PUTUS
"Kita perlu bicara, penting!" Ucap Jimmy. Segera aku menoleh mencari asal suara yang sangat ku rindu. Aku tersenyum girang, ku lihat Jimmy kekasihku berdiri di sana, setelah sekian minggu kami tak bertemu. Sekian Minggu aku merindu, akhirnya kembali berjumpa. Mataku berbinar ceria, menatap Jimmy penuh rasa cinta dan rindu. Ku langkahkan kaki ingin memeluknya, namun Jimmy hanya diam mematung tanpa senyum dan menatapku dengan tatapan yang kaku. Matanya begitu serius bahkan nyaris tak ada senyuman rindu dalam bibirnya. Sontak ku urungkan niatku untuk memeluknya, kutarik kembali senyumanku.
"Disini?" Aku bertanya pendek. Huhh, baru saja kami bertemu setelah sekian lama libur semester, belum sempat melepas rindu, yang ada hanya senyum kaku dari bibirnya. Mengapa dia begitu serius, apa yang akan dibicarakannya?
Lamunanku terhenti ketika Jimmy memanggil ku "Kita bicara di kantin" lagi-lagi kata-katanya datar bahkan tanpa menggandengku seperti biasanya, berlalu cepat mendahului ku. Aku mengekor mempercepat langkahku untuk mengimbangi langkahnya.
Mengapa dia berubah sejak pulang liburan semester? pikiranku kembali melayang dengan banyak pertanyaan.
Kuperhatikan langkahnya, dari ujung kaki sampai ku lihat rahang pipinya yang kokoh. Putih bersih dan tubuh atletisnya membuat banyak wanita mendekatinya. Kami adalah teman baik, lalu jadi pasangan kekasih tepatnya enam bulan yang lalu kami jadian. Biasanya jika beberapa hari tak jumpa, kami bertemu dan melepas rindu dengan pelukan hangat lalu mencium keningku.
Kemana Jimmyku menghilang? seperti bukan kamu yang kemaren. Sambil terus kuperhatikan kekasih yang begitu amat kucintai.
Setelah beberapa tahun hatiku terluka, aku baru bisa move on dari masa laluku karena dikhianati oleh seseorang. Jimny adalah satu dari antara mereka yang dapat meluluhkan hatiku, membuka pikiranku untuk meraih masa depan yang penuh cinta. Bagiku Jimmy bukan sekedar kekasihku tapi cinta dan harapan satu cinta untuk selamanya.
Aku begitu dalam menggantungkan harapanku padanya. Bukan hanya cinta sepihak, justru dialah yang meyakinkanku, untuk selamanya bersama sampai kakek nenek. Seperti gantungan kunci couple bergambar kakek nenek yang ku berikan padanya kami selalu punya tagline sampai kakek nenek.
Berawal dari pertemanan satu kelas di kampus, satu komunitas dan teman baik berbagi cerita, hingga akhirnya pada awal mei tahun lalu dia menyatakan ingin membangun hubungan lebih dari sekedar teman baik. Ya, selamanya sayang menyayangi.
Membayangkan sepenggal kisah kasih itu membuatku tersenyum simpul, dan terus mengekori langkahnya. Aku berharap cinta ini bukan dusta dan akan terus ada sampai kami tua nanti.
Huh apakah cintaku berlebihan? Apa salahnya dengan cinta yang dalam yang aku rasakan? Aku harap dia tak mengatakan hal yang paling aku benci.
Setibanya di kantin langganan kami. Kami duduk berhadapan. Manik matanya menatap tajam tanpa ada kemesraan seperti biasanya. Sekilas kulihat suasana kantin begitu sepi, hanya ada sosok seseorang yang aku sendiri tak dapat melihat dengan jelas, karena orang itu duduk ke arah parkiran dan hanya kulihat punggungnya, sepertinya seorang perempuan.
"Kita ga bisa bersama lagi, aku mau serius kuliah dan tak ingin diganggu" suara Jimmy pelan namun begitu pasti. Mendengar perkataan Jimmy, aku hanya bisa diam mematung, perkataan Jimmy seolah petir disiang hari.
"Mengapa, apa salahku? Apa aku mengganggumu?" Ucapku lirih, dengan raut wajah memelas sedih. Seperti petir disiang hari, hatiku seperti ditusuk-tusuk pisau tajam hingga rasanya begitu perih. Hari yang tak pernah aku inginkan itupun terjadi.
"Kamu ga salah apa-apa, aku hanya ingin sendiri. Aku harus selesaikan S1 dan akan melanjutkan S2 diluar kota" matanya mengisyaratkan ada sesuatu yang lain. Tanpa cinta dan begitu datar. Tak seperti biasanya. Ini pasti bukan Jimmy
"Aku bisa menunggu ko" sahutku sambil mencoba memegang tangannya, namun Jimmy melepas sentuhan tanganku.
Mataku mengembun, hingga airnya tak lagi terbendung, meluncur tanpa permisi membasahi pipiku.
Tanpa peduli dengan air mataku Jimmy berlalu meninggalkan ku sendirian.
Kejamnya kamu! Meninggalkan ku sendiri tanpa sebuah penjelasan, kenapa kamu pulang jadi jahat kaya gini! Apa salahku Tuhan? Jeritku dalam hati
Gegas ku usap air mataku dan berlari ke parkiran motor.
Ada beberapa orang menatapku, tapi aku tak memperhatikan mereka, aku tak peduli! Meski sepertinya mereka membicarakan ku.
Aku benar-benar tak peduli!! Perih, sakit, hancur dan entah apalagi namanya bahkan rasanya seperti mau mati saja. Jika ada pisau tajam aku berharap dia sekalian menusuk ragaku ini. Sampai di deretan belakang ku hampiri motor Revo merah lalu ku starter dan ku pasang helm standar dengan kaca helm gelap. Dengan cepat aku tinggalkan parkiran. Ngebut jadi andalanku untuk melampiaskan perasaanku.
Apa salahku? Apakah dia bertemu dengan mantan pacarnya atau dengan perempuan lain? Aku salah apa? Mana janjinya sebelum dia pergi? Kami akan bersama sampai kakek nenek? Dengan mudahnya dia putuskan hubungan tanpa memikirkan perasaanku. Tuhan aku hancur, hatiku terluka. Aku seperti mau mati.
Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku kacau dan tangisanku makin kencang seperti anak kecil ditinggal ibunya pergi ke pasar. Aku tak tau harus apa, aku tak ingin pulang. Aku hanya ingin menjerit dan menangis sekencang-kencangnya. Kulajukan motorku sekencang mungkin berharap ada yang menabrakku.
Aku salah apa Jim? Kenapa kamu jahat! Aku hancur. Hatiku sakit sekali, Tuhan tolong aku!!!! Aku mati saja, aku sakit aku ga kuat Tuhan,. Aku ga kuat!!!! Pekikku dengan berulang.
Aku terus berbicara sendiri, bahkan hampir berteriak dengan kencang , air mataku terus mengalir seperti layaknya anak kecil menangis meraung-raung .Aku bahkan tak peduli jika ada yang mendengarnya. Aku terus melaju entah kemana dan yang pasti bukan ke arah jalan pulang ke rumah. Jelas saja aku tak mau pulang dengan air mata yang ga bisa aku hentikan lajunya.
Sekilas ku lihat ada pom bensin di depan, aku berbelok dan mengisi bahan bakar motorku. Tanpa kata-kata dengan helm tertutup aku sodorkan satu lembar uang dua puluh ribu, setelah selesai segera ku tinggalkan tempat itu, karena aku tak mau ada yang mendengar tangisku. Aku masih terus melaju mencari tempat sepi dimana aku bisa menjerit dan menangis sepuasnya. Ketika jalan raya yang ku lalui sepi, aku mengencangkan tangisku. Benar-benar seperti anak kecil.
Aku salah apa Tuhan? Kenapa dia jahat? Jimmy jahat banget Tuhan, aku sakit, hatiku perih rasanya Tuhan.
Berulang kali hanya kata-kata serupa aku lontarkan dengan deraian air mata. Mataku bengkak sampai-sampai pandanganku menjadi kabur, cardigan yang ku pakai pun basah, karena aku pakai untuk menghapus air mata dan cairan yang keluar dari hidungku.
Aku menghentikan motorku di suatu kawasan perkantoran. Tampaknya sepi dan sudah tidak ada orang. Aku duduk termangu sendirian, tangis rengekanku pun mulai mereda. Tapi air mata ini ga bisa berhenti, duniaku benar benar hancur, impian dan harapanku telah direnggut paksa.
Kenapa secepat ini Tuhan? Baru saja aku rasakan indahnya punya kekasih, kenapa harus putus seperti ini? Kenapa aku dijahati seperti ini, aku sangat terluka Tuhan!!
Dia bilang sayang, dia bilang selamanya, dia bilang tak akan peduli orang bilang apa, dia bilang .. dia.. huhh
Aku berceloteh dalam hati dan terus menangis
Bersambung
#sakitnya tuh disini ges.. jauh dilubuk hati yang paling dalam... EyahhhhBaca selanjutnya di app KBM
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hebat bu cerpen nya. Izin follow ya
Makasih Ya Pak Lukman, Penggalan kisah di novelku pak..