DWI ISTI MUALIMAH

Lahir di Gunungkidul 23 Desember 1981 Dwi Isti Mualimah biasa dipanggil Isti oleh orang tua dan orangorang yg mengenalnya Menamatkan S1 Pendidikan Bahasa I

Selengkapnya
Navigasi Web
Ayah, Bunda, Aku Belum Siap Punya Anak
Picture Taken From: https://cdn2.tstatic.net/belitung/foto/bank/images/ilustrasi-memeluk-anak.jpg

Ayah, Bunda, Aku Belum Siap Punya Anak

#tantanganmenulisharike31

Siang ini aku dan Almira, anak sulungku yang berusia 6 tahun kembali berdebat. Dia dengan berbagai alasan kembali menolak rencana rekreasi yang kami usulkan, pantai Pasir Putih Situbondo yang selama ini selalu menjadi destinasi wisata favorit kami sekeluarga di waktu liburan. Kali ini sama sekali dia tak tergerak. Ekspresi datarnya menegaskan, bahwa tawaran kami kali ini benar-benar tak menggiurkan.

“Adik Zidan belum pernah ke pantai, Kak. Sekarang adik Zidan sudah 1 tahun. Pasti senang sekali dia diajak bermain di pantai sama Kakak dan Ayah” bujukku sambil mengelus rambut ikalnya.

“Iya, ayah bunda sama adik Zidan saja yang pergi. Aku mau tinggal di rumah dan main sama Tasya,” jawab Almira sambil menyebut nama sepupu yang biasa bermain dengannya.

“Yah, masak pergi gak bareng - bareng. Ga seru dong kak,” tambahku mencoba meyakinkannya.

“Kalau mau pergi-pergi bareng ke mall saja. Nonton dan makan. Almira pasti suka.” Dia berucap sambil berlalu menuju kamarnya.

Aku tak mendebatnya lagi. Ini sudah hari Kamis. Besok sore rencananya setelah mas Angga pulang kerja kami akan berangkat. Kami sudah membooking hotel melalui Traveloka. Sebulan yang lalu. Dan kami mendapat diskon yang lumayan.

Kami ingin mengajak Almira berlibur ke sana sebagi hadiah. Karena sejak punya adik setahun yang lalu, kami hampir tak pernah mengajaknya pergi liburan. Situasi tak memungkinkan untuk membawa bayi berpergian. Kami sudah membayangkan Almira menyambut kabar ini penuh kegembiraan. Tak ku sangka, yang kami terima justru penolakan.

••••••

“Aku nggak mau ikut. Ayah Bunda pergi sendiri...” ucap Almira setengah menjerit melihat aku dan suami mulai bersiap-siap.

“Nanti kita cari kerang, Al. Sambil melihat matahari terbenam seperti dulu sering kita lakukan. Bukannya kamu senang berenang sama Ayah?” bujuk mas Angga kepada putri kami.

Biasanya Almira dan ayahnya memang hobi berenang bersama. Baik itu di kolam mau pun di pantai. Keduanya seakan diciptakan satu sama lain untuk saling melengkapi kebetahan berlama-lama di dalam air. Almira sangat jago berenang untuk ukuran anak seusianya. Aku sendiri yang mudah kedinginan dan biduran biasanya hanya menunggu di pinggir saja. Sambil menyiapkan baju ganti dan makanan untuk kami semua.

“Aku tetap tidak mau pergi.” ucapnya cepat. Kali ini matanya mulai berkaca-kaca.

Hatiku tiba-tiba berdesir diliputi kekhawatiran. Firasatkau tak enak. Seakan mengatakan sesuatu yang buruk telah terjadi. Almira tak pernah seperti ini sebelumnya. Dia selalu menyukai bepergian bersama kami. Keberadaan adiknya sejak setahun terakhir tak banyak merubahnya. Dia tetap Almira yang suka bermanja pada kami ayah dan bundanya. Dan apalagi berenang adalah hobinya.

Pikiranku langsung melayang pada kegiatan berenang yang dilakukan Almira tanpa pengawalan kami satu bulan yang lalu. Almira terpaksa pergi tanpa pengawalan kami karena Zidan sedang demam. Aku tak mungkin meninggalkannya pada pengasuh. Dan kebetulan ayahnya juga sedang ada audit dari BPK di kantornya. Tak mungkin meninggalkan kantor untuk menemaninya. Kami serahkan pada ibu gurunya di TK Pelita. Kami titipkan secara khusus. Dan saat pulang dia pun ceria seperti biasanya. Tak ada yang salah menurutku. Atau ada sesuatu yang kami melewatkannya?

Almira memang mengatakan tak ingin pergi berenang lagi seminggu sesudahnya. Waktu itu aku tak begitu mempedulikannya. Kupikir dia hanya kesal karena kami tak menemaninya. Tapi hari ini, kenyataan bahwa dia tak mau pergi berenang bahkan bersama kami adalah pertanda sesuatu yang sangat menakutkan mungkin sudah terjadi. Dan kami tak mengetahuinya. Dia adalah anak perempuan kami. Dan segala pikiran buruk langsung berkecamuk menduga, setiap kemungkinan yang bisa terjadi di sana.

“Ada apa, Al? Ceritakan pada ayah dan bunda kenapa kamu tak ingin lagi pergi berenang bersama?” tanyaku dengan suara mulai tercekat. Rasanya aku tak siap mendengar kenyataan yang mungkin disampaikannya.

“Apakah ada kejadian buruk ketika kamu pergi berenang dengan Ibu guru dan teman-teman tanpa kami?” Mas Angga berjongkok memegang pundak Almira yang menangis tersedu-sedu. Kulihat wajah mas Angga memucat seputih kapas. Aku mengerti yang dirasakannya. Aku yakin wajahku pun sama piasnya.

Almira hanya menunduk sambil menangis semakin keras. Lututku lemas. Kalau saja mas Angga tak memegangku, aku pasti terjatuh terjerembab ke lantai saat itu juga. Aku mulai menitikkan air mata.

“Ceritakan pada Ayah dan Bunda, Nak,“ bujuk mas Angga dengan suara yang terdengar di kuat - kuatkan.

“Almira belum siap punya anak Ayah..Bunda...” bisiknya hampir tak terdengar. Kepalanya tertunduk.

“Maksud Almira bagaimana?” Suara mas Agga terdengar mulai gemetar. Aku tak sanggup lagi bersuara. Hanya terisak dan memeluk putri kecil kami yang terlihat begitu menderita.

“ Katakan Al..apa yang terjadi. Percayalah ayah dan bunda akan melindungimu.” pinta mas Angga kali ini dengan isak yang tak sangup dia tahan.

“Tak mungkin kalau sudah terjadi Yah. Itulah kenapa aku tak ingin pergi berenang,“ wajah polos Almira terlihat ketakutan saat mengatakannya.

“Terjadi baiamana, Nak? Apakah ada orang yang jahat padamu?” kali ini aku yang menguatkan diri bersuara.

Almira menggeleng lemah.

“Sepulang berenang aku membaca di google di hape Bunda. Disitu disebutkan kalau berenang bersama antara laki-laki dan perempuan bisa menyebabkan kehamilan. Beruntung waktu kita sering berenang dulu aku masih kecil. Sekarang aku sudah besar dan bisa jadi hamil juga kalau masih berenang bareng laki-laki di sana. Aku belum siap punya anak, Ayah..Bunda” Almira berucap dengan wajah semakin banjir air mata.

Kami terdiam beberapa saat mendengarnya. Berusaha mencerna setiap kalimat yang di ucapkannya. Perlahan teringat aku pada hot gossip yang kuikuti beberapa waktu yang lalu. Tentang seseibuk anggota Komisi X yang menyebutkan pernyataan kontroversi terkait kemungkinan kehamilan terkait kegiatan berenang bersama antara laki-laki dan perempuan. Aku mengikutinya melalui media online di gadgetku. Dan kemungkinan Almira yang mulai bisa membaca tak sengaja membacanya juga. Tanpa memahami keseluruhan isinya.

Perlahan mas Angga tertawa. Air mata mengalir semakin deras dari matanya. Aku pun tak sanggup menahan tawa. Almira melongo menatap kami berdua. Tak mengerti mengapa kami bisa menangis sambil tertawa. Mungkin dia berfikir kami mulai gila.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, cerita yang seru Bund, keren. Sukses selalu dan barakallahu fiik

25 Feb
Balas

Waduh di komen penulis populer. Makasih sudah mampir Bu...

26 Feb

Woow...kisah inspiratif

25 Feb
Balas

Thank you Ibuk..

26 Feb

Ya Allah, sepolos itu ya anak anak

25 Feb
Balas

Hihihi..begitulah

26 Feb



search

New Post