Zakiyah, M.Pd

Guru Bahasa Inggris di SMKN 2 Cilegon dan Dosen di STIT Al-khairiyah Cilegon. Usaha Jasa Make-up dan MC. Menulis adalah hobi baru saya, semoga bisa menjadi Penu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Masih Ada Senyuman Diwajah Maisya Episode 32 Tagur 62

Masih Ada Senyuman Diwajah Maisya Episode 32 Tagur 62

Maisya sudah mulai tenang dan nyaman, beberapa hari ini tidak ada yang menghubunginya khususnya dari keluarga Ridwan. Dia sedang menunggu hari dimana ia akan melakukan sidang di Pengadilan minggu ini.

Maisya tidak tahu apa yang terjadi dengan diri Ridwan. Dia sudah menganggap masa lalunya, dan berjanji tidak akan pernah lagi menghubunginya.

Namun ibunya Ridwan semakin memanas, putranya belum juga kembali. Dia mengajak cucunya untuk ke rumah Maisya.

"Icih anterin nenek yuk.." Ucap neneknya sambil bersiap-siap mau pergi.

"Emang mau kemana nek?" Tanya Icih penasaran.

"Sudah anter saja nenek!" Jawab neneknya agak sedikit marah.

"Iya iya... Siap nenekku sayang." Icih langsung gerak cepat memarkirkan motornya khawatir neneknya marah lagi. Tahu neneknya sedang sensitif.

Motor sudah dikeluarkan oleh Icih, tiba-tiba gawai neneknya berdering.

"Halo...Iya ini aku mau berangkat ke rumah May, aku mau tahu dia apakan anakku sampai tidak pulang-pulang ini." Ucap ibunya Ridwan dengan kesal.

"Sudahlah kak, jangan ikuti hawa nafsu. Yang ada kakak malah buat keributan. Kakak kan sudah tahu Ridwan seperti apa, dia yang selalu buat masalah. Wajar saja Maisya menolaknya, itu haknya. Jangan memaksa kehendak orang." Nasihat adiknya dengan bijak.

"Aku tidak mau memaksa Maisya untuk rujuk lagi, tapi mau minta pertanggungjawabannya karena gara-gara dia Ridwan menghilang beberapa hari."

"Saya yakin Ridwan baik-baik saja kak, dia sudah dewasa bukan anak kecil lagi. Dia itu bukan hilang tapi sedang menenangkan diri atas permasalahannya yang dia buat. Kakak di rumah saja ya.. Yakin deh dengerin omongan saya. Saya ini laki-laki, saya tahu apa yang dirasakan Ridwan saat ini." Jelas Adiknya meyakinkan kakaknya.

Icih mendengarkan pembicaraan mereka via telpon, dan kaget kalau neneknya ternyata minta diantarkan ke rumah Maisya. Langsung dia melarang neneknya.

"Nenek mau ngapain sih ke rumah mamah May, yang salah ayah kok nenek nyalahin mamah May." Ujar Icih tidak terima.

"Kamu anak kecil tahu apa?" Ucap neneknya marah.

"Tahu banyak tentang ayahku sendiri nek, ayahku memang jahat dari dulu tidak pernah berubah. Wajarlah mamah May, juga sama seperti mamahku minta cerai sama ayah." Ucap Icih dengan ketus menunjukkan rasa antipati kepada ayahnya.

"Icih...Jaga kata-katamu ya... Kamu juga sama jadi anak bandel."

"Aku bandel semua karena didikan ayah nek... Ayah tidak bisa memberikan contoh yang baik sama Icih." Icih jadi berdebat hanya karena ingin menyadarkan neneknya, untuk tidak menyalahkan Maisya.

Icih melihat neneknya berdiam diri seperti sedang memikirkan ucapannya.

"Mendingan kita jalan-jalan makan baso granit enak banget loh nek... Biar nenek bisa healing... Mau ya nenekku sayang.. " Hibur Icih.

Akhirnya neneknya menyetujui jalan-jalan dan kuliner baso. Icih memang pandai mengambil hati neneknya.

"Emang dimana tempatnya? "

"Lumayan jauh dari sini sih nek.. Kan ceritanya biar kita healing, hehe.. "

"Hmmmm kamu tuh yaa paling pinter rayu nenek."

Dalam perjalanannya tanpa disengaja Icih melihat mobil ayahnya yang terparkir di depan Cafe/Club malam. Langsung Icih berhenti dan berjalan menuju ke pos satpam. Neneknya bingung kok Icih berhenti dan mendekati pak Satpam.

"Pak maaf mau nanya.. " Tanya Icih

"Iya ada apa dek, ada yang bisa saya bantu." Jawab pak Satpam.

"Ini mobil ayah saya, apakah bapak tahu ayah saya ada dimana ya?

" Oh jadi ini mobil ayah adek, ini sudah 3 hari yang lalu ada di sini dek.. Waktu itu ayah adek mabuk berat dan ditolong sama seorang perempuan, dia membawanya pergi dengan mobilnya." Jelas pak satpam.

Kemudian Icih memperlihatkan foto Maisya dari ponselnya.

"Pak ini bukan perempuannya?" Icih memastikan di depan neneknya biar tahu.

"Bukan dek, perempuan itu yang biasa berkunjung di cafe ini. Kebetulan dia masih ada hubungan keluarga dengan pemilik cafe ini" Jawaban pak satpam memperjelas Icih dan neneknya yang selalu menyalahkan Maisya.

"Oh gitu, kalau boleh tahu rumahnya dimana ya pak?" Tanya Icih ingin tahu dan ingin menjemput ayahnya takut sakit.

"Maaf saya tidak tahu dek, dan itu sangat privasi kami tidak diperbolehkan memberikan alamat atau nomor telepon seseorang tanpa sepengetahuannya." Jelas pak satpam minta maaf.

Icih dan neneknya akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju baso granit. Paling tidak mereka berdua merasa tenang mendengar kabar ayahnya.

"Nenek tenang saja ya.. Ayah baik-baik saja. Benar kata Om Mario tadi ayah sedang menenangkan diri." Icih meyakinkan neneknya lagi.

"Iyaa... Uda buruan basonya tuh lama amat, nenek uda laper."

"Hahaha... Nenek nenek... Sabar sabar.. " Ucap Icih menggoda.

Dibalik healing mereka berdua ada hikmah tersembunyi yang mereka tanpa sadari, itulah hakikatnya Tuhan Yang Maha Baik. Akan selalu menemani hambanya yang sedang diuji.

Pada dasarnya yang menggerakkan hati Icih mengajak neneknya healing adalah Allah SWT, Sang Skenario hidupnya. Dengan cara-Nya Dia memberikan petunjuk tentang ayahnya Icih.

Kejadian hari ini membuat bu Sudati neneknya Icih, menyadari kesalahannya. Dia langsung bertaubat dan melakukan yang diminta pak ustadz untuk melakukan wiridan 1000x/hari.

Sebenarnya apa yang terjadi pada diri Ridwan, apakah dia baik-baik sajakah? Ternyata Ridwan sakit demam tinggi, dia mengigau dan menyebut-nyebut nama Maisya. Dia terobsesi ingin memiliki Maisya, sayangnya nasib tidak berpihak kepadanya. Maisya bukan jodohnya lagi.

"Maisya... Maisya... Jangan tinggalkan aku.. " Ridwan selalu mengatakan ini berulang-ulang. Perempuan yang membawanya, sangat sabar mengobatinya. Dia menjadi penasaran wanita yang seperti apa yang Ridwan cintai.

Perempuan yang menolongnya, merasa iba dan kasihan, dia ingin mengobati hatinya. Dia mulai menyukainya, dan merawatnya sepenuh hati.

Beberapa hari sudah Ridwan berada di rumah Ningsih, perempuan yang menolongnya. Begitu ia sadar, Ridwan langsung terbangun dan berkata, "Aku harus pergi, keluargaku pasti mencariku, dan aku harus bekerja."

"Tunggu dulu mas, kamu belum seratus persen sehat. Takut ada apa-apa di jalan, biar aku yang anterin mas pulang ya.. " Ucap Ningsih dengan memohon dan mengusap tangannya Ridwan dengan lembut.

Ridwan menatap wajah Ningsih, yang sudah paruh baya tapi tetap terlihat sangat cantik dan terawat. Umurnya lebih tua lima tahun dari Ridwan. Dia seorang istri yang kesepian, yang ditinggal suaminya kerja di luar negeri.

To be continue

#Tagur hari ke 62

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post