah siap menunggu. Aroma gurihnya mengundang selera pada perutku yang sedari pagi belum terisi. 

 

Aku baru saja mau mengambil satu tusuk sate, ketika tiba-tiba tanganmu meraih kedua tanganku dan menggenggamnya begitu erat. Deg! Aku menjadi limbung. Aku rapuh. Aku tak kuasa membendung air yang semakin banyak di kelopak mataku. Untuk pertama kalinya aku menangis di hadapanmu.

 

"Mas Amman, aku takut tidak bisa melupakan _njenengan_. Aku belum tahu siapa _njenengan_. Sudah punya pacarkah, atau bahkan sudah beristrikah, aku tak tahu. Tiga bulan ini aku menunggu cerita yang kau janjikan saat pertemuan pertama kita. Nyatanya sampai detik ini _njenengan_ belum cerita."

 

"Maafkan, aku," cuma itu yang kau ucap, namun sorot matamu memancarkan teka-teki yang sulit dimengerti. Ada kehangatan yang menyebar ke seluruh aliran darahku. Akan tetapi, ada duka yang jelas kurasa. Entahlah, seperti sebersit sepi. 

 

"Mas, kenapa ini tidak terjadi saat di bangku sekolah atau di bangku kuliah? Kenapa baru sekarang kita dipertemukan?" aku memberanikan diri menatapmu agar kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Meski tanpa balas, aku ikhlas. Biar saja kujalani kemana hati mengajak pergi. Bukankah Tuhan tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul cerpennya Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik

08 Nov
Balas

Terima kasih, Bunda.

09 Nov

Terima kasih, Bunda.

09 Nov

Terima kasih, Bu Rini...

01 Jan
Balas

Siip mantap cerpennya Bu lanjut salam sehat dan salam sejahtera Aamiin

31 Dec
Balas

Cerira yang keren..gaya bahasa mengalir nih..o iya.,kapan ke Selosari nih.ditunggu ya

05 Jun
Balas

Terima kasih, Pak Eko. Tgl. 27-29 Mei kemarin pulang, Pak. Depan rumah jalanya dirusak, dibikin akses jalan untuk turun alat-alat berat ke dasar kali gandong. Insyaallah kapan2 kalau pulang Magetan tak main.

06 Jun

Jika ke Magetan,..mampir rumah saya lho ya

15 Jan

Cerpennya keren....izin follow ya

22 Jan
Balas

Terima kasih, silakan, Bunda.

22 Jan



search

New Post