Selamat Tinggal Cinta
Dulu sewaktu kecil, aku mengkhayalkan memiliki suami yang sempurna tentunya versi aku. Aku membayangkan ia berpostur besar, kekar, tatapan matanya tajam seperti mata elang, pastinya juga memiliki hidung yang mancung. Ini syarat wajibnya soalnya aku kan sedikit pesek jadi hitung-hitung perbaikan keturunan candaku kepada teman-teman sebayaku. Siapa sangka khayalanku yang bak pungguk rindukan bulan itu sekarang akan jadi kenyataan. Lelaki yang kini menggenggam tanganku erat persis sama dengan yang ada dalam khyalanku. Aku tidak bercanda, aku serius. Dia tampan sekali. Mungkin matanya dibutakan oleh cinta hingga ia tidak bisa melihat hidungku yang pesek. Ia tidak menyadari kalau aku tidak seksi. Dan pastinya tidak secantik Agnes Monica. Walaupun sebenarnya kepintaranku sebelas dua belaslah dengan diva yang lagi naik daun itu.
“Sisi, Maukah kau menjadi pendamping hidupku?”
“Ha?” aku bengong. Aku mimpi?
“Artinya aku...”
“Artinya kamu menjadi istriku.” Joe meyakinkanku. Ia berlutut. Sebuah cincin berlian dipersembahkannya kehadapanku.
Aku melayang. Aku di awan. Melayang-layang di angkasa. Semuanya terlihat indah. Indah sekali. Burung-burung bernyanyi untukku. Matahari tersenyum ramah berikan kehangatan cinta untukku. Angin mengelus tubuhku penuh kasih. Si mata elang dambaanku memintaku menjadi bidadari dalam hidupnya. Ah,...tidak ini pasti hanya mimpi.
“Joe..tolong dong cubit aku, barangkali aku bermimpi.” Aku tersadar. Kupegang pergelangan tangannya dan menarik tangan yang kekar itu untuk mencubitku. Tapi kedua tangannya malah mengguncang-gunjang wajahku.
“Hei, Sisi... lihat aku, Aku Joe. Aku memintamu dengan sangat menjadi pendampingku. Ada yang salah?”
Aku diam. Diam seribu bahasa. Aku yakin langit kelabu akan menyelimutiku.
***
“Tidak sisi. Jangan kau lakukan itu. Mama dan papa tidak akan pernah merestui hubungan kalian. Kau ingin mencoreng arang di kening mama dan papa? Apa yang kau cari. Kau ingin pemuda kaya? Kami akan carikan. O, atau yang tampan? Seperti Pasha Ungu? Ok, mama akan sediakan untukmu. Asal jangan Joe. Titik.
Oh, Tuhan...Apa yang harus kulakukan. Semuanya campuraduk jadi satu memenuhi rongga otakku. Andaikan dia bisa bicara, pasti dia akan menolak semua masalah ini. Tidak hanya Mama dan papa, Apak dan etek pun ikut mengadiliku. Semua seolah hendak menerkamku. Dadaku sesak.
Siang itu etek memanggilku empat mata. Awalnya dia mengatakan sangat menyayangiku. Dia tidak ingin melihatku bersedih. Aku pikir etek akan menjadi malaikat penolongku. Aku berharap etek akan membantuku mencairkan hati mama dan papa. Ternyata, kata-katanya justru mengiris-iris hatiku.
“Sisi, bukan kami melarangmu. Tapi Joe seorang kristiani. Seorang wanita muslim haram menikah dengan seorang kristiani kau tau itu kan?”
Air mataku mengalir begitu saja. Tak sedikit pun memberi aba-aba, agar aku bisa membendungnya.
“Percuma kami mendidikmu dari kecil dengan ilmu agama, kalau akhirnya kau akan kafir juga?”
Sakit sekali hatiku mendengar kata-kata etek. Kafir. Begitu tega dia men-cap aku seorang kafir.
Aku menekuk wajahku. Air mata ini terus saja mengalir. Aku tak mampu menatap etek, dia ibu kedua bagiku. Adat minang mengharuskan aku mendengarkan dan mematuhi semua ucapannya sama seperti mama kandungku. Kalau tidak, mungkin aku sudah berontak saat dia menyebutku kafir.
“Dari awal aku sudah mengingatkanmu, bukan? Kenapa tak pernah kau gubris? Kami bisa saja membiarkanmu melakukan itu dengan konsekuensi kau tinggalkan kami. Kau anggap keluargamu sudah mati. Anggap kami tak pernah ada. Kau hanya terlahir untuknya dan selamanya bersamanya. Aku tahu, kau merasa kiamat takkan pernah datang. Kalau begitu kau buatlah dosa itu. Hapus semua iman di dadamu. Gadaikan saja agamamu demi cinta. Cinta untuk seorang Joe. Sisi kau bukan dinikahi seorang malaikat. Ingat kata-kataku.” Etek mengakhiri wejangannya. Kenapa dia bisa mengeluarkan kata-kata berbisa. Padahal dia etek kesayanganku, jangankan membentakku, sedikitpun ia tak pernah melotot kepadaku.
Duniaku runtuh. Badanku remuk ditimpa reruntuhan itu. Aku tak lagi berbentuk. Cinta Joe membuat aku tak lagi berharga di tengah keluarga besarku. Cinta Joe akan membuatku kehilangan Istana hidupku yang sudah berdiri kokoh sejak dulu. Cinta Joe membuatku kehilangan masa depan yang hakiki, seperti yang etek katakan. Jika ingin bersama Joe aku harus menghapus imanku, kalau kulakukan itu bagaimana sorga akan mendekatiku. Joe memang bukan malaikat tapi dia mampu membuatku bahagia. Kami hanya ingin bahagia. Itu saja.
“Aku tahu Joe, cintamu untukku seluas samudra bahkan lebih, kataku mengawali pertemuan kami sore itu.
Oh, mata elang milik Joe menatapku tajam. Aku deg-degan bercampur cemas dan sedih. Tidak akan ada perempuan yang mampu berpaling dari tatapan matanya . Akupun tidak.
“Tapi, jurang yang memisahkan cinta kita terlalu dalam dan aku tak akan mampu melewatinya Joe, lanjutku. Jangankan melewati jurang itu, menatapnya pun aku tak berani. Aku takut. Aku takut akan terjatuh dan mengendap di dasar terdalam. Dan itu sangat menyakitkan. Itu bisa membunuhku. Aku akan kehilanganmu. Kehilangan orang-orang yang aku sayang. Aku kehilangan kesempatan untuk menjalankan kewajibanku di dunia ini. Bukankah begini lebih baik Joe. Kau dan Aku satu meski tak mampu untuk saling memiliki. Aku bahagia Joe, telah mengenalmu. Aku bahagia kau selalu ada untukku. Kau pangeran dan akulah sang putri seperti di negeri dongeng. Ini impian kita. Tapi kita tidak di negeri dongeng Joe? Ini realita. Duniaku dan duniamu berbeda. Dunia kita saling tolak menolak jika disatukan. Kau dan aku akan terpental jauh. Kita akan kehilangan dunia masing-masing. Suaraku bergetar. Joe terhenyak. Genggamannya perlahan terlepas.
Aku tau bukan ini yang Joe harapkan. Dia ingin aku berani menentang dunia menyatukan cinta kami. Maafkan aku Joe, Aku seorang gadis minang dan aku muslim. Darah ini begitu kental. Untunglah etek mengingatkanku. Aku tak berharap ini terjadi. Tapi aku bersyukur ini terjadi mekipun aku terhempas kembali ke bumi. Meskipun awan tak mampu menahan tubuhku lebih lama. Meskipun aku tahu matahari cintaku segera tenggelam. Tak ada ada cahaya cinta yang memberiku kehangatan. Walaupu aku tak lagi mendengar kicauan burung. Walaupun semua sorga duniaku hilang. Namun aku tidak akan kehilangan harga diri. Aku yakin aku akan selalu mendapatkan cahaya abadi yang akan mengantarku ke firdaus.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren , semangat il
makasih ni pit, tetap semangat ni....
Wah terbayang masa remaja. Lanjut....
mengenang masa lalu Bu...
Wah terbayang masa remaja. Lanjut....
Kren bu
makasih Bu Rini, masih belajar Bu...