Sang Pejuang 4
Mata lugunya memandang ke arah Fajar. Ada ketenangan di wajahnya. Ia berhenti menangis.
Fajar duduk di sebelah kirinya seraya membelai rambutnya dengan lembut yang langsung memberikan efek damai di hati bocah usia 7 tahun. Ya seusia dengan Hawa adik bungsunya.
"Hari sudah malam. Adek ikut mas ya..."
Dia menggangguk.
"Biar mas gendong. Rumah mas agak jauh. Mai!"
" Ya, bang."
"Abang titip tempat dagangan Abang ya."
"Beres Bang. Sudah makan kalian?"
"Sudah bang."
"Ya Abang tinggal dulu."
Fajar menggendong bocah tersebut seperti menggendong Hawa. Ya Hawa sangat senang digendong kala menangis dan ngambek.
"Adek tadi darimana?" Tanyanya membuka suara.
"Caca dak tahu mas. Caca tadi ikut mama dan papa. Tadi di pasar Caca mengejar bola Caca yang lepas dari tangan. Caca cari papa dan mama tapi tak ketemu. Lalu Caca ketemu anak yang anak titipkan barang tadi. Caca dibawa kemari."
"Caca...nama.adek Caca?"
"Ya."
"Besok mas bawa ke kantor polisi."
"Ndak usah mas."
"Kenapa?"
"Polisi jahat!"
"Jahat kenapa?"
"Suka nangkap orang."
"Yang salah ya ditangkap."
"Ooo jadi yang ditangkap yang jahat."
"Ya.'
Fajar tersenyum seraya meletakkan caca di bangku rumahnya.
"Mas capek?"
"Untuk adek mas mana mas capek."
Caca tersenyum manis. Semua mengingatkannya pada abangnya yang telah tiada. Terbunuh ketika terjadi penyerangan kkb di Papua. Ya, papanya tentara yang baru sebulan pindah ke jakarta.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren kisahnya... Inspiratif. Lanjut, Pak.
Alhamdulillah bun